12. Miss U

26 8 4
                                    

Sudah seminggu sejak kepergian Ayah, namun Reno belum sepenuhnya sembuh. Lukanya masih menganga sekalipun lelaki itu mencoba kuat untuk dirinya dan sang Bunda yang juga sama terpuruknya.

Sejak pemakaman, Sir John juga tinggal di rumah Reno. Menemani keluarga barunya yang tengah berduka.

Reno mulai membenci semua hal yang berhubungan dengan militer. Tanggung jawab yang begitu besar dan juga merenggut nyawa pahlawannya. Ia juga sudah tak lagi menyentuh bola basket, yang selalu mengingatkannya kepada sang ayah. Ia mulai berkutat pada tumpukan buku-buku sang bunda. Hukum. Entah mengapa menenggelamkan diri pada tumpukkan buku hukum milik sang bunda membuatnya merasa tenang.

Mimpi itu masih ada, mimpi berdiri dengan tegap menggunakan seragam hijau dengan bintang di pundaknya. Hanya saja, mimpi besarnya itu juga mimpi buruk baginya.

Laura hanya bisa berdiam diri, Reno tak tersentuh. Lelaki itu sangat terluka dan tertutup. Seolah ada dinding kaca diantara mereka. Sejak kematian atah, Reno tak lagi sama.

Laura berjalan di koridor sekolah seorang diri, langkah kakinya menuntun ke arag ruang musik. Siapa sangka Yudis duduk disana, manatap kosong kearah piano.

"Ngelamun kak?" tanya Laura setelah duduk di samping Yudis.

"Lama tidak bertemu Ra." ucap Yudis, senyum mengembang di wajah tampan lelaki itu.

"Eum.. kakak banyak pikiran ya?" tanya Laura.

"Keliatan ya? Kamu juga, tumben gak sama pacar?" tanya Yudis

Laura mengerutkan keningnya bingung, "Pacar?"

"Iya, Reno. Anak basket yang kamu peluk di tengah permainan dan selalu bersama kamu." jelas Yudis.

Laura tertawa hambar, dulu orang-orang dapat salah mengira kalau ia dan Reno pacaran karena kedekatan merwka.

Tapi sekarang? Lelaki itu bahkan tertutup padanya.

Laura menunduk dan menggeleng, "Reno bukan pacar aku kak, dan dia ..... entahlah." Laura menghembuskan nafasnya kasar, perlukah ia menceritakan apa yang ia rasakan pada Yudis?

Seandainya Ara disini, teman kecilnya itu tempat ia pulang dan berkeluh kesah, sama seperti Reno yang kini tengah menutup rapat pintu rumah itu.

"Kamu menyukainya?" tanya Yudis tepat sasaran.

Laura terdiam. Ia menyukainya, menyukai Reno sebagai sosok kakak laki-laki yang gak pernah mungkin ia miliki, sahabatnya, tempat ia pulang. Reno segalanya untuk Laura. Hanya saja ia tidak menyukainya sebagai seorang pria.

Laura menggeleng pelan. "Aku tidak menyukainya ka... Tidak ada perasaan lebih untuknya..."

Siapa yang sangka kalau ada sepasang mata menatap interaksi mereka dan mendengar semuanya. Sepasang mata milik Reno Airlangga.

Reno terpaku sebentar setelah mendengar jawaban Laura, selanjutnya ia segera pergi ke atas rooftop sekolah. Tenang, dia gak akan dimatiin sekarang karena bunuh diri ditolak tidak langsung oleh Laura Karena saat kuliah nanti, Laura miliknya mereka pacaran terus menikah, jiaahh spoiler :v

Reno terdiam di rooftop, jawaban Laura menggema terus menerus di telinganya.

"Aku tidak menyukainya ka... Tidak ada perasaan lebih untuknya..."

Reno tersenyum hambar, awalnya ia ingin datang menemui Laura di ruang musik karena gadis itu selalu disana. Meminta maaf karena dia telah bertingkah menyebalkan akhir akhir ini.

Tapi yang ia dengar justru semakin menyakitkan hatinya. Laura tidak menyukainya dan tidak memiliki perasaan lebih untuknya. Ia terlalu berharap.

"Ra... aku menyukaimu, sangat menyukaimu.. Tapi sakit rasanya saat tahu orang yang ku sukai tidak menyukaiku juga."

To Find YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang