Part #6 • Dunia Kelabu

36 13 12
                                    

Sambari terus mendekapku dengan tangan kanannya ia bisa dengan lihainya menghindari reruntuhan seakan tidak peduli dengan keselamatannya.

Puing puing besar dapat ia hindari dengan mudah layaknya seorang ninja yang tengah menghindari lawan lawannya.

Ia begitu fokus akan runtuhan yang berada didekatnya sampai ia tak sadar kalau ada runtuhan yang berukuran begitu besar jatuh menuju kearah kami.

Aku mendongak dan secara sontak aku berteriak kencang, membuatnya langsung menatap tajam kearah runtuhan tersebut.

Dengan cekatan ia mengarahkan tangan kirinya kearah runtuhan raksasa tersebut cahaya putih muncul dari telapak tangannya dan menahan runtuhan tersebut agar tak mengenai kami.

Seketika runtuhan  itu berhenti seperti tertahan oleh sesuatu.

Aku yang merasa ketakutan segera menutup kedua mataku menggunakan kedua tangan dan mengintip dari sela sela jari.

"HRRRHH" Erangnya sambari mendorong puing itu keatas dan benar saja puing raksasa itu terlempar dan hancur berantakan.

Rasa takut sekaligus takjub seketika bercampur menjadi satu.

Dari sela sela jariku dapat kupandang wajah pemuda itu.

Ia berambut cokelat gelap, dengan dua manik indahnya yang berwarna biru.

Tatapannya begitu tajam, seakan menggambarkan jati dirinya.

Ia berpakaian putih layaknya seorang raja, ditambah badannya yang kekar nan tinggi.

Tapi siapa dia?

Siapa?

Tanpa sadar aku menurunkan kedua tanganku dan menatapnya kagum untuk beberapa saat.

Dan alangkah terkejutnya aku saat ia balik menatapku.

Hal itu mampu membuatku merasa tertimbun oleh ribuan rasa malu yang berkecamuk dalam hatiku.

Seakan tak peduli ia mengarahkan tangan kirinya kebawah. Seketika tercipta sebuah cahaya putih yang kemudian membentuk sebuah Octagon dengan simbol berlian dengan warna yang berbeda beda disetiap sisinya.

"Sepertinya aku pernah melihat Octagon itu sebelumnya, tapi dimana? dimana aku pernah melihatnya?" Batinku.

Sang pemuda menghentakkan kakinya. Membuat benda itu bercahaya, sekelilingku seketika berubah menjadi putih. Rupanya pemuda itu hendak membawaku menuju suatu tempat.

Cahaya putih yang menyebar disekeliling kami berlahan meredup dan menampilkan pemandangan yang sangat familiar bagiku.

Rupanya sang pemuda membawaku pulang.

Pulang ke rumahku sendiri lebih tepatnya.

Sambil terus mendekapku dengan kedua tangannya ia berjalan kearah ranjang milikku dan merebahkanku disana.

Ia memandangku dengan tatapan aneh.

Tapi lebih terlihat seperti tatapan marah bagiku.

Mendadak rasa kantuk menyerangku dan membuatku terlelap dalam pelukan bunga tidur.

Melihatku yang sudah tertidur ia pun berbalik, seketika cahaya putih kembali datang mengitari sang pemuda kemudian ia hilang dalam sekejap mata meninggalkanku yang tengah tertidur.

~


Bisikan hujan dan dinginnya udara pagi membuatku terhenyak mereka seolah memaksaku untuk mengucap selamat tinggal dan melambai pada sang permata tidur.

THE LEGEND OF DIAMONDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang