Saat ini, kelasku begitu gaduh dan teman-temanku berlarian tak tentu arah, sampai-sampai ada beberapa anak yang naik ke atas meja. Ini semua disebabkan oleh seekor hewan berwarna coklat dan bisa terbang, dia adalah kecoa. Aku adalah salah seorang yang mempunyai phobia pada hewan menakutkan itu. Tak berselang lama, seorang siswi tangguh melepas sepatunya dan dengan penuh keberanian, ia menghabisi kecoa itu hingga tak bernapas lagi.
Oh, hampir lupa. Perkenalkan, namaku Denis Andriansyah. Seorang laki-laki tulen yang mempunyai phobia dengan kecoa. Tidak perlu aku jelaskan bagaimana kisahnya, tapi itu benar-benar memalukan. Aku bersekolah di SMK GRIYA BAKTI, mengambil jurusan Pejuang Cinta. Fix, ini kacang garing, aku mengambil jurusan Teknik Komputer dan Jaringan. Biar suatu hari nanti, aku akan membuat jaringan tanpa kabel yang menhubungkan cinta kita. Eaa, jadi bucin.
"Oy, turun, Den!" teriak temanku. Teriakannya yang menggelegar membuatku cepat-cepat turun.
BRUAK!
Sialnya aku terjatuh, bokongku mencium lantai yang dingin. Parahnya tidak ada yang menolongku, mereka malah tertawa terbahak-bahak saat aku menderita seperti ini. Memang sungguh sahabat sejati.
Aku mengusap bokongku yang perih."Sakit, oy! Tolongin ngapa," teriakku."Halah, dasar cowok alay," ejek Erika, siswi pemberani pembasmi kecoa.
Perkataannya sungguh kejam, rasanya langsung jleb, ngena banget di hati. Dia tuh cewek tanpa gengsi, cewek yang menampilkan dirinya apa adanya, tanpa memikirkan bagaimana orang lain akan menilai dirinya. Seperti sekarang ini, dia mengejekku tanpa rasa bersalah dan ikut menertawakanku dengan siswa lainnya. Berbeda dengan kebanyakan siswi lain yang memilih memainkan HP-nya dan tidak bersosialisasi dengan teman lain.Terkadang tuh aku berpikir dengan otak luar byasah ini. Anak-anak sekarang yang katanya Milenial itu suka kumpul bareng, tapi HP selalu pegang sendiri-sendiri, dan hasilnya akan selalu sibuk dengan benda persegi panjang itu. Lalu di mana kebersamannya? Ah, entahlah. Kok jadi kemana-mana curhatan retjeh-ku.
Balik lagi sama Erika. Aku suka sama dia sejak awal semester di kelas X, gara-gara nggak punya keberanian berakhirlah aku di lubang kelinci yang amat dalam. Setelah sekian lama mengumpulkan stok keberanian, aku akan menyatakan cinta besok, tepat saat Valentine Day dengan bantuan Hendra, temanku.
_o0o_
Hari berganti begitu cepat, hari ini adalah Valentine Day atau biasa disebut Hari Kasih Sayang. Aku sudah merancang rencana untuk meluncurkan tembakan jitu untuk Erika, tapi tetap saja aku pesimis kalau dia bakalan mau menerimaku, karena setahuku dia tak pernah dekat dengan laki-laki sebelumnya. Berhubung setiap Valentine di sekolahku pasti mengadakan acara pentas seni dan bertukar cokelat, aku akan memanfaatkan acara tersebut untuk memuluskan rencanaku.
"Pengumuman, untuk seluruh siswa diminta berkumpul di lapangan sekarang juga!" pengumuman dari pengeras suara.
"Ndra, jangan lupa lho, ya!" peringatku padanya.
"Siap, Bos," jawabnya dengan tegas.
Semua siswa sudah berkumpul di lapangan. Aku mengikuti Hendra ke belakang panggung untuk mempersiapkan penampilanku. Sekarang jantungku berpacu lebih cepat, tanganku mulai bergetar, dan keringat dingin sebesar biji jagung menuruni pelipisku."Erika Damayanti, silahkan naik ke atas panggung," ucap Hendra dengan pengeras suara.
Aku mengintip dari balik panggung, gadis manis itu naik ke atas panggung dengan wajah bingung. "Aku?" tanyanya sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Iya, Rik. Ada seseorang yang ... pokoknya ada deh," ucap Hendra menggantung. "Untuk sang pangeran, silahkan naik ke atas panggung!" sambungnya. Aku menyibak tirai depanku dan melangkahkan kaki menuju dia yang menatapku penuh kebingungan.
"EHEM! EHEM!" deham para siswa.
Aku menggenggam tangannya. Tangan Erika juga begitu dingin, sedingin tanganku. Debaran jantungku benar-benar tak terkontrol sekarang ini, aku takut dia mendengarnya.
"Er," panggilku. Dia sama sekali tak merespon, hanya pasif dengan mulut terkunci. Seketika, suasana lapangan yang gaduh menjadi senyap tanpa suara.
"Aku udah lama memendam rasa ini, Er. Tapi laki-laki sepertiku sama sekali tak mempunyai keberanian untuk mengungkapkannya. Dan sekarang aku siap. Will you be my lover?" Dia menatapku lekat tanpa mengeluarkan sepatah kata, sekarang aku dilema.
Perlahan dia melepaskan genggaman tangannya. Seperti ada salju yang perlahan menyelimuti hatiku, dingin, tapi juga terasa bagai belati yang menghunjamnya, perih. Semua rasa mencampur menjadi satu di dalam sana. Pertahananku seketika runtuh, namun tertahan saat Erika menyebutkan nama lengkapku.
"Denis Ardiansyah." Dia masih setia berdiri di hadapanku. Kutatap matanya lekat, menyiratkan sebuah jawaban yang sama sekali tak dapat terdefinisikan. Sebelum dia melanjutkan ucapannya, aku terlebih dulu berucap.
"Jangan memaksakan semuanya, Er. Aku sudah tahu jawabannya,"ucapku.
"TERIMA! TERIMA! TERIMA!" teriak para siswa dengan semangat."Aku mau," lirihnya yang masih terdengar olehku. Aku membelalakkan mata tanda tak percaya dengan apa yang kudengar.
"Apa, Er?" tanyaku.
Tanpa basa-basi, dia memelukku erat. "AKU MAU!"
Aduh gawat, jantungku tak terkontrol, rasanya mau loncat dan menari di luar sana. Kubalas pelukannya erat.
"CIEEEEE!" sorak seluruh siswa.
"ADUH YANG BARU JADIAN."
"PJ-nya JANGAN LUPA, OY!"
Dan masih banyak lagi sorakan dari mereka untuk kami berdua. Kami melepaskan pelukan dan aku memberikan bunga Lili dan sebatang cokelat pada Erika sebagai tanda peresmian hubungan kita.
"Maaf, nggak mahal," ucapku. Dia hanya menanggapinya dengan anggukan.
_o0o_
"Erika Damayanti, silahkan naik ke atas panggung," ucap Hendra membuatku terkejut. Aku tidak mempunyai partisipasi apapun dalam pentas seni, tapi kenapa namaku dipanggil?
Aku naik ke atas panggung dengan wajah bingung. "Aku?" tanyaku sambil menunjuk diriku sendiri.
"Iya, Rik. Ada seseorang yang ... pokoknya ada deh," ucap Hendra menggantung. Sungguh aku sangat penasaran sekarang. "Untuk sang pangeran, silahkan naik ke atas panggung!" sambungnya. Laki-laki yang begitu aku kenal, dia menyibak tirai belakang panggung dan melangkahkan kaki menuju tempatku berdiri.
"EHEM! EHEM!" deham para siswa.
Apa yang sebenarnya terjadi?
Dia menggenggam tanganku. Tangannya begitu dingin. Aku tahu, pasti Denis tengah tegang. "Er," panggilnya. Aku sengaja diam dan tak menjawabnya. Seketika, suasana lapangan yang gaduh menjadi senyap tanpa suara."Aku udah lama memendam rasa ini, Er. Tapi laki-laki sepertiku sama sekali tak mempunyai keberanian untuk mengungkapkannya. Dan sekarang aku siap. Will you be my lover?" Aku menatapnya lekat tanpa mengeluarkan sepatah kata. Sepertinya dia tengah bingung saat ini.
Perlahan aku melepaskan genggaman tanganku. Wajahnya yang begitu khawatir membuatku ingin tertawa, tapi aku menahannya dengan menampilkan ekspresi datar.
"Denis Ardiansyah." Aku masih setia berdiri di hadapannya. Dia menatapku, dengan menerka-nerka apa yang sedang aku pikirkan. Sebelum aku melanjutkan ucapanku, dia sudah terlebih dulu berucap.
"Jangan memaksakan semuanya, Er. Aku sudah tahu jawabannya," ucapnya membuatku menaikkan sebelah alisku."TERIMA! TERIMA! TERIMA!" teriak para siswa dengan semangat.
"Aku mau," lirihku, tapi sepertinya Denis masih bisa mendengarnya. Dia terlihat tak percaya dengan jawabanku.
"Apa, Er?" tanyanya.
Tanpa basa-basi, aku memeluknya erat. "AKU MAU!"
Aku masih nggak bisa percaya. Seorang yang selama ini aku sukai ternyata juga menyukaiku. Sampai-sampai berani menyatakan cintanya di hadapan semua siswa. Aku Erika Damayanti, menyatakan tanggal 14 Februari adalah hari paling membahagiakan dalam hidupku.
TAMAT

KAMU SEDANG MEMBACA
(not) Perfect
Historia Corta[KUMCER] 'Between Us' "Kenapa?" bingung Cholin. Dia membuka mata karena tak kunjung merasakan ada benda kenyal yang mendarat di area wajahnya. "Alisa." Ternyata ada Alisa yang tiba-tiba hadir di seberang sana sedang menyaksikan mereka. "Sepertinya d...