06 - Sabtu Bersama Mantan

19.6K 2K 122
                                    

"Na, udah mandi?"

Una mendongak dari layar laptop---yang menampilkan rancangan program kerja mononya---menatap Naka yang berdiri mengeringkan rambut dengan handuk kecil.

Gadis itu menggeleng. "Kenapa?"

"Buruan mandi, kita ke rumahnya Pak Ali, dia carik Desa Tretep."

"Sekarang banget?"

"Iya. Aku baru aja di chat Pak Herman. Ada musyawarah di sana, mau bahas pembangunan pos kamling kayaknya," jelas lelaki itu.

"Siapa aja yang ikut?"

"Cuma kita berdua."

Cuma kita berdua. Oh Tuhan, kalimat terakhir Naka menggema di kepalanya. Apa itu artinya ia akan menghabiskan sore ini bersama Naka? Hanya berdua? Una memejamkan matanya karena frustrasi. Jika rapatnya membutuhkan waktu lama, bisa jadi ia terjebak dengan lelaki itu sampai malam. Malam minggu bersama mantan? Sungguh ironi.

Pukul setengah empat sore, ia dan Naka baru meluncur dari posko KKN menuju rumah Pak Ali---menggunakan sepeda motor milik lelaki itu, yang Una tak tahu di mana letaknya. Berapa menit waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke sana? Angin dingin Temanggung memaksa gadis itu kembali dari lamunannya. Ia merapatkan jaket sambil memandangi pemandangan desa yang terlihat asri.

"Pegangan Na, jalannya susah."

Suara Naka yang teredam angin, samar-samar masuk telinganya.

"Udah, kok!" jawabnya setengah berteriak. Una seketika menggenggam ujung jaket Naka.

Ternyata rumah Pak Ali tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan perjalanan sekitar lima belas menit dari posko, itu pun karena medan jalanan yang cukup terjal. Sampai di sana, sudah ada beberapa warga yang duduk-duduk di teras rumah. Bahkan, Pak Retno sudah duduk santai di teras, sambil menyeruput kopi hitam yang masih mengepul. Dengan senyum ramah, Pak Retno berdiri, menyambut Una dan Naka.

"Sore Pak, assalamualaikum," kata Naka sambil berjabat tangan dengan Pak Retno.

"Selamat sore, Pak." Giliran Una menyalami lelaki yang memakai kaus lengan panjang tersebut.

"Ini kita rapat aja sih Mas, jadi Kecamatan Tretep ada lomba pos kamling. Kalau menurut keputusan bulan kemarin, desa kita yang mewakili RT 07. Itu kenapa saya suruh kalian datang," jelas Pak Retno. Kebetulan posko KKN Una dan kawan-kawannya berada di RT 07.

"Oh, nanti pos kamlingnya mau direnovasi atau gimana, Pak?" sahut Naka.

"Belum tahu ini. Makanya dirapatkan, semoga dananya ada lah, ya. Kalian nanti mahasiswa KKN kerja sama karang taruna ya, barangkali bisa cari sponsor, kan lumayan Mas."

"Pak, tahun kemarin, apa RT 07 juga yang mewakili lomba pos kamling Desa Tretep?" tanya Una memberanikan diri.

Pak Retno menggelengkan kepala. "Bukan Mbak, RT 05, dapat juara dua padahal."

"Penilaian lombanya kapan Pak?"

"Masih lama Mbak tenang, awal Agustus."

Rapat yang dihadiri kepala desa, perwakilan tiap RT, dan karang taruna berlangsung santai. Dari rapat tersebut, diputuskan jika RT 07 mendapat dana sebesar lima juta rupiah, untuk renovasi pos kamling. Sesuai permintaan Pak Retno, sang kepala desa, kalau bisa di samping pos kamling dibangun taman atau kolam ikan untuk menambah keindahan pos kamling. Untuk itu, pihak desa meminta karang taruna dan mahasiswa KKN untuk mencari sponsor.

"Lima juta emang cukup, ya?" bisik Una tanpa sadar.

Naka terkekeh di sebelahnya. "Butuh uang banyak, katanya Bu Lastri---istri Pak Ali, mintanya dibikin kolam ikan, sih."

Drama KKN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang