•10•

2.3K 246 43
                                    

Keadaan Yoongi hari ini sedikit membaik. Namun Seokjin belum mengizinkan anak itu melepas infusnya. Hal tersebut membuat Yoongi protes, meski pada akhirnya ia menuruti perkataan Seokjin Uisa karena tubuhnya masih lemas.

"Sampai kapan aku harus menggunakan infus ini, Hyung?" tanya Yoongi dengan nada tidak sabar.

Seokjin tersenyum tipis, "Aigoo, kau masih harus menggunakannya sampai habis."

"Sekantung besar ini?"

"Tentu saja!"

"Tidak bisakah kau melepasnya sekarang, Jin Hyung? Benar-benar tidak bisakah?"

"No no."

"Benar-benar—tidak—bisa?" diulang kembali ucapannya dengan penekanan.

"Eung."

Yoongi mendengus pasrah. Setelah itu menurunkan tangan yang baru saja ia sodorkan pada dokter muda di hadapannya. Jujur, Yoongi tidak suka rasa berkedut di punggung tangan ini. Diinfus itu ngilu. Lama-lama bekas tusukan di punggung tangannya bertambah banyak karena terlalu sering mendapat infusan. Tetapi apa boleh buat. Jika tubuh tidak mendapat asupan nutrisi sama sekali, seorang manusia bisa mati. Parahnya ia seharian penuh tidak memakan apapun kemarin.

Seokjin memandang Yoongi. Lalu menyadari anak itu sedikit meringis.

"Kenapa? Infusnya tidak nyaman?"

Ditanya begitu oleh sang dokter, Yoongi langsung terkejut dan melirik ragu.

"Ne?" sahutnya lantas mengatupkan bibir. Mencegah Seokjin melihat ringisannya.

Dokter muda bernama Seokjin itu tersenyum lagi. Jelas-jelas ia melihat Yoongi sedikit tidak nyaman. Beberapa saat menatap raut canggung Yoongi, Seokjin mengusap pucuk kepala anak itu sayang.

"Hanya ini, Yoon. Setelah satu kantung ini habis aku akan melepaskannya dari tanganmu. Tapi kau harus janji nanti makan dengan banyak, ya?" jelasnya.

Seokjin mengusap lengan Yoongi, melanjutkan, "Kau juga barus berjanji tidak akan datang padaku dengan keadaan seperti kemarin. Jika obatmu habis, maka segeralah menghubungiku. Jika tubuhmu sakit, segera minum obat itu dan datang kemari setelah tubuhmu sedikit lebih baik. Dan tolong jangan lukai lagi tubuhmu. Jangan datang sendirian lagi seperti kemarin. Biar aku yang kali ini datang padamu. Jangan menahan semuanya terlalu lama... bahkan tubuhmu masih terluka..."

Ucapan tersebut terdengar lembut dan merendah di akhir. Sampai-sampai Yoongi memandang Seokjin dengan beberapa kali kerjapan bingung.

Ia tahu kalau beberapa lebam masih membekas. Juga paham betapa parah ia datang pada Seokjin Uisa kemarin. Ia pun tidak pernah mendapat perhatian seperti ini. Mereka selalu membentaknya. Menyalahkannya atas ketidak sengajaan kecil yang Yoongi perbuat. Bahkan tidak segan menorehkan berbagai luka kasat mata di tubuhnya. Yoongi sudah terbiasa menghadapi hal-hal kejam, hingga tidak mengerti balasan seperti apa yang harus ia berikan saat mendapat perlakuan lembut dari Seokjin Hyung.

Tanpa sadar, bibir tipis itu menyunggingkan lengkungan yang sama perlahan-lahan. Yoongi tersenyum begitu samar.

"Ne Hyung," jawabnya pelan.

Seokjin mengacak pelan pucuk kepala Yoongi. Tidak menyangka jika ia berhasil melihat senyuman manis dari wajah kuyu itu sekarang.

"Good boy!"

Usakan di kepalanya berasal dari telapak tangan Seokjin yang tidak henti memberi rasa nyaman di sana. Yoongi mencoba terjaga dari tidurnya. Ia hanya ingin menunggu dokter muda itu keluar dari ruang rawat sebelum dirinya tertidur. Sebab jika tertidur sekarang, tindakan itu tidak sopan bagi Yoongi. Namun bukan Seokjin namanya jika mempermasalahkan hal tersebut.

REACH • [MYG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang