14

510 25 0
                                    

Ovie gak mau buang waktu. Esoknya ia janjian dengan kedua sahabat Tasya di kantin kampus kakaknya itu. Sambil menunggu, Ovie melahap ketoprak pedas pesanannya dengan emosi bercampur, antara gak sabar menunggu teman-teman Tasya, kesal gak tahu wujud Acka karena tidak ada satupun fotonya, dan lapar berat karena sejak terbangun gara-gara memimpikan Tasya ia tidak bisa tidur lagi, terlalu bersemangat memikirkan rencana untuk mencari sosok pria yang merenggut nyawa kakaknya.

Selang tiga puluh tujuh menit, dari kejauhan tampak dua orang gadis berlari kecil menuju kantin. Salah satunya melambaikan tangan ke arah Ovie. Adik Tasya itu mengangguk dan tersenyum tipis.

"Sorry Vie, dosennya killer, mana ngasih kuis dadakan lagi." Gadis tinggi semampai dengan tank top berpadu kemeja yang diikat di bagian perut dan rok jeans mini itu mengambil duduk di depan Ovie.

"Gue juga bantuin anak-anak fotografi dulu tadi jadi model bentar." Gadis berambut panjang gelombang dengan polesan makeup tebal dan baju sackdress ketat duduk di sebelah temannya itu.

"Gak apa-apa kok mbak Ita, mbak Ola." Ovie tersenyum maklum. Dalam hati ia heran mengapa kakaknya yang notabene anak cupu, gak gaul, introvert, bisa berteman dengan cewek-cewek macam model di depan matanya ini.

"Gimana, udah selesai beres-beres barang Tasya?" Tanya Ola. Ovie mengangguk.

"Trus keadaan lo sendiri gimana, tampang lo kusut banget Vie." Ita menimpali.

"Yang jelas sih masih jauh dari kata baik-baik aja mbak." Setitik air mata keluar dari persembunyiannya.

"Udah Vie, kalau lo sedih terus, dia bakal gak tenang di alam sana." Ola mengelus pelan punggung tangan adik sahabatnya itu.

"That's why I need your help, both of you." Ola dan Ita berpandangan heran mendengar permintaan Ovie.

"What kinda?" Ita mengernyit gak paham.

"Kalian kenal dengan Acka?" di luar dugaan Ovie, kedua gadis itu menggeleng.

"Tasya gak pernah cerita tentang cowoknya?" gantian Ovie yang keheranan.

"Lo tahu sendiri dia gak selalu cerita semuanya ke kita Vie, apalagi kalau nyangkut cowok. Gue malah kaget lo ngomongin dia punya cowok. Anak itu kan tertutup banget, bahkan sama kita sahabatnya sendiri." cerocos Ita.

"Tadi lo bilang namanya Acka? kayak pernah dengar deh." Ola tampak mengingat- ingat.

"Ya, dia penyiar radio ZODA di Bandung." Ovie membuka diary kakaknya.

"Ah, cowok itu! Dia yang pernah jadi host waktu acara kampus kita kan, Ta? Yang super duper cakep, tinggi dan matanya tajam itu kan?" Ola berapi-api menjelaskan sambil memukul gemas punggung Ita.

"Halah lo, giliran cowok hot aja ingat." Cibir Ita mengibaskan tangan Ola dari punggungnya.

"Seriusan dia cowoknya Tasya, Vie? Kok bisa? Kalau yang gue liat waktu acara kampus itu Tasya emang sempat naik ke panggung jawab game gitu, ternyata berlanjut ya hubungan sama si tatapan menusuk itu?" ekspresi Ola memelas gak rela mengetahui kenyataan Tasya bisa mendapat cowok seperti Acka.

"Emang kenapa sama si Acka itu, Vie?" Ita bingung.

"Gue gak lihat dia waktu Tasya di rumah sakit, sampai pemakaman Tasya pun sepertinya orang itu gak muncul. Coba deh kalian baca cerita Tasya ini." Ovie menyodorkan diary kakaknya dan kedua sahabatnya itu membaca serius sampai membelalakkan mata.

"What?! 'Tu anak jadi alat taruhan??!!" Ita menutup mulutnya.

"Si brengsek itu ngelecehin Tasya yang segitu culunnya?" Ola menggertakkan giginya menahan geram.

"Vie, gue mungkin gak sepolos dan sebaik kakak lo itu, tapi gue gak rela kalo sahabat gue digituin." Ita mendesis tajam.

"What do we need to knock him out?" mata Ola berkilat marah. Ovie menyeringai menatap keduanya.

Ovie gak lantas bisa langsung melancarkan aksinya. Ia harus segera kembali ke Surabaya untuk kuliah, begitupun kedua teman kakaknya yang memiliki kesibukan masing-masing, namun Ita dan Ola berjanji akan memberikan info tentang Acka secepatnya melalui beberapa teman mereka di Bandung.

Penyelidikan duo cewek seksi sahabat Tasya tentang penyiar radio bernama Acka itu rupanya agak terhambat karena Acka sedang cuti dari radio, mengemban tugas KKN dari kampusnya selama dua bulan ke depan. Untuk sementara Ovie terpaksa mengesampingkan rencananya dan fokus pada tugas-tugas kampusnya.

Tujuh bulan kemudian sebuah titik terang datang dari Jakarta. Ita menelepon memberitahu bahwa bulan depan akan ada acara di sebuah klub malam dan Acka yang menjadi hostnya. Ovie dan Ita sepakat bahwa sahabat kakaknya itu akan datang ke klub malam tempat acara dimana Acka menjadi host disana, berusaha menggaet perhatian Acka sang playboy.

Kabar dari Ola pun gak kalah membuat degup berpacu. Radio ZODA sedang mencari penyiar magang selama tiga bulan. Tadinya Ola yang akan mendaftar, namun bentrok dengan kontrak kerjanya sebagai model. Tanpa pikir panjang Ovie langsung meminta Ola untuk mendaftarkannya. Ia harus mengambil peluang ini demi Tasya.

Ovie memandang keluar jendela kamar kosnya di Bandung dengan tatapan kosong. Ya, Ovie pindah ke Bandung. Ia berhasil masuk radio ZODA berkat Ola, Ovie juga sudah mengajukan pekerjaan magang ini sebagai bagian dari skripsi yang dikerjakannya sehingga kampusnya memberi izin hingga tiga bulan ke depan.

Ovie sedang resah. Sudah tiga hari dari hari Ita seharusnya bertemu Acka di klub malam, tapi hingga kini ia belum mendapatkan cerita apapun dari gadis tinggi seksi semampai itu. Kegelisahannya rupanya gak berlangsung lama, ponselnya berdering menampilkan nama orang yang sedang ditunggunya.

"Halo mbak?"

"Hei Vie!" sapa riang Ita dari ujung telepon.

"Well....?"

"Tenang non, langsung on mission aja lo mah." Ita terkikik dijawab dengusan napas kasar Ovie.

"Ih, mbak Ita ya nambah stress aja deh." Ovie merajuk.

"Iya, iya gue cerita. Dasar ya, kakak lo sebenarnya hoki bisa dapetin tuh cowok, andaikan cowok satu itu gak macam-macam, sumpah dia cakep banget Vie dan aura tatapannya bikin meleleh dah. So, gue kan udah dandan maksimal tuh, gue pake jurus andalan gue buat narik perhatian dia dan lucky me, dia kepancing dan ngajak gue kenalan dan gak butuh waktu lama buat hmmm... you know lah dia ngajak ONS!" Ita menjeda ceritanya.

"Terus kalian...?" Ovie panik.

"Chill out Vie, sebelum itu kejadian, gue udah campurin obat tidur ke minumannya dan gue tinggalin hotel begitu dia betul-betul pulas. Lalu, dua hari ini gue sama cowok gue ngikutin dia yang masih ada di Jakarta karena radio dia ada acara seminggu ini di bazaar salah satu mall gitu deh. Nah, kelakuan tuh orang emang minus abis, dalam sehari aja dia bisa dua sampai tiga kali jalan sama cewek yang berbeda walau gak selalu berakhir di hotel sih, intinya dia brengsek Vie. Tadi siang aja gue sengaja nyamperin dia di mobil radionya dan merefresh pertemuan di klub tempo hari itu dan ya, dia tahu nama gue malah berniat mengulang malam yang gak pernah kejadian itu tanpa rasa malu sedikitpun. Gue kudu gimana sekarang Vie?" Ita mengakhiri ceritanya penuh emosi.

"Lo menjauh dulu Mbak, kita lihat dia masih penasaran apa gak sama lo. Gue sekarang udah di Bandung, Mbak Ola berhasil masukin gue jadi penyiar magang di ZODA. Senin gue mulai siaran, dan kalo beruntung mungkin bisa liat muka tuh playboy duren tiga. Saatnya gue mulai beraksi!"

"Yah, gue udah denger ceritanya dari Ola. It's up to you Vie, just be careful, dia brengsek. Apalagi lo bakal magang selama tiga bulan disana, lo sama cantiknya kayak Tasya, pasti dia bakal penasaran sama lo, tapi jangan sampai lo yang kejerat pesona dia ya, remember this is for your sister, Tasya!" ceramah Ita.

"Iya mbak, wish me luck here ok? Just keep in touch darl', see you mbak Ita." Ovie mengakhiri percakapannya.

Ok Acka, permainan dimulai.

*

TARUHAN -- (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang