Berkah Jatuh Dari Pohon

52 8 6
                                    

"Woi, Anin!" panggil Siska berkali-kali.

"Apaan sih lo?" cibirku, Siska mengemasi barangnya.

"Lo ngak pulang?" tanya Siska.

"Lo kaya ngak tau Anin aja."

"Oh, ya lupa! Lo kan stalker sejatinya Ranzio kan?" Siska tersenyum jahil teringat.

"Ish, pulang cepet sana!" ucapku mengusir paksa Siska.

"Yaudah gue pulang dulu ya. Jangan kebanyakan lihat cogan loh, nanti diabetes, saking manisnya." Siska mengoda lagi.

Aku menghiraukannya dan memalingkan wajah ke jendela. Melihat segerombolan orang sedang bermain bola, salah satu orang dari mereka adalah Ranzio.

Dia lah orang yang kusuka sejak masuk SMA.

Anak direktur perusahaan besar, boyfriend banget bagi setiap wanita. Punya alis yang tebal, mata yang tajam, hidung macung padat, bibir  gak tebal -juga gak tipis, badan propesional, dan tingginya yang semampai.

Hari pertama di SMA saja aku diantar motor oleh Ibu Eva, Sedangkan dia sudah diantar sopir pribadi -suruhan ayahnya.

"Bikin iri saja!" gumamku.
.
.
.
.
kembali ke jaman jigeum...

Aku mengeluarkan handphone dari saku bajuku.

Cekrek-cekrek-cekrek.

Beberapa kali aku mengambil fotonya. Wajahku memerah melihat hasil jepretanku. Bertandanya bahwa aku puas dengan hasil potret.

Setelah cukup, aku mengemasi barangku dan berjalan keluar kelas.

🍁🍁

Sesampainya di halaman sekolah tidak sengaja aku melihat seekor burung kecil terjebak di dahan pohon yang lumayan tinggi.

Aku mencoba melompat untuk mencapainya, tetapi sulit kenyataannya.

"Oke, gue akan panjat tuh pohon!" tekatku semangat.

Pada percobaan ke lima, akhirnya aku bisa sampai di atas pohon.

"Wow! pemandangannya bagus,"

"Apalagi lihat Ranzio main bola, aduh keringatnya itu loh!" senyumku geli sendiri.

Aku menyender pada batang pohon, menatap lamat-lamat setiap pergerakannya dan tetap aja sesekali aku tertawa sendiri. Setelah cukup lama bermain mereka istirahat sejenak, mereka berteduh di bawah pohon yang kupanjat, Ranzio memilih tempat duduk tepat di bawahku.


Aku berhati-hati melihat ke bawah, tak lama seekor ulat bulu hijau berjalan menghalangi pandanganku.

"Apaan sih nih ulat!" cibirku menyingkirkan ulat itu.


"Ganggu aja!"

Aku kembali menatap Ranzio yang tepat di bawahku.

"Eh! Tangan gue kok ada lendir hijau?" heranku.

Aku mengadahkan kepala ke atas,  puluhan kawan ulat tadi dengan pelan-pelan mendekatiku.

Aku yang sejak kecil jijik dengan hal yang berbau lendir dan sekarang dihadapkan dengan puluhan ulat hijau yang subur lagi gemuk.

"Aaaaaaaa!" teriakku spontan.

Karena mendengar teriakanku yang amat keras, mereka yang berada di bawahku menengok ke atas.

Brukk!

Peganganku pada ranting pohon patas, batang yang kupijak tak seimbang menompang badanku, aku menutup mata saat jatuh dari atas pohon, Ranzio yang tepat dibawahku cekatan menangkap badan besarku.

Aku membuka mataku, melihat Ranzio dengan jarak kurang dari dua puluh centi.


Aku melihat wajah tampannya. Bersih, mulus, dengan mata, hidung, mulut yang hampir sempurna.

"Cie, baru ada yang jatuh cinta pandangan pertama nih yee!" sindir teman Ranzio bersamaan.

Ranzio segera melepaskan genggamannya, aku mengikut

-takut diabetes ntar gue-.-

Detak jantungku masih berdegup sangat cepat, aku menyesuaikan dengan napas.

"Mau gue lakban tuh mulut lo!" ancam Ranzio kepada temannya, mereka membalasnya dengan senyum jahil.

"Gue sama yang lain pulang duluan, ya!" ucap salah satu dari mereka berniat sengaja meninggalkanku bersama Ranzio.

"Ya ampun, tolong gue. Rasannya pengen terbang kemana-mana nih hati gue!" batinku sangking gembiranya,

Mereka benar-benar meninggalku berduaan dengan Ranzio.

NEXT...

Bener berkah ya!Authornya aja ngiri :' )
Gak jadi nolong si burung, malah bisa ketemuan sama Doi!!😅
Btw, pas part ulatnya. Kalian pasti udah merinding pada, sama jijik duluan, kan! :v

RANZIO!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang