*
*
*Pembalut.
Mata Una melebar, memastikan sekali lagi benda yang ada di kantong plastik berwarna putih adalah pembalut. Naka pamit ke mini market sebelah rumah makan beli pembalut, buat siapa? Hatinya tercubit ketika lelaki itu berjalan ke arah kamar mandi. Yup! Benar sekali. Siapa lagi kalau bukan untuk Jesline? Gadis itu tadi terburu-buru ke kamar mandi setelah mengeluhkan sakit perut. Skenario paling memungkinkan yang bisa Una pikirkan adalah, Jesline mengirim pesan pada Naka dan minta lelaki itu membelikan pembalut karena datang bulan mendadak.
Senyaman itu ya, Jesline pada Naka? Kalau dia pasti lebih memilih meminta tolong pada teman perempuan. Katakanlah, kalau Naka cuma berperan sebagai laki-laki gentleman yang terlalu baik, tetap saja rasanya sedikit aneh mengingat ada ia dan Marya, yang sesama perempuan. Bahkan, selama empat tahun pacaran dengan Naka, Una tidak pernah meminta lelaki itu untuk beli pembalut. Astaga, sudah sedekat itukah hubungan mereka berdua?
"Mau ikut nggak?"
"Eh, iya apa?" Una gelagapan ketika merasakan bahunya dicolek, dan lebih mengejutkan lagi, ternyata si pelaku adalah Naka---mantan pacar yang membuatnya bingung dan penasaran hari ini.
"Kamu ngelamunin apa, sih?" tanya lelaki itu. "Ayo salat, udah masuk ashar."
"Tapi kan, nggak boleh salat berdua."
"Agil sama Ilham udah nungguin," jawab Naka sambil tersenyum.
Oh! Ia baru sadar jika kedua teman laki-lakinya sudah tidak di tempat mereka. Gara-gara kebanyakan melamun jadi tidak fokus. "O-oke." Ia menjawil tangan Marya. "Gue ke mushala dulu ya, lo sendirian nggak apa-apa?"
Gadis itu mengacungkan jempolnya. Karena Jesline sedang datang bulan, ia jadi satu-satunya perempuan yang menunaikan ibadah salat ashar. Marya sendiri pemeluk agama Katolik, jadi gadis itu menjaga meja, sementara mereka semua pergi.
"Kenapa jalan di belakang?" Naka berhenti dan menoleh ke arah Una yang tertinggal di belakangnya.
"Nggak apa-apa." Ya, apalagi kalau bukan buat menghindari kamu biar nggak usah basa-basi rempong.
"Padahal dulu, kalau aku jalannya cepet dikit ngambek," kata Naka tertawa geli. "Biasanya juga jalan di sebelah aku."
Pertanyaan Naka telak membuat Una salah tingkah. Ya Tuhan, dia itu mau ngapain, sih? Ya dulu kan masih jadi pacar, sekarang udah nggak ada hak lagi buat jalan sebelahan, apalagi ngambek cuma gara-gara kalah cepet. "Udah ah, ayo cepet, nanti Agil sama Ilham duluan lagi."
***
Pukul empat sore, mereka melanjutkan perjalanan menuju Tembalang dari Ambarawa. Di dalam mobil suasana lebih tenang, hanya Ilham dan Agil yang asyik mengobrol, Marya tidur, Jesline, mungkin tidur juga, dan Una sibuk bermain ponsel. Naka mengantar mereka ke indekos masing-masing satu per satu. Mobil itu berhenti di indekos Marya, yang paling awal dilewati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Drama KKN (END)
Romance[KAMPUS SERIES | 2] Drama Korea kalah gurih sama Drama KKN yang bumbunya paket komplit. Yang bikin baper? Banyak! Dibikin baper temen sendiri sampai mantan si alumni hati! Mulai dari minus es teh segelas berdua sampai satu bantal buat tidur berdua...