Part #2 • Samudra Tak Berujung

49 21 6
                                    

Langit malam menguasai, cahaya rembulan terhalang oleh gumpalan mega mendung di angkasa.

Deburan ombak semakin liar dan menjadi jadi, bergulung datang dan terhempas pergi.

Ini tidak seperti yang aku inginkan. Jika keadaan begini terus akan sulit untuk menemukan keberadaan pulau itu.

Dengan terus menggerutu kuturuni dermaga yang kala itu dipenuhi dengan ubur ubur yang menyala biru.

Aku tidak ingat kalau ada ubur ubur sebanyak ini di sepanjang dermaga. Seingatku tidak ada seekorpun dari mereka saat aku bersama Pak Rama dan istrinya tadi.

Lalu dari mana datangnya mereka semua?

Kuputuskan untuk menuruni dermaga melalui batuan besar di tepian sana.

Kuletakkan tasku dan bersiap untuk melompat turun.

Namun seorang nelayan tua yang hendak melaut menghentikanku. Ia berkata bahwa turun ke laut dimalam hari sangat berbahaya.

Dikarenakan saat itu ular laut keluar dari persembunyiannya dan mulai mencari mangsa.

Syukurlah nelayan tua itu memberi tau tentang hal ini. Jika tidak mungkin aku sudah tergigit oleh salah satu dari mereka dan entah apa yang akan terjadi padaku jika mereka benar benar menggigitku.

Nelayan tua itu. Ia sosok yang baik hati. Ia menanyakan keadaan dan tujuanku dengan ramah.

"Saya sedang berkelana, dan saya ingin menyusuri lautan ini, dan saya sedang mencari tumpangan" Ungkapku dengan sopan pada nelayan tua itu.

Saat mengetahui bahwa aku sedang mencari tumpangan ia pun menawarkan agar aku menumpang pada perahunya.

Dengan senang hati kuterima tawarannya dan kami bersama beberapa orang nelayan  lainnya mulai melakukan pelayaran. Mereka menjauhi daratan dan semakin mendekati samudra.

Prahu yang dimilikinya juga lumayan besar dan muat untuk ditumpangi delapan orang. Dan ada ruang untuk beristirahat disana.

"Cuaca mendung begini, apa nggak bahaya kalo tetep berlayar?" Tanyaku pada nelayan tua yang ternyata bernama Amar.

"Nggak papa kok non, saya sendiri juga sudah biasa" Ujarnya tenang.

Aku mengangguk senang.

"Bapak mau rokok nggak?" Tanyaku lagi sambil merogoh tas dan kemudian menyodorkan sekotak rokok yang kubawa.

"Boleh non, terimakasih." Ujarnya senang, kemudian mengambil sebatang.

"Lah, kok cuman sebatang, semuanya juga nggak apa kok pak, sekalian buat teman teman bapak"

"Terimakasih loh non, saya pikir non ngerokok haha"

"Nggak kok pak, saya sengaja beli memang buat jaga jaga, saya kan suka ikut numpang di kendaraan yang lewat, kaya truk, nah saya biasanya ngasih rokok buat mereka" Tukasku sambil tersenyum.

"Ceritanya buat terimakasih ya" Ujarnya sambil memberikan kotak berisi rokok pada seorang temannya yang duduk di belakangnya.

"Bisa jadi pak" Ujarku kemudian terkekeh.

Pak Amar adalah nelayan asli disini. Ia sudah melaut selama tiga puluh tahun lamanya. Dan ia sudah terbiasa dengan ombak dan badai.

Prahu yang kami tunggangi semakin menjauhi daratan. Hanya menyisakan kilatan lampu penduduk di kejauhan.

THE LEGEND OF DIAMONDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang