Dokter Kim datang terburu ke ruang gawat darurat bersama para perawat. Ia baru mendapat kabar dari tim di ruang ICU bahwa seorang pemuda bernama Min Yoongi dalam keadaan kritis. Sehingga tanpa memastikan terlebih dahulu kondisi seperti apa yang akan Seokjin hadapi, mendengar nama Yoongi, dokter muda tersebut segera melesat ke ruang ICU.
Sesampainya di tempat Yoongi, Seokjin bergegas membuka tirai penutup bilik ICU dan menemukan hidung Yoongi telah dipasangi selang oksigen dengan kedua mata anak itu yang memejam paksa.
"Apa dia mengalami sesak napas?" tanya Seokjin pada perawat yang sudah siap siaga di sana.
Suster pemasang selang mengangguk padanya putus-putus, "Napasnya sangat lemah, Uisanim."
Seokjin memberi kode agar para perawat menberi ruang untuknya. Ia pun memasang stetoskop, menurunkan dan menahan kerah kaus Yoongi sampai mengekspos dada, agar mata stetoskop menempel tepat di dada lelaki tersebut.
"Yoon? Kau mendengarku, Min Yoongi?"
Melihat Yoongi yang mengernyit samar setiap Seokjin sedikit menekan stetoskop, Seokjin mencoba memanggilnya. Berharap Yoongi menjawab panggilan itu.
"Hmnghh... Hyunghh...."
Lenguhan mencuat lirih dari bibir pucat Yoongi. Setelah itu, tubuhnya menggeliat tidak nyaman sambil sebelah tangan mulai terangkat demi menjangkau area kepala.
Buru-buru Seokjin menahan tangan Yoongi agar tidak mencengkeram daerah yang sakit.
"Yoon! Yoongi!" dipanggilnya Yoongi agar membuka mata.
Beberapa saat tak mendapat respon berarti, tatapan Seokjin beralih ke sekitar.
"Kalian sedang menunggu apa?! Segera ambil obat kemoterapi!" pekik Seokjin pada perawat di sekitarnya.
"Yoon, Min Yoongi!"
Seokjin menepuk pipi Yoongi agar anak itu tetap terjaga.
Bilik ICU tempat pemuda bernama Min Yoongi seketika bising. Suara-suara perawat yang bergantian memindahkan alat dan berdatangan mengambil alat baru sesuai perintah Seokjin saling menyahut. Sambil sang dokter mengusap lembut kening Yoongi dan menahan agar salah satu tangan anak itu tidak menyakiti area kepala. Oh, tangan Yoongi yang lain terlihat terluka, seperti bekas dikenai sesuatu yang panas sehingga Yoongi tak mampu mengangkatnya karena perih. Lalu suster datang membawa suntikan yang cukup besar dan satu ampul berisi cairan obat.
Ampul kemoterapi diberikan pada Seokjin. Setelahnya infus mulai dipasang juga di punggung tangan Yoongi. Lirihan di bibir pucatnya masih terdengar beberapa kali. Seokjin pun berusaha secepat kilat untuk memasukkan seampul cairan itu ke dalam suntikan.
"Apakah sakit di kepalamu tidak tertahankan, Yoon?" tanya Seokjin lagi, cemas.
Masih menyempatkan diri bertanya, karena ia sungguh tidak ingin memberi suntik itu lagi pada Yoongi, sebenarnya.
Namun Yoongi mengangguk susah payah.
"Ap...pho..."
Seokjin menghela napas cemas, "Kalau begitu tahan sebentar, ya?"
Melihat napas pasiennya yang tinggal satu-satu, Seokjin sungguh khawatir. Namun untuk melihat Yoongi menahan reaksi obat tersebut, Seokjin juga tidak kuasa menyuntikkannya lagi.
"Suster."
Dokter Seokjin pun menyerahkan tabung berjarum di tangannya pada perawat senior. Walau mendapat tatapan heran dari sang perawat, Seokjin terus menyodorkan suntik itu, memberi kode agar sang suster lah yang menusukkannya pada selang infus Yoongi. Ia memilih untuk berjongkok dengan satu tumpuan kaki sekarang, memposisikan tubuh setengah duduk agar sejajar dengan tempat Yoongi berbaring. Lalu ia menyingkirkan peluh yang muncul semakin banyak serta mengusap-usap rambut Yoongi supaya pasiennya lebih tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
REACH • [MYG]
FanfictionTatapan sendu yang semakin meredup oleh waktu. "Dasar tidak berguna." Begitu perih lubuk hatinya diacuhkan oleh keberadaan semu. "Kau bukan bagian dari keluarga ini." Segala usaha dilakukan hingga titik hembusan napas terakhir. "E-Eommoni, boleh aku...