•1•

5.4K 359 18
                                    

Debu yang dihempas tiupan angin malam. Anggapan itu terus singgah dalam kalbu.

"Yoongi, bersihkan ini semua!"

"Ne, eommoni."

Terasa kelu, bahkan ketika hendak mengungkap rasa dalam hati.

"Apa kau tuli? Cepat kemari, bodoh!"

"Aku ke sana sekarang."

"Palliwa!"

"N-Ne."

Menyesakkan, di saat tak ada orang-orang di sekelilingmu yang peduli.

'PLAK'

"Arh... mian, mianhaeyo, Eomma."

"Panggil lagi—"

'PLAK'

"Berani memanggilku lagi seperti itu, huh?!"

"Memang sampah sepertinya harus diberi pelajaran, Eomma."

"Maafkan aku..."

Tiap tetes air mata tak bisa mengukir satu senyum saja di sana. Sampai bulir bening ini habiskah ia harus menunggu?

"Tidak berguna."

"A-akan aku...bersihkan sekarang."

Hancurnya hati yang tertusuk ribuan kata menyakitkan. Dinginnya tatapan menghunus setiap orang yang memandang. Mereka selalu enggan, melarang, dan tak mengizinkan dirinya menyesap sedikit saja kasih sayang.

"Aku tak akan sudi menerimamu di rumah ini. Jangan pernah ganggu anak-anakku. Tinggallah sebagai orang lain dan ingat—"

Mata teduh yang seharusnya memberikan sebuah rasa menenangkan itu menatapnya dengan sorot begitu dingin.

"—kau itu cuma benalu—"

Perumpamaan yang berujung hal tak baik.

"—dasar parasit!—"

Selalu sesuatu yang merugikan.

"—kau itu harusnya mati."

Haruskah?

Mereka menganggapnya seburuk ini. Seluruh rasa menyesakkan kala itu tumpah ruah bersama harapannya. Cinta? Apa untuk menerima cinta mereka, ia harus sehancur ini?




To Be Continued...

REACH • [MYG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang