Pertemuan itu tak pernah Saya harapkan, apalagi harus berkenalan denganmu.
[Gemintang]"Selamat pagi temen-temen, perkenalkan namaku Naomi Alma Kenandra. Murid pindahan dari Bogor. Salam kenal semuanya," katanya memperkenalkan diri. Meskipun Saya tidak fokus menatap dirinya. Tapi Saya yakin ketika mendengar suaranya, jika gadis itu terlihat ceria.
Respon dari semua murid menyambut dengan suka-cita apalagi para cowok, kedatangan murid baru perempuan adalah kesenangan hakiki apalagi jika perempuan itu cantik.
Saya tidak memungkiri jika gadis yang Saya temui tadi lumayan cantik dengan lesung pipi di kedua pipinya, jangan lupakan dengan gigi gingsulnya menambah kesan manis nan lucu ketika berbicara.
Saya mengeluarkan buku matematika beserta LKS, tidak mempedulikan tentang gadis itu.
"Oke, Naomi. Kamu duduk bersama..."
"Ah ya, Gemintang. Tempat duduk paling ujung. Nggak masalah, kan?"
Saya mengehentikan aktivitas menandai bagian yang penting mengenakan highlighter lantas menatap ke depan, tepat pada gadis itu. Reaksi gadis itu sama seperti Saya. Terkejut hingga bola matanya hampir keluar dari tempatnya. Kemudian, dia menunjuk-nunjuk Saya.
"Loh Pak, harus ya sama dia?" tanyanya dengan wajah memelas.
"Iya, karena tidak ada lagi tempat."
"Pak. Aku takut sama dia, tadi saja aku dijatuhin dari sepeda. Dia benar-benar galak." Adunya pada Pak Hendra.
Saya menghembuskan nafas kasar, bukankah tadi Saya membantunya. Jika tidak ditolong, mana bisa dia keluar dari got perumahan. Bisa memang, tapi membutuhkan waktu sedikit lebih lama lagi, menunggu seseorang yang lewat.
Semua orang menatap Saya tidak percaya, gadis itu bergidik ngeri, sepertinya ia membayangkan kejadian tadi. Apa Saya sekejam itu, hingga membuatnya ketakutan?
Pak Hendra berdehem, dia menganggukan kepalanya. "Nanti jika kamu diapa-apain sama Gemintang lagi, tinggal bilang sama Bapak. Untuk sementara waktu, kamu duduk dulu disitu ya?" bujuknya.
Memangnya Saya mau ngapain dia? Kurang kerjaan.
"Yaudah deh Pak," katanya menyerah, sembari melangkah maju menuju tempat dudukku. Ralat, tempat duduk di sampingku.
Tiga langkah lagi dia sampai, tapi kakinya seperti tertahan, Saya tidak melihatnya langsung hanya lewat ekor mata, karena fokusku terus tertuju pada lembaran LKS.
Cukup lama dia berada di posisi seperti itu, hingga akhirnya Saya memutuskan mengangkat kepala dan melihat gadis itu. Reaksi spontannya adalah melotot. Entah apa maksud gadis itu, mau ngajak perang?
Saya memutarkan bola mata malas, lantas kembali tertuju pada LKS. Pura-pura menyibukan diri.
Entah karena pegal atau sudah bosan dengan posisi mematung sembari memperhatikan saya, gadis itu melangkah maju dan meletakan tasnya di atas meja, lantas duduk di samping kiri Saya.
Saya menoleh sedikit ke arahnya, dia pun juga. Lagi-lagi pelototan tajam yang saya dapatkan dari dia. Kenapa gadis itu sangat senang mengeluarkan matanya, mungkinkah dia seorang peran pengganti Luna Maya di film Suzzana?
KAMU SEDANG MEMBACA
Garis Lurus
Teen FictionGaris Lurus. Jika Jarak tanpa tepi, maka garis lurus yang menjadi akhir dari segalanya. Namun, sebelum hari akhir itu tiba. Bisakah Saya merasakan kembali apa itu cinta. Meski Saya tidak yakin, cinta itu ada setelah Ibu dan adik perempuan Saya per...