Part #1

101 24 7
                                    

"Ini sudah mobil ke tiga hari ini, kira kira kemana ia akan membawaku ya?" Batinku sambil menatap jalanan yang berdebu.

Mentari sudah nyaman berada di atas kepala, ia sudah benar benar tidak mempedulikan gumpalan kapas kutih yang menghalanginya beberapa kali, bahkan keberadaan mereka seakan tak dapat menghentikan sang mentari untuk enyah dari singgasananya.

Hari jadi semakin panas, dapat kusaksikan mobil yang kutumpangi melaju dengan sangat kencang di jalanan mati ini.

Beberapa fatamorgana juga telah kami lewati begitu saja, aku tak dapat membayangkan sepanas apa aspal diluar sana sampai sampai tercipta fatamorgana di sepanjang jalan.

Untungnya aku ada didalam sebuah mobil ber AC milik seorang pria yang baik hati, ia memberiku tumpangan karena tak kuasa melihatku berjalan sempoyongan di pinggir jalan sambil membawa sebuah tas berukuran besar.

Tapi ini memang tujuanku, bahkan ini sudah menjadi hobiku untuk melakukan sebuah perjalanan dengan menggunakan metode Hitch - hike. Yakni menumpang pada setiap kendaraan yang kutemui, baik itu truk terbuka ataupun mobil yang kutumpangi. Dan menumpang secara gratis tentunya.

Contohnya seperti hari ini, aku merasa sangat beruntung karena dapat menumpang pada mobil ber AC, karena biasanya aku hanya menumpang pada truk bak terbuka, yang memungkinkan bagiku untuk kepanasan dan merasa haus.

Mungkin akan terasa aneh bila ada seseorang yang menumpang pada mobil orang lain yang tidak dikenal, jangankan kenal ketemu aja belum pernah.

Apalagi kalau dilakukan seorang diri dan tanpa tujuan oleh gadis sepertiku.

Tapi bagi seorang Hitch hiker sepertiku hal ini sudah biasa, dan sebagai seorang Hitch hiker, aku tentunya harus menjadi seorang yang mudah bergaul, dan senang bersosialisasi.

Biasanya untuk menebus rasa terimakasih kepada mereka yang telah bersedia memberikan tumpangan, aku akan memberikan rokok atau mungkin minuman kaleng kepada mereka.

"Sudah Hitch hiking mulai kapan?" Pertanyaan itu seketika membuyarkan lamunanku. Pertanyaan itu berasal dari orang yang mengemudikan mobil ini, ia bernama Pak Rama, ia hendak pergi ke pelabuhan, ia pergi bersama istrinya.

"Engg, semenjak habis kuliah, cuman buat ngisi waktu luang aja pak" Jawabku sambari melihat raut wajah Pak Rama dari kaca spion.

"Wisudanya sudah lama apa masih baru dek?" Kali ini istri Pak Rama yang bertanya padaku.

"Baru aja, masih dapat seminggu lebih dua hari hehe" Rasanya sangat beruntung dapat tumpangan yang orangnya ramah seperti Pak Rama dan istrinya, bahkan mereka memberiku roti dan minuman.

Pak Rama dan istrinya duduk di kursi bagian depan sementara aku sendirian di belakang jadi aku bisa leluasa bersandar tanpa harus merasakan sempit sesak. Dan untungnya lagi mereka mempersilahkanku untuk selonjoran, tapi aku tidak melakukannya karena menurutku tidak sopan.

Jadi aku memilih untuk berbincang bincang dengan mereka dan menikmati indahnya pemandangan alam di sepanjang jalan, meski di sepanjang jalan tidak ada indah indahnya, yang ada hanya pasir dan bukit kapur yang panas, bebatuan dan juga burung yang berterbangan dengan bebas kesana kemari.

"Wah, bareng sama anak saya dong" Balasnya dengan ramah.

"Beneran Tante?" Tanyaku dengan semangat.

"Iya, tapi habis wisuda ia mau menghabiskan waktu sama teman temannya, makanya dia nggak ikut sekarang"

"Yah namanya juga masa muda te" Balasku. Kemudian kami tertawa bersama, dan tawa kami terhenti saat mobil yang dikemudikan oleh Pak Rama mulai memasuki daerah yang aspalnya rusak parah, berlubang lubang, dan penuh dengan batuan besar.

THE LEGEND OF DIAMONDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang