Hari terakhir, entahlah (Prolog)

25 2 0
                                    

Hari itu, langit membawa suasana sedih. Burung-burung bermalas-malasan untuk berkicau. Senda gurau anak kecil yang biasa kudengar tak lagi kudengar.

Hari itu, aku pergi ke pantai bersama sahabatku. Ingin rasanya aku membuang penat yang selama ini terus menghantuiku. Karena belum lama ini Arion, kekasihku, bertengkar denganku. Aku saja tak tahu apa masalahnya. Tapi setiap kali kami bertemu, dia selalu saja mencari masalah untuk kami bertengkar.

Keheningan terpecah ketika sahabatku mulai membuka percakapan. "Hey, itu kan Arion?" katanya. Sontak aku terkejut mendengarnya. Aku langsung menoleh pada arah yang ditunjuk olehnya. Ya, benar, itu adalah Arion, dengan seorang perempuan. Mereka terlihat dekat, sangat dekat....

Byur.... Jebyur.....

Bunyi ombak menyadarkanku. Itu tadi, semuanya hanya lamunan. Aku tak tahu mengapa aku melamun. Bahkan aku tak tahu apakah itu benar-benar terjadi dalam hidupku.

"Konyol," pikirku.

Entah sejak kapan aku duduk di antara ombak laut. Aku duduk di sebuah batang pohon kelapa yang tumbang. Ditemani dengan kesunyian, memandang ke arah cakrawala jingga penuh kenangan.

Hari itu, senja itu, waktu itu, ombak berderai. Angin berembus membubarkan lamunanku. Pandanganku terarah pada satu titik, seorang lelaki, bersama kekasihnya. Tampak tak asing bagiku.

Aku terdiam. Mencoba mengingat siapa yang kulihat itu. Namun, kosong.

Tak ada hasil apa pun.

Aku hanya mengamati mereka. Melihat apa yang mereka perbuat. Mereka berjalan- jalan santai di tepi pantai. Sampai satu waktu, aku melihat seorang perempuan mendekati mereka.

Dia juga tak tampak asing. Aku bertanya-tanya dalam hati, apakah yang sedang kulihat ini?

Aku tak mengerti. Tapi aku peduli. Rasa penasaran telah menggerogoti tubuhku. Aku terus menyimak.

Perempuan itu mendekati sepasang kekasih itu. Tampaknya ia marah. Menyadari kedatangan perempuan itu, kekasih sang lelaki meninggalkan perempuan dan lelaki itu berdua, dengan perasaan cemas.

Tak lama kemudian, perempuan dan lelaki itu tampak sedang beradu mulut. Aku tak tahu kenapa, tiba- tiba saja, lelaki itu menampar perempuan di hadapannya. Perempuan itu menangis, sambil memegangi pipinya yang ditampar.

Aku tak dapat menahan diri lagi. Aku mendekati mereka. Perempuan itu tampak mirip denganku. Apakah ini kebetulan?

Ah, tak ada kebetulan dalam dunia ini.
Pikirku.

Aku berbicara di depan mereka. Tapi, mereka seperti tidak tahu akan keberadaanku. Seakan-akan aku ini tak terlihat.

Aku bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi? Aku tak mengerti. Mengapa aku.. tak terlihat? Pikiranku dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang tak dapat aku jawab sendiri. Hal ini sudah terlalu absurd untuk aku cerna dalam otakku.

Pada saat itu juga, aku tersadar. Perempuan itu adalah aku. Aku adalah dia. Seketika aku diam, membeku dalam pilu. Tak dapat berbuat apa- apa. Rasa bingung menyelimuti hatiku. Tubuhku kaku dalam angin pantai di senja hari.

Aku tak dapat berbuat apa pun. Bahkan ketika lelaki itu, mengeluarkan silet dari sakunya, dan menggorok leher perempuan di hadapannya.

Ya, aku berada dalam kondisi hidup dan mati. Terus berputar dalam lingkup ruang waktu yang sama. Menantikan, sesuatu. Entah kematian, atau kehidupan. Entahlah.
Akhir dari ceritaku, aku hanya ingin menceritakan akhir dari hidupku. Yang mungkin ditulis oleh orang lain, dalam imajinasinya.

Mungkin, suatu hari, kita akan bertemu.

Entahlah.

EntahlahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang