Prolog

158 12 14
                                    

~Kamis, 20 september 2018~

Hari ini cuaca cerah, secerah wajah gadis cantik yang saat ini sedang tersenyum menghadap kamera. Ia menggunakan kebaya berwarna pink pastel dan memakai toga. Rambutnya yang di gelung dan memperlihatkan leher jenjangnya menambah aura kecantikan gadis itu semakin keluar.

"Congrats, ya."

"Makasih." Ia menyalami teman-temannya yang mengucapkan selamat kepada dirinya. Pasalnya ia lulus dengan meraih nilai tertinggi di sekolahnya. Jadi tak heran jika sedari tadi senyum selalu tersungging di bibir manisnya.

"Mama bangga sama kamu," ucap Abella, Mama dari si gadis cantik itu.

"Makasih, Ma. Ini berkat Mama juga. Mama yang tiap saat selalu support aku, makasih, Ma," kata gadis itu tulus sambil memeluk Mamanya.

"Papa gak di peluk, nih?" ucap Papanya protes, David.

"Aduh, Papa. Makasih banyak, ya, Pa," kata gadis itu lagi sambil berhambur ke pelukan Papanya.

"Mama sama Papa ke kantor dulu, kamu masih mau di sini kan sama temen-temen kamu?" tanya Mamanya.

"Iya, Ma. Hati-hati."

Setelah Abella dan David berlalu, si gadis menghampiri sahabatnya yang sedang berbincang di taman sembari menunggu dirinya.

"Hai, guys!"

"Wah, hebat ya, lo. Peraih nilai tertinggi di sekolah ini. Gila gila!" ucap Siska, salah satu sahabatnya yang suka heboh dan si ratu make-up.

"Padahal lo nggak pernah belajar," kata Raina dengan tenang.

"Iya, ya. Kok bisa, ya? Gue aja yang belajar tiap hari, tiap jam, tiap detik, tiap waktu, tiap-tiap aja, nggak pinter-pinter. Dedek tuh nggak bisa di giniin," ucap Ema dengan wajah tersakiti yang dibuat-buat.

Ema, Sahabatnya yang satu itu suka makan, wajar saja jika badannya gendut. Lihat saja, dia kemana-mana selalu bawa snack. Seperti sekarang ini, ada dua snack yang terkapar di genggamanya.

"Alay, Lo Saodah," kata Siska sambil merampas snack yang sedang dimakan Ema.

"Eh, Lo! Kembarannya mimi peri! Stop, ya panggil gue Saodah. Emak gue capek-capek cari nama sampai tujuh hari tujuh malam, sampai naik gunung sampai turun lagi, demi anaknya yang imut ini." Balas Ema.

"Cerewet, lo dugong!"

"Hei! Jang--,"

"Udah-udah, stop it! Malah berantem." Lerai Raina yang memang selalu menjadi penengah saat sahabatnya berantem gara-gara hal sepele.

"Si nenek lampir tuh yang mulai. Mana pake lipstik nggak rata lagi," adu Ema.

Siska langsung melihat kondisi lipstik yang menempel di bibir imutnya. Setelah berkaca, Muka Siska memerah, mungkin sebentar lagi akan muncul asap di kedua telinganya, bahkan tumbuh dua tanduk di kepalanya.

"Rain,"

"Iya."

"Punya golok?"

"Buat apa?" tanya Raina bingung.

Siska menatap Ema tajam. Ema yang tahu arti tatapan Siska pun pura-pura tak melihat dan asik memakan snacknya, sambil menahan tawanya yang akan meledak. Ia berhasil mengerjai Siska, si ratu make-up ini.

"BUAT CINGCANG DUGONG INDIA!!!!!"

Siska langsung berlari mengejar Ema yang sudah ngacir duluan. Sedangkan Raina dan si ratu sekolah ini hanya geleng-geleng melihat tingkah dua sahabatnya yang tak pernah berubah itu. Kini hanya tersisa Raina dan gadis cantik itu.

"Jadi?" tanya Raina.

"Apanya?"

"Mau sampai kapan memamerkan senyum kepura-puraanmu itu?" kata Raina.

***

Adelyn ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang