-Chapter 4-
----------------Dreamer------------------
"Sometimes it's hard to face reality.."
Author's POV.
Sebuah jam weker tiba-tiba berdering ketika matahari masih enggan menampakkan sinarnya. Membangunkan seorang gadis yang tengah tertidur dengan lelap di atas ranjangnya. Gadis itu terbangun. Dia mengerjapkan mata untuk menyesuaikan retinanya dengan ruangan gelap yang hanya diterangi oleh sebuah lampu tidur. Tangannya bergerak untuk mematikan dering alarm, kemudian meregangkan tubuhnya sambil menguap karena masih sangat mengantuk.
Tapi rasa kantuknya langsung hilang entah kemana setelah dia teringat akan hal yang akan dia lakukan setelah ini. Dengan terburu-buru, dia turun dari ranjangnya. Dia berlari menuruni tangga dan berteriak memanggil ibunya. Gadis itu langsung berlari menuju dapur, tapi dia tidak menemukan siapapun disana.
Gadis itu kembali berlari menuju sebuah pintu yang masih tertutup. Kemudian mengetuknya dengan sedikit terburu-buru. Tak lama kemudian pintunya dibuka dari dalam, menunjukkan wajah ibu Sheryl yang juga tampak tak sabar, yang tentu saja masih menggunakan piyama. Mereka berdua berteriak histeris, dan berlari menuju dapur.
Gadis itu melompat-lompat dengan gembira sambil meneriakkan nama ibunya, "momma-momma-momma, aaaaa.... Apa yang akan kita masak hari ini moooommm??." gadis tersebut menghentikan lompatannya, bertanya kepada ibunya dengan histeris. Ya Tuhan, ingatlah gadis itu sudah SMA!!.
Ibunya mulai memasang wajah serius, mencoba mengingat-ingat sesuatu, hingga akhirnya kembali memasang wajah riangnya setelah berhasil mendapatkan ide yang sesuai, "Mom pernah dengar bahwa Ricky menyukai spaghetti!."
"Benarkah mom?!!!."
"Tentu saja!!."
"Alright, kita memasak spaghetti untuk Ricky hari ini. Let's cook momm!!" gadis itu mengucapkan kalimatnya dengan nada penuh semangat, tangannya menggenggam spatula yang diacungkan keatas, seperti seseorang yang akan pergi berperang. Kemudian mereka tertawa bersama, dan mulai memasak.
.
Suara riuh di gedung sekolah benar-benar mengganggu pendengaran, sesaat setelah sebuah pengumuman yang menginformasikan bahwa seluruh siswa dipulangkan karena adanya acara pertukaran pelajar. Sheryl menahan tawanya karena teringat dengan peristiwa satu bulan yang lalu. Ketika Justmine menangis karena tidak masuk dalam daftar siswa yang akan dikirim ke sekolah bergengsi di negara nomor satu di Dunia yang tengah mengadakan acara pertukaran pelajar tersebut. Ya---Justmine sangat terpuruk saat itu, dia sudah mempersiapkannya matang-matang, tapi tetap saja dia tidak bisa lolos tes.
Sheryl tengah melangkahkan kakinya untuk menuruni tangga, ketika ia teringat akan bekal yang telah dia buat untuk Ricky. Dia menarik tangan Justmine, tapi kali ini bukan Justmine yang tersaruk karenanya. Melainkan Sheryl yang merasa kesakitan pada tangannya karena Justmine kembali menarik tangan Sheryl agar gadis itu tidak beranjak dari tempat itu.
"Aku akan mengajakmu untuk pergi ke kantornya Ricky. Aku membuatkan bekal untuknya tadi pagi." ucap Sheryl dengan semangat.
"Maaf Sheryl, tapi aku benar-benar tidak bisa. Aku ditunjuk untuk menjadi salah satu pemandu untuk murid pertukaran pelajar." Justmine menguncapkan kalimatnya dengan nada sedih karena tidak bisa menemani sahabatnya. Tapi tentu saja, gadis itu sangat senang karena meskipun ia tidak dikirim ke negara tetangga sebagai murid pertukaran pelajar, setidaknya dia bisa menjadi pemandu dalam acara tersebut.
Sheryl mengerutkan keningnya, "Benarkah?! Mengapa kau tidak memberitahuku??" Sheryl bertanya dengan nada yang sedikit menohok.
"Umm... Mr.Sai baru memberitahuku kemarin, jadi aku tidak sempat bercerita kepadamu."