"Kamu bilang mau dateng jam 2, ini udah jam 3 kamu kemana aja?" ucap Arka kesal dan Almora hanya bisa menundukan wajahnya.
"Sorry" gumam Almora yang merasa sikap Arka berbeda dari yang sebelumnya. Entah kenapa kali ini Arka seperti orang yang perfeksionis, padahal sebelum sebelumnya Arka orang yang ceria, ingin terlihat lucu walaupun dari wajahnya memang tidak bisa. Arka benar benar berbeda.
"Maaf bukan sorry"
"Iya iya maaf"
"Terus kenapa tuh muka kamu? Kalo emang baru bangun tidur sampe kantung mata gede gede gitu nggak usah begadang, lain kali nggak usah di dandanin tebel gitu. Cukup pake sedok dingin atau yang lainnya. Dandan boleh tapi sewajarnya aja, nggak usah tebel tebel gitu, aneh." komentar Arka sembari menyusun buku buku di atas meja. "Kamu disini belajar, bukan pamer kecantikan" ucap Arka membuat Almora tersinggung. Sikap Arka benar benar dingin, pikirnya.
"Siapa juga yang mau pamer kecantikan? Ini tuh udah di usahain natural ya, gue cuma pake-"
"Aku nggak peduli. Karna kamu telat satu jam, jadi aku nggak akan ngasih materi dulu ke kamu." ucap Arka memotong ucapan Almora yang belum selesai, sedangkan Almora gugup karna Arka yang tiba tiba galak. "Pertama, aku mau bikin kesepakatan sama kamu, terus aku mau liat gimana cara belajar kamu" lanjutnya.
"Kesepakatan gimana?"
Arka memberikan kertas dan pulpen pada Almora, "Tulis disitu apa yang kamu mau dari proses belajar kita, sampai uts nanti"
"Berapa banyak?"
"Terserah tapi jangan lebih dari sepuluh"
"Udah?" tanya Arka pada Almora setelah sepuluh menit membiarkan Almora berfikir. "Aku baca punya kamu, kamu baca punya aku"
"Satu, Arka nggak boleh galak galak kalau ngajarin Almora, harus sabar. Emangnya aku galak?"
"Enggak sih, tapi pas tadi lo marahin gue lo keliatan galak."
Arka mengagguk kan kepalanya. "Lanjut, nomor dua, Belajar dimulai dari jam 3 sampai jam 6 dengan istirahat satu jam, kamu nggak kemaleman?"
"Eh iya ya? Yaudah pokoknya gue mau belajar mengajar mulai jam 3"
"Yaudah, yang ini dicoret aja. Masalah pulang, pikir nanti aja. Tiga, belajar harus sesuai mood Almora, kalau enggak pasti Almora nggak bisa belajar. Oke. Empat, Almora nggak mau belajar dirumah. Maksudnya?"
"Ya belajar, tapi jangan dirumah gue maksudnya"
"Lima, Arka selamat jadi guru bimbel Almora. Selamat mematuhi kesepakatan dan sabar. Udah? Cuma gini?" tanya Arka dan Almora mengagguk.
"Giliran gue ya. Satu, belajar pada hari Kamis dan Sabtu dan pada hari hari tertentu ketika Almora ada ulangan, sampai uts berlangsung. Kalo gue seminggu ada ulangan, berarti gue tiap hari ada ketemu elo dong?" Almora memutar bola matanya malas.
"Dua, Almora harus mengikuti konsep belajar Arka. Oke, asal nggak bikin pusing aja gue mau. Tiga, selama proses belajar handphone Almora di sita Arka. Sementara sampai jam pulang. Yah… kok gini sih, ntar kalo ada yang nelfon penting gimana?"
"Aku yang angkat, aku nggak akan buka buka hp kamu apalagi galeri yang pasti isinya foto foto aneh kamu"
"Sembarangan ya lo. Empat, tempat belajar akan disesuaikan dengan mood Arka. Lima, Almora tidak boleh melanggar aturan yang sudah diberikan Arka baik secara lisan nanti atau tertulis ini."
"Kalu gitu tanda tangan" ucap Arka sebelum Almora berkomentar lagi.
"Kesepakatan apaan nih, gue aja yang menyepakati terpaksa banget" ucap asal Almora tapi tetap menandatangani kertas itu.
Terdengar suara mobil yang baru saja datang begitu Almora selesai menandatangani kesepakatan itu. Almora menegok ke arah jendela. Pasti itu mama papanya Arka, batin Almora begitu melihat sepasang suami istri dengan seorang anak kecil berusia sekitar 6 tahun keluar dari mobil.
"Bang Arka!" seru seorang anak kecil begitu memasuki rumah Arka. Di susul kedua orang tua itu. Almora berdiri dari duduknya kemudian bersalaman dengan kedua orang tua Arka. Sedangkan Arka masih duduk dan melakukan tos dengan anak kecil itu.
"Jadi kamu temannya Arka yang minta di bantu belajarnya?" ucap Atika — ibunya Arka— pada Almora.
Almora sedikit tersentak. "Ngg… iya tan, sebenarnya bukan saya yang minta tapi Bu Dewi, yang minta sama Arkanya" ucap Almora merasa tidak enak ia mengira ibunya Arka tidak mengizinkan Arka untuk membantunya.
"Kenapa kamu jadi seperti nggak enak gitu? Ayo duduk dulu." ajak Atika mengerti tatapan canggung Almora. "Santai aja disini. Panggil aja bunda. Udah lama Arka nggak bawa temannya kesini" ucap Atika sembari tersenyum kemudian mengeluarkan box berisi martabak beraneka rasa.
"Itu makanan kesukaan Arka. Mau coba?"
"Belajar dulu lah bun. Makan nya nanti, dia udah telat satu jam. Masa langsung di suruh makan" ucap Arka santai tapi membuat Almora merasa tidak enak, ia segera menundukan kepalanya menghindari tatapan Arka yang tajam dan terlihat dingin.
"Ih! Nggak boleh ngomong gitu. Namanya juga temen" ucap Atika menasehati putranya yang tidak sopan itu. "Eh iya, Fikri udah kenalan sama kakak ini belom?"
"Hai..." sapa Almora memaksakan senyuman canggungnya, sekaligus berusaha tidak memikirkan ucapan Arka tadi. "Aku Almora, kamu namanya siapa?"
"Fikri. Kakak temannya bang Agam atau pacarnya?" tanya Fikri polos membuat Almora dan Arka saling bertatapan sedangkan ibunya Arka terkekeh.
"Fikri nggak boleh ngomong gitu! Masih kecil udah pacar pacaran, temenan dulu"
"Terus? Habis itu pacaran?" tanya Fikri membuat ketiga orang diruangan itu dibuatnya bingung. "Mbak Nana kemarin bawa pacarnya ke kantor mama. Bang Arka nggak pengen punya juga? Sama kak… bun aku panggilnya apa?" tanya Fikri dengan polosnya.
"Pangilanku ada banyak, beda beda. Kalo bang Arka suka manggil aku Al, ada juga yang panggil aku Ara" ucap Almora sekedar membuat bocah kecil itu berpikir. Agar ia ataupun Atika dan Arka tidak perlu menjawab pertanyaan Fikri yang tadi.
Fikri terlihat berfikir, anak itu terlihat mengerutkan keningnya. Menggemaskan, pikir Almora melihat Fikri. "Apa ya?!" tanyanya pada dirinya sendiri.
Atika tersenyum, begitu juga dengan Arka, walaupun cowok itu berusaha menyembunyikan senyumannya dengan sesekali memalingkan wajahnya.
"Yaudah deh, aku panggil kakak Ara aja biar gampang. Temen temen kakak juga panggilnya gitu, kan?" Almora mengagguk. "Kalau gitu kita teman?" tanyanya kemudian mendekati Almora, mengulurkan jari kelingking mungilnya.
"Kak Ara kenapa di panggil Ara? Nama kak Ara nggak ada Ara-nya?" tanya Fikri lagi.
"Karna namanya disingkat. Almora, huruf depannya A belakang ra, jadi Ara. Lucu kan?"
"Kalau Fikri? Depannya F belakangnya ri. Fri?" Fikri bertanya ragu. "Kenapa namaku gratis?"
~•~
Free: fri: gratis
Maaf ya aku merasa cerita ini seperti panjang. Aku jadi bosen, merasa kelamaan, nggak penting. Aku nggak punya pengalaman nulis teenfic jadi masih belajar. Kritik dan saran, ya… hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Different
Fiksi Remaja"Tau nggak? Satu hal yang nggak pernah berubah dari kamu, dan itu yang membuat kamu berbeda" "Apa?" "Kamu selalu berbeda. Semuanya yang ada disini berbeda. Kamu akan mengikuti hidup Almora Adelia yang seperti angin. Tau akan masalahnya, tapi melar...