Well... aku kembali. Hai semua. Aku masih hidup.
Aku... yah, akan kuceritakan apa yang terjadi. Aku mulai gemetar memikirkan apa yang akan kutulis di bawah, tapi aku harus menyelesaikannya.
Setelah aku mengepost update terakhirku, itu saatnya untuk pergi. Aku sudah mempersiapkan ini begitu lama hingga sulit sekali untuk percaya bahwa aku tinggal menekan submit. Aku tak bisa membalas komen-komen di part 7. Maaf. Aku harus melihat reaksi David.
Aku mengantongi ponselku dan melihat David dari seberang jalan. Dia sedang menikmati makan malamnya seperti yang kubilang di postinganku. Dia langsung mengangkat kepalanya dan menyambar ponselnya dari atas meja. Aku melihat ponselnya mati saat aku mengepost sebelumnya jadi aku tahu dia memasang pengingat.
Aku melihat matanya menelusuri postingan dengan ingin tahu. Lalu matanya melebar dengan perlahan. Aku tahu saat dia sampai di bagian favoritku, karena dia langsung membelalak dan mengedarkan pandang ke seisi restoran. Dia membungkus sandwichnya dan berjalan cepat keluar restoran, matanya meneliti jalanan seraya masih mencuri pandang ke ponselnya, berusaha tetap membaca.
Itu adalah adegan yang sangat memuaskan. Membuatku nyengir sendiri setiap memikirkannya.
Aku tidak membuntutinya. Aku memilih menunggu email yang sudah pasti datang.
Kalian ingin tahu kenapa David begitu ketakutan dengan ancaman perilisan informasiku? Dia takut karena internet adalah suaka tempatnya berlindung. Dia sangat berkuasa di sana. Saat kami mengobrolkan taruhan kami, dan lama setelahnya, aku masih buta komputer dan dialah yang menguasai area itu. Dan sekarang aku bisa melacaknya di tempat teramannya. Sebelumnya aku begitu lemah dan menjadi target empuk untuk permainannya. Sekarang dia khawatir melihat betapa seriusnya aku melawan balik dan mengancamnya.
Emailnya datang saat aku masih bisa melihatnya berjalan menjauh.
"Halo, Zander. Bravo, tapi aku tak ingin bertemu di tengah keramaian," tulisnya.
Sejujurnya, aku menulis Welles Park karena aku tahu dia akan meminta pergantian lokasi jika di tempat umum, dan aku tak ingin menyebarkan alamatnya secara online. Aku tak ingin ada orang yang datang dan terluka. Maaf sudah berbohong. Aku akan meminta maaf karena sudah banyak sekali berbohong di akhir post ini nanti.
Aku memberitahunya bahwa akan kuberikan alamatnya 15 menit sebelum waktunya bertemu. Dia tidak merespon. Aku tak ingin memberinya alamat terlalu cepat sehingga dia bisa menyiapkan jebakan. Harusnya dia membalas dengan lokasi yang dia inginkan, tapi dia tidak melakukannya.
Aku berdiri. Saatnya pergi ke gudang dan menunggu.
Lokasi yang kupilih ini dulunya adalah gudang sesuatu. Aku tak peduli dulunya digunakan untuk apa, aku hanya memilihnya karena terbengkalai dan tak dijaga. Jika David akan berbuat bodoh, yang mana pasti akan dia lakukan, aku tak ingin ada saksi mata tak bersalah yang sedang lewat.
Aku naik Uber ke pinggiran kota sejauh beberapa blok. Ketika Ubernya pergi, aku berjalan ke gudang.
Saat aku sampai, sudah hampir jam 21.00. belum Benar-benar gelap, tapi sudah menuju ke sana. Aku berjalan mengelilingi perbatasan gudang, mencari tanda-tanda David akan mengalahkanku di sana. Tak kutemukan tanda seperti itu.
Aku mendekati pintu samping dan menarik kunci dari sakuku. Aku melepas rantai dari handel pintu dan menyimpannya di balik pintu saat melangkah masuk. Atmosfernya berubah dari malam tenang sebuah kota menjadi sebuah makam.
Pabrik itu punya sebuah lantai yang sangat luas dan terbuka. Tinggi di atasnya, melintang catwalk (jembatan kecil untuk lewat) yang membentang di sepanjang kasau ke arah kantor manajer gudang, yang mana adalah sebuah kubus logam yang digantung di salah satu ujung gudang.
Kerangka rak yang terbengkalai memisahkan space kosong yang ada. Krat dan palet tersebar di sana dan di sini, menyediakan tempat untuk bersembunyi. Aku sudah datang ke sini sebelumnya dan mengaturnya sedemikian rupa untuk jaga-jaga jika terjadi adu tembak.
Itu juga ketika aku merantai semua pintunya. Terdapat empat jalan masuk ke gudang, tidak termasuk jendela yang dekat langit-langit. Aku sudah merantai semua pintu kecuali tempatku masuk. Ini adalah terowonganku. Jika kau pernah berburu untuk permainan hidup-mati, kau tahu apa yang kubicarakan.
Tak ada yang bisa dilakukan selain menunggu sekarang. Aku mengirim alamat padanya jam 21.45.
Derak dari arah depan memberitahuku bahwa dia sudah tiba. Dia terlambat setengah jam, yang mana adalah usahanya untuk membuatku gelisah. Pintunya bergerak berulang kali, tapi rantainya menahannya tetap tertutup. Sudah gelap sekarang. Hanya ada cahaya remang di jendela yang datang dari lampu jalan bergaya industri di luar.
"Bagaimana aku bisa bertemu jika kau tidak membiarkanku masuk?" David memanggil dari luar. Dengan segala persiapanku, aku masih merasakan rambut di tengkukku berdiri. Inilah waktunya.
David mencoba ketiga pintu yang ada. Dia melewati satu-satunya pintu yang tak terkunci hingga akhirnya terpaksa memasukinya. Dia tahu sedang di terowongan macam apa dirinya, tapi tak ada pilihan untuknya. Jendelanya terlalu tinggi dan akan membuatnya jatuh parah jika melewatinya.
Pintu samping terbuka perlahan dan masuklah David Bajingan King. Aku diam di tempatku di balik tumpukan krat kayu dan palet. Jika dia ingin menembak, aku tak ingin jadi sasaran empuk.
Tepuk tangan pelan menggema di ruangan.
"Kerja bagus," David memuji. Aku mengintip dari balik palet untuk melihat pintu di belakangnya tertutup. Dia sendirian.
"Di mana dia?" aku berteriak agar bisa terdengar.
"Aku sangat kagum padamu, Zander. Benar-benar tak bisa ditebak." Dia menarik ponsel dari sakunya, membuat dinding di belakangnya tertimpa cahaya. Dia mulai membaca.
"'Fuck you, David.' 'Hashtag, Fuck David King.' 'Zander, kau bajingan pintar.' 'Ambil lagi cewekmu!' 'Kami akan mendatangimu, David.' Ribuan darinya, hampir semua mengatakan hal serupa! Bagaimana rasanya punya orang yang mendukungmu? Merasa lebih siap untuk melawanku sekarang?"
"Di. Mana. Dia?" aku mengeja.
David mengetuk pintu di belakangnya dan pintu itu terbuka. Dengan langkah terseret masuklah Katie. Wajahnya merah dan berkliau oleh air mata. Lakban mengitari kepalanya beberapa kali, menutup mulutnya. Pergelangan tangannya juga terikat. Begitu juga dengan kakinya, meski dibuat sedikit longgar sehingga dia masih bisa melangkah kecil-kecil. Sebuah lengan tebal melingkar di lehernya ketika seorang pria tinggi pirang dengan rambut keriting memandunya masuk ke dalam ruangan.
"Kubilang tinggalkan temanmu!" aku berseru. Menciptakan gaung.
"Jika kau tak ingin dia di sini, bunuhlah," kata David.
Aku tidak merespon. Dasar-keparat-terkutuk.
"Jadi, Zander, kau ingin bagaimana kita melakukannya? Kau yang menjalankan pertunjukan ini," David memanggil, melihat berkeliling gudang.
"Berikan Katie dan pergilah."
"Maaf, aku tak punya jaminan kau tak akan menyebarkan informasinya kalau seperti itu. Keluarlah dan kita diskusikan syaratku."
"Kau pikir aku mau?"
David memandang rekannya, dan rekannya menggunakan satu tangannya yang bebas untuk memukul Katie. Katie menjerit sekeras yang dia bisa lewat lakban di mulutnya dan terhuyung, tapi si pria pirang tetap menahan lehernya.
"Kita bisa melakukan ini semalaman," David nyengir.
Aku berdiri. Tempatku bersembunyi ada di sisi kiri David, jadi aku berjalan dalam setengah lingkaran sampai bisa lurus di depan David.
"Mendekatlah," dia menyeringai.
Aku melangkah maju sampai kami berjarak sekitar dua meter.
"Lihat perubahanmu," dia menyeringai. "Rambutmu keren. Harusnya kau selalu mewarnainya lebih gelap. Kau sangat tenang sekarang! Begitu yakin! Masa pelarian telah mengubahmu! Kukira kita sama-sama menaikkan batas minimal usaha dalam waktu pelarian ini, bukan begitu? Dan mungkin kita bisa saja menghindari semua kekacauan ini. Tapi sekali lagi, semua ini begitu menyenangkan."
"Cepat kita selesaikan ini," aku menggeram.
"Kenapa kasar begitu," David berkomentar. "Apa syarat pertamamu?"
"Dia pergi," kataku, menunjuk si pria pirang.
"Oke," David mengangkat bahu. Sebelum aku sempat memahami yang terjadi, dia sudah menarik pistol dari saku jaketnya dan menembak si pria pirang tepat di kepalanya. Si pirang roboh, membawa Katie bersamanya. Katie menjerit tertahan dan melepaskan dirinya dari tubuh si pirang, menyeret dirinya ke belakang di sepanjang lantai. Dia bersandar ke dinding dan diam di sana, matanya melebar.
David melihat ke mayat di bawahnya sebelum dengan perlahan berbalik padaku.
"Giliranku."
Astaga. Akhirnya semua itu membuatku sadar siapa diriku sebenarnya. Aku mungkin paham dengan David King, tapi aku tak akan pernah bisa menyamai kegilaannya. Aku bisa mati malam ini, tak peduli apa aturan David.
"Tunjukkan datanya padaku," dia berkata. "Itu syarat pertamaku. Aku ingin tahu apa yang akan kau rilis biar aku tahu pertukaran ini memang layak dilakukan."
Aku berusaha menyembunyikan tanganku yang gemetar saat menarik teleponku keluar. Aku masuk ke draft email yang kutulis di akun sekali pakai tempatku menyimpannya lalu mengirimkannya ke David.
"Kukirim padamu," kataku. David tersenyum meyakinkan.
Secepat kadal, dia berbalik dan menarik Katie dari lantai. Katie berteriak saat David menahannya di depan tubuhnya.
Aku menarik keluar pistol Ruger SR45 dari sarung tersembunyi yang kukenakan dan mencoba untuk mendapat bidikan yang jelas. David begitu cepat dan telah membuatku terkejut, sehingga Katie sudah ada di depan David bahkan sebelum aku sempat memandangnya.
"Jadi kau sudah punya senjata," dia berkata dingin. "Aku tidak melihat partnya di dalam postinganmu. Santai saja, aku hanya ingin membaca dengan tenang."
Dia mengarahkan senjatanya ke kepala Katie dengan satu tangan sementara tangan lainnya membuka ponsel. Pikiranku berlomba, berusaha mencari tahu langkah selanjutnya. David berdansa masuk ke negosiasi penyanderaan yang kurencanakan sendiri dan kini mengambil alih.
Dia menggunakan waktunya untuk membaca datanya. Ekspresinya berubah cepat dari terkejut menjadi seringai.
"Yah," dia berkata, menyingkirkan ponselnya, dan kini menggunakan tangannya yang bebas untuk dilingkarkan di leher Katie. "Aku tak tahu kenapa aku tidak begitu peduli." Katanya tak acuh.
Katie tergagap saat David mengencangkan tangan di lehernya dan menempelkan bibir pistol ke pelipisnya.
"Ayo pindah ke tempat lain... yang lebih kecil," katanya, menengadah ke kantor manajer. "Aku tak ingin kau lari saat situasinya makin sulit. Kau duluan, Zandsand," dia berkata, mengedikkan kepala ke tangga di sebelah kanannya.
Pintu tempatnya masuk punya satu set tangga yang mengarah naik ke ruang manajer. Tangga itu menempel di dinding, lalu berbelok kiri ke ruang manajer. Set tangga yang lain pastinya ada di sisi seberangnya, cerminan yang ini, tapi yang itu sudah dibongkar dan kini terbaring di tumpukan.
Aku terus menatap David sementara berjalan ke arah tangga. Aku acungkan senjataku ke arahnya dan dia acungkan mulut pistolnya ke kepala Katie. Katie tersedu sambil mengamatiku.
Begitu mencapai tangga, aku membelakanginya dengan perlahan. David mengikuti begitu aku sudah setengah jalan.
Di puncak tangga, berdirilah pintu kantor. Ke arah kiri adalah kisi-kisi penyeberangan yang mengarah ke lantai, menyebar ke catwalk yang terbentang ke seluruh tempat itu.
Aku membuka pintu metal itu dan berjalan mundur masuk ke kantor. Perabot yang ada di dalam ruangan adalah dua meja berat yang terbuat dari kayu. Sisa ruangan kosong. Sebuah celah kecil jendela terbuka ke lantai gudang di bawah.
David mendorong Katie masuk ruangan dengan tangannya masih melingkar di lehernya dan menutup pintu di belakangnya. Aku mengikutinya dengan senjataku, berdiri di dinding seberangnya di mana pintu masuk kantor dari luar berada. Kantor itu cukup besar sehingga kami masih terpisah sejauh beberapa meter dari yang lain.
"Sekarang aku tak perlu cemas kau akan melarikan diri ke dalam kegelapan gudang. Meski petak umpet kedengaran seru, tapi aku tak punya waktu.
"Kau tahu, ketika kutemukan postinganmu, kukira itu semacam... terapi cerita untukmu. Tapi ternyata jauh lebih baik. Kau benar-benar mengejutkanku. Kau tumbuh dan berubah untuk berusaha mengalahkanku," David tersenyum. "Tapi kau belum cukup banyak berubah. Aku melihatnya di wajahmu dan di tanganmu yang gemetaran. Kau tetaplah dirimu, Zander. Kau mengubah penampilan luarmu, tapi di dalam dirimu kau masih punya motivasi yang sama, dan kelemahan."
Dia mengencangkan cengkeramannya pada Katie lagi.
"Aku tahu syaratmu selanjutnya adalah untuk melepaskan Katie, jadi aku akan melewati giliranmu. Aku tahu kau lebih memilih dia tetap menjadi tahananku daripada tertembak, jadi kusarankan kau untuk menurunkan senjatamu."
Aku tetap di tempatku. Aku ingin menembak tapi tak ingin mengambil resiko dia lebih cepat dariku. Aku yakin dengan bidikanku, tapi tidak dengan kecepatanku.
"Letakkan," dia berkata lagi. Aku bergeming.
Dalam gerak cepat, pistolnya meninggalkan pelipis Katie, satu tembakan ke lantai, dan kembali lagi ke pelipis. Katie terisak, panas pistol di kulitnya pasti sakit.
"AKU TIDAK MAIN-MAIN, ZANDER!" David berteriak.
Perlahan, aku menaruh pistolku di lantai dan menendangnya ke arahnya.
"Pilihan bijak," dia berkata kalem. "Sudahkah kau sadar kenapa kau bisa sampai di tempat ini?"
Wajahku sudah menjawabnya. Apa maksudnya? Tentu saja aku sadar!
"Kau pikir kau di sini untuk menyelamatkan Katie, padahal tidak. Dia sudah hilang lebih dari setahun yang lalu, dan kau hanya membangun kenangan tentangnya. Katie yang kau kenal sudah mati. Tapi bahkan bukanlah Katie alasanmu ada di tempat ini sekarang. Bukan, kau sudah lama menyerah untuk kebahagiaan bersama Katie. Ini bukanlah misi sang pahlawan menyelamatkan sang putri. Ini adalah serangan balas dendam pada sang naga."
Rahangku mengeras. Aku menolak untuk mengakui dia benar.
"Ini bukan soal menyelamatkan dia. Ini soal mengungguli kepintaranku. Menjaga Katie tetap aman hanyalah hasilnya," kata David, senyumnya mengembang. "Jadi, dengan begitu, kita di posisi yang sama sekarang. Ini soal adu kepintaran. Kau memulai dari kehidupan yang sederhana, lalu berkembang untuk mempertahankan diri, lalu melindungi orang yang kau cintai, dan sekarang kau tiba di tempat yang selalu kuharapkan selama ini: berjuang untuk menghancurkanku. Butuh dua tahun memang, tapi paling tidak kau berhasil. Kurang lebih.
"Bahkan jika Katie bukanlah alasanmu di sini, dia tetaplah sebuah kelemahan. Dan kukira tak akan ada bedanya jika itu adalah orang lain di hidupmu. Kau tetap punya kelemahan yang dapat menjatuhkanmu. Aku sudah belajar bagaimana cara menyingkirkan kelemahanku."
"Contohnya ibumu sendiri?" aku memotong.
"Dia adalah kewajiban," David berkata dingin. "Bukan masalah pribadi."
"Kau bajingan gila," kataku.
Pintu di belakang David terbuka dalam diam. Aku sudah melumasinya berjam-jam, memastikannya tak bersuara sama sekali.
"Aku bisa lebih gila lagi," dia berkata.
David mulai menarik pelatuknya, tepat saat dia disergap dari belakang.
Katie mengambur keluar dari cengkeraman sementara David berusaha menggunakan kedua tangannya untuk menahan dirinya sendiri. Pistolnya terlepas, tapi tembakannya mengenai dinding.
Katie berguling menjauh dari jangkauan David.
David mulai bangkit, tapi si penyerang berdiri lebih cepat. David, di atas tangan dan lututnya, menengadah memandang si penyerang.
"Ingat aku, ANJING?!" Clark menyembur, lalu membuat pukulan ke bawah ke sisi kepala David.
David tersungkur di lantai, tapi masih sadar. Dia menyambar kaki Clark dan menjeratnya ke lantai.
Aku menyerbu maju dan menarik Katie menjauh dari perkelahian. Aku menyeretnya ke luar pintu sebelum dia sempat berdiri lalu memotong lakban di tangannya dengan pisau saku yang kubawa. Tak ada waktu untuk melepas yang terlapis di kepalanya. Matanya melebar.
"Lari!" desisku. "Keluar! Polisi akan datang!"
Aku masuk ke dalam lagi untuk membantu Clark. Bukan reuni yang romantis, aku tahu, tapi masih ada seorang psikopat di sini.
David dan Clark bergulat di lantai, saling mengunci dan melempar pukulan. David lebih besar dan berhasil mendaratkan beberapa pukulan keras. Aku melihat dari balik bahuku, memastikan Katie menuruni tangga.
Aku berindap masuk, mengincar pistolku yang ada di samping pergumulan.
David melihatku dan menendang kakiku secepat tentakel yang keluar dari lautan. Aku tersandung dan membuat pistolnya terdorong ke pojokan saat terjatuh. Mendadak David mendorong Clark menjauh, membuatnya jatuh di atas salah satu meja. Aku melihat David melompat untuk mengambil senjatanya.
Aku menggeliat di lantai dan menendang. Jari kakiku mengenai pistol dan membuatnya meluncur menyeberangi ruangan.
Ada dua senjata di dalam ruangan, semua di sisi yang berseberangan. Kami berdua, dia sendirian.
Clark berguling dari atas meja dan menerjang David yang berlari mengambil senjatanya. Mereka berdua menabrak dinding. Aku merangkak mendatangi senjataku yang hanya berjarak dua kaki dariku. Ada benturan lagi di belakangku.
Jari-jariku melingkari pistol dan aku berputar di atas lantai, membidik ke arah mereka. Aku berbalik tepat waktu untuk melihat David mengirimkan satu tembakan pada Clark.
Tak ada keraguan saat aku menggerakkan pelatuknya. Aku mengenai bahunya. Dia menggeliat untuk menatapku.
Aku menembak lagi.
Dan lagi.
Dan lagi.
Dan lagi.
Bahkan setelah dia membentur ke dinding di belakangnya dan merosot, aku tetap menembak untuk membuatnya pasti. Untuk memastikan bajingan itu tak akan pernah bangun lagi.
Sebuah 'klik' di pistolku memberitahu bahwa peluruku habis. Sepuluh tembakan, dan setiap butirnya mengenai David Bajingan King.
Aku bernapas dan menjatuhkan pistolnya, membiarkan kepalaku jatuh tertunduk ke lantai. Jantungku berdentum. Seluruh tubuhku menggigil. Tapi aku belum boleh berhenti.
Dengan gemetar, aku berdiri dan tertatih mendatangi Clark. Dia meringkuk di dekat dinding, mencengkeram bahu kirinya. Darah merembes melalui jemarinya.
"Sial, dia menembakku," dia berkata dengan syok. Itulah saat sirine polisi mulai terdengar.
"Keluarlah dari sini," dia berkata padaku.
"Tidak, aku harus—"
"Aku akan BAIK-BAIK SAJA! Polisi akan datang kapan saja sekarang dan menolongku, pergilah! Larilah! Aku akan mengontakmu kalau sudah aman!" Clark berseru. "Pergilah! Aku tak akan membiarkanmu tertangkap lagi sampai mereka tahu fakta yang sebenarnya!"
Aku bergegas ke pintu, menyelipkan Ruger-nya kembali ke celanaku saat aku beranjak.
Aku berhenti di pintu.
"Terima kasih," kataku, memandang Clark.
"Pergilah!" dia berseru lagi.
Aku menuruni tangga dan berlari ke pintu terjauh bangunan. Aku melepas rantai lalu membukanya, mengendap di kegelapan malam. Aku berlari menyusuri jalur itu terus dan terus, memastikan jaraknya cukup jauh untuk lolos jika saja ada yang tak beres.
Aku pergi ke tempat persembunyianku sebelumnya dan berjongkok agar tak terlihat. Aku mengirim teks ke server tempat scriptku tersimpan dan memasukkan password untuk membatalkan pengiriman informasi. Tak ada orang ke dua, itu hanya gertakan. Kini tak ada alasan untuk mengirim informasinya pada kalian karena David sudah mati. Aku minta maaf, aku sangat menghargai banyaknya dukungan kalian untuk menghancurkan David, tapi sudah tak ada artinya sekarang. Aku mengira dia akan tetap hidup. Meski polisi pasti akan menemukan bukti nanti...
Aku juga memberi ketukan 'aku hidup' di trit Reddit untuk memperingatkan orang-orang bahwa aku selamat. Lalu, aku jatuh tertidur.
Pagi ini, aku berpikir lebih jernih dan merasa lebih baik. Aku makan dan minum banyak-banyak untuk melawan syok. Aku mulai membuat rencana akan pergi ke mana selanjutnya. Tidak aman berada di sini lama-lama.
Belum ada berita yang mengabarkan kejadiannya, tapi aku yakin ceritanya akan segera terdengar. Aku terus menempel aplikasi radio di ponselku sepanjang waktu hari ini dan bahkan aku sedang mendengarkannya sekarang, berharap mendapat perkembangan dari Katie atau Clark.
Terima kasih, Reddit. Kalian telah membantuku untuk tetap positif di beberapa hari terakhir dan meyiapkan perangkap ini. Akhirnya semua berakhir. Aku menyesali begitu banyak hal tentang apa yang kulakukan dan bagaimana reaksiku dulu. Harusnya aku melawan lebih keras agar tidak sampai seperti ini. Aku terlalu takut dan tidak begitu memahami David. Tapi aku paham sekarang. Hanya saja itu sudah tak penting lagi karena dia sudah tak ada.
Dari sini, aku akan melanjutkan pelarianku. Aku tidak berencana untuk kembali sampai Hernandez bilang jaksa penuntut sudah melenyapkan semua tuduhan.
Hernandez mencoba sekeras yang dia bisa untuk kembali ke rumah dan mengurangi bukti yang mengarah pada semua tuduhan yang ditujukan padaku. Kesaksian Clark tentang apa yang terjadi semalam harusnya bisa mengurangi kredibilitas dari klaim David. Ditambah, semua GoPro yang kami pasang di guduang itu dalam kondisi yang baik. Pengakuan David tentang ibunya adalah bonus yang tak terduga.
Aslinya, kami berniat untuk mengunci David di kantor manajer sampai polisi tiba. Clark sudah menelepon polisi sesaat sebelum dia menyerang. Keadaan telah mengubah semua rencana.
Beberapa dari kalian pasti bertanya-tanya 'bagaimana jika David tidak membawamu naik ke kantor manajer?' Kami punya beberapa rencana kemungkinan: hanya itu satu-satunya pilihan.
Bagaimanapun, semua rencana kami adalah untuk menangkap David, bukan membunuhnya. Itu adalah kemungkinan terakhir dan tidak ada dalam rencana manapun. Aku tak tahu akan bersiap untuk membunuh sampai kuarahkan senjataku ke David King.
Aku tidak sepenuhnya siap menghadapi fakta bahwa aku baru saja membunuh seseorang... Aku tak tahu harus bagaimana merasakannya, atau bertindak, atau berpikir, atau... apapun. Aku hanya merasa telah melakukan hal yang salah...
Lagipula, akan ada yang lain yang akan meyakinkan jaksa untuk menyingkirkan tuduhanku. Aku bohong sebelumnya saat Hernandez mengunjungiku di sel. Aku bilang dia tidak bisa membicarakan kematian Isaac, padahal dia memberitahuku. Mereka menemukan file video di komputer Isaac dari hari kematiannya.
Isaac sedang merekam dirinya sendiri saat bermain game untuk YouTube ketika ada benturan silverware di dapur. Dia tidak mem-pause perekamnya dan langsung pergi keluar untuk memeriksa.
David masuk ke dalam kamar dan mendorong Isaac ke rak buku. Dia menutup pintu dan kembali pada Isaac hanya dalam hitungan detik. Pembunuhannya hanya berlangsung dalam hitungan menit. David berjalan keluar, membiarkan pintunya terbuka lebar.
Kamera melihatnya kembali ke dalam kamar sambil membawa bantalku. Dia menahan bantalnya ke tubuh Isaac dan memukulinya berulang kali. Semua sel kulit mati di bantalku jatuh ke tubuh Isaac. Mereka menemukan jejaknya di tubuh Isaac, tapi videonya membuktikan bukan aku yang membunuhnya.
David berjalan keluar dan mengunci pintu di belakangnya. Dia membuat kesalahan dengan tidak memeriksa komputernya. Apa yang dia lihat di layar hanyalah sebuah game.
Aku dan Hernandez pernah saling kontak sekali saat di awal pelarianku. Aku bohong tentang itu juga. Ketika aku mengontaknya, dia mulai menangis lewat telepon, meminta maaf berulang kali. Dia bilang bahwa dia tahu, jika aku tetap di dalam penjara, yang mana pasti akan begitu, aku akan kehilangan begitu banyak waktu di hidupku ketika persidangan sudah dimulai, bahkan jika David nantinya akan jadi terdakwa begitu bukti-bukti bermunculan.
Dia menerima tawaran David dan meminta agar aku mendapat setengah dari $15.000 yang David bayarkan. David, seperti yang kalian tahu, hanya memberiku $2.000, tapi Hernandez berharap itu akan bisa membantuku bertahan dan menghindar dari penangkapan sampai dia berhasil memperjuangkan buktinya. Kami sampai ingin melaporkan suap David pada polisi.
Hernandez memberitahuku bahwa setelah pelarianku dari mobil, para polisi sangat curiga dengan keadaan selama pelarian diriku. Ada begitu banyak kejanggalan pada ceritanya, dan Hernandez yakin sudah menunjukkan semuanya pada bosnya. Banyak dari kalian menyadarinya juga. Cat yang mengelupas, adanya pembatas antara kursi depan dan belakang, gps di truk menandai keberadaannya, lokasi kecelakaan yang berhubungan dengan waktu David membunyikan alarm, dll.
David cukup putus asa untuk mengeluarkanku dari tahanan. Dia mengambil resiko dengan menyuap petugas dan meninggalkan begitu banyak rencana yang dia buat untuk membuatku keluar. David belum ingin permainannya berakhir. Jika aku dipenjara, maka selesailah sudah. Padahal masih banyak cara yang bisa dia lakukan untuk merusak hidupku.
Dia harus cepat mengambil tindakan yang akhirnya membawanya pada sebuah kesalahan.
Hernandez juga memberitahu bahwa ketika dia ke rumahku Jackson muncul. Dia datang dua hari setelah aku ditangkap dan segera dibawa untuk dimintai keterangan. Dia punya bukti dan saksi bahwa dia sedang bersama keluarganya selama beberapa hari.
Ketika ditanyai soal pembobolan dan pencurian, dia menceritakan kisahnya.
David mengetuk pintu saat Jackson sedang mengepak untuk pergi liburan. David bilang pada Jackson bahwa dia temanku dan ingin membantuku pindahan. Jackson membiarkannya masuk dan melanjutkan mengepak.
Dia sedang berjalan ke pintu dengan kopornya saat David memintanya untuk membantu mengeluarkan tivi. Jackson setuju dan mengeluarkannya bersama David. Lalu dia pergi dengan kopornya, meminta David untuk mengunci pintu kalau sudah selesai.
Itulah ketika dia mulai mencuri segalanya dan mengobrak-abrik rumah kami. Itu juga ketika Isaac keluar dan akhirnya terbunuh. Sekarang teka-teki kenapa pintu rumahnya terkunci dan tidak rusak sama sekali saat Clark pulang dan menemukan rumahnya dilucuti terpecahkan.
Tapi masih ada beberapa pertanyaan yang belum kutemukan jawabnya. Kami masih tak tahu apa yang dia lakukan dengan barang-barang yang dia ambil dari kami. Kami juga tak tahu siapa partnernya. Harusnya Hernandez akan menemukan jawabannya dalam beberapa hari dan memberitahuku.
Aku juga masih tak tahu bagaimana keyloggernya bisa di komputerku, atau kapan aplikasi pelacak terinstal di ponselku, atau bagaimana David bisa tahu nomor KTP, nomor SIM, dan semua informasi akurat untuk perusahaan kartu kredit itu. Begitu juga untuk pemalsuan yang dia lakukan pada orang tuaku.
Dan untuk Clark, perginya dia bertujuan untuk menjauhkannya dari David. Itu adalah ideku untuk membuatnya hilang dari hidupku agar dia tak lagi menjadi target. Tujuannya untuk melindunginya dari kegilaan David, dan juga dia bisa menjadi pendukungku dari belakang. Ibunya datang dan membayar uang jaminan, tapi dia jauh lebih pengertian tentang situasinya dan cemas seperti yang semua ibu lakukan.
Begitu aku memberi pesan pada Clark dan memberitahukan rencanaku tentang postingan series ini, dia langsung melompat untuk membantuku, dan tanpanya sekarang aku pasti masih mengamati David dan mencari saat yang tepat untuk menyerang.
Saat menyembunyikan informasi banknya pada sobekan kertas dan menyembunyikannya di kota, itu adalah idenya. Itu hanya untuk guyonan waktu David membaca series ini. Kami ingin melihat David mencarinya. Tapi dia tidak melakukannya, mungkin karena dia sedang dalam pelarian juga.
Persidangan Clark tidak berjalan lancar. Dia tetap dikenai tuduhan ringan untuk mencoret-coret rumah lama David. Seorang ahli didatangkan untuk menganalisa fotonya dan menyatakan fotonya asli dan tidak dipalsukan. Mungkin David sudah meminta seorang dewa photoshop untuk melakukannya, atau bisa jadi dia mengambil foto dengan sudut tertentu sehingga aku tidak termuat di dalamnya. Kami masih berusaha mencari cara untuk menyelesaikan masalah ini.
Katie, aku belum melihatnya lagi sejak pertemuan singkat dalam konfrontasi dengan David itu. Bagi kalian yang membaca series ini pasti rasanya hanya beberapa hari, tapi bagi kami semua, dia sudah hilang selama setahun lamanya. Aku tak tahu apa yang sudah David dan rekannya lakukan selama itu. Aku tak tahu kapan aku akan bertemu dengannya lagi karena aku masih dalam pelarian hingga tuduhanku dihilangkan. Bila tuduhannya sudah bersih, itulah saatnya.
Aku takut untuk bertemu dengannya. Aku tahu David yang melakukannya, tapi aku merasa bertanggung jawab. Aku bertanya-tanya apakah dia akan menyalahkanku. Aku bertanya-tanya apakah dia membenciku. Mungkin suatu hari aku akan tahu...
Apa yang David katakan membuatku tertohok. Aku menghabiskan banyak waktuku untuk memikirkannya hari ini. Dia bilang aku di sana karena dia, bukan karena Katie. Bahwa aku mengejar sang naga, bukan sang putri. Aku sadar dia benar. Aku sudah membaca beberapa tanggapan kalian dan aku setuju: aku tidak menulis banyak soal Katie di series ini. Jika ini semua tentang Katie, aku pasti akan menulis tentangnya lebih banyak lagi.
Fakta bahwa aku meninggalkan Katie untuk kembali bertarung sudah menjelaskan banyak tentang kenapa aku menyiapkan perangkap ini.
David benar. Ini bukan soal Katie. Katie hanyalah hasilnya. Itu membuatku merasa berdosa dan kotor saat memikirkannya. Mungkin lebih baik jika aku tak akan pernah melihatnya lagi. Dia tak mungkin mau melihatku.
Katie, jika kau membaca ini, jika kau bisa mengatasinya, aku minta maaf. Aku benar-benar menyesal.
Sekali lagi, terima kasih, Reddit. Kalian membantuku begitu banyak dengan dukungan kalian, dorongan, dan ketidaktahuan kalian dalam pembuatan perangkap untuk David ini. Aku tak akan menyelesaikannya tanpa kalian.
Dua tahun terakhir adalah neraka. Tapi akhirnya selesai sudah.
Kita mengalahkan David Bajingan King.

KAMU SEDANG MEMBACA
Nosleep
HorrorSekumpulan cerita yang berasal dari reddit r/nosleep yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. Beberapa cerita didalam sini sudah penulis rangkum dan bagi menjadi beberapa part untuk kenyamanan dalam membaca. Adapun cerita yang diterjemahka...