Surat perasaan

6 0 0
                                    

Tak banyak kukata, namun kuberharap kau paham.
-entahlah

~

Untuk kesukaanku,
Kubrikan hatiku padamu.
Kuserahkan kendali hatiku padamu.
Patah atau tumbuh, dalam genggammu.

Seseorang,

~

24 Juli 20**. Aku masih berumur 14 tahun. Kutahu, aku masih terlalu bau kencur untuk masuk dunia cinta. Namun begitu, perasaan suka dan kagum tentu ada. Dan hal itu terjadi padaku juga.

Malam itu aku menulis secarik kertas berisi perasaanku. Rencananya akan kuberikan pada Arion besok lusa.

Kutuliskan perasaanku padanya, tanpa mencantumkan nama pengirim.

Kukirimkan juga gambar hati di sana. Aku begitu semangat dengan tulisanku itu. Kuharap, dia punya perasaan yang sama. Sekali lagi, kuharap.

~

26 Juli 20**. Aku diam-diam meletakkan surat itu di loker meja Arion. Aku datang pagi-pagi sekali. Bahkan sebelum mentari menampakkan dirinya sepenuhnya pada dunia.

Aku tinggalkan surat perasaan itu padanya.

Tak banyak kukata, namun kuberharap dia mengerti.

Aku mengerti aku suka padanya. Namun aku juga mengerti, bahwa ada kemungkinan dia tak punya perasaan yang sama denganku. Bisa saja, dia menyukai orang lain.

Tak masalah, itu haknya. Perasaannya, haknya. Perasaanku, hakku.

Pastilah kau mengerti, ada hal di dalam dunia ini yang tak dapat dipaksakan. Yaitu cinta.

Cinta dengan keterpaksaan adalah perbudakan bagiku.

Lebih baik dia menolak di awal daripada cintanya suam-suam kuku.

Jika dia menolaknya, biar kusimpan sendiri perasaanku ini. Biarlah ia layu dengan sendirinya. Tak perlulah diberi racun olehnya. Cukup katakan tidak dan aku akan pergi.

~

Pyar..

Gelembung merah muda itu pecah. Aku kembali sadar. Gelembung merah muda itu membawaku ke beberapa masa laluku.

Aku masih terheran dengan apa yang terjadi padaku barusan.

Namun, tiba-tiba hatiku sakit karena mengingat masa laluku itu. Tak terasa air mataku menetes. Aku tak mengerti, aku sudah mati namun perasaan ini masih saja hidup.

Di atas kapal itu aku memandang ke arah langit biru bercampur jingga. Aku berusaha menenangkan hatiku itu.

'Mengapa kau menangis? Sekarang, tak apa. Jika aku memelukmu, apakah kau akan tenang?'

Aku rindu kata-kata itu dari ibu. Itulah caranya menenangkanku. Aku rindu segala hal tentang hidupku.

Ingin rasanya aku sebebas merpati. Namun apalah daya. Aku hanya seseorang yang telah meninggal, dan mungkin telah dilupakan oleh semua orang.

Aku telah menghilang dari kehidupan mereka.

Sakit.

Blubb...

Arghh..

Gelembung kuning melahapku tiba-tiba dari belakang.

Aku kembali menutup mataku.

Hanyut dalam gelembung itu. Entah kemana ia membawaku pergi.

Tetap kuikuti.

EntahlahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang