3

574 66 0
                                    

Dia tengah berdiri menatap kosong tirai dikamarnya, jendela kamar itu belum dibuka dan tidak ada niatan baginya untuk membuka jendela.
Jarum yang menancap dilengannya semalam, ia cabut paksa setelah membuka mata dipagi hari.

Ceklek

"Ernando.."

Seorang wanita memasuki kamar milik orang yang dipanggilnya tadi.
Wanita itu yang tak lain adalah ibu ernando, menatap sedih putra satu-satunya.
Dia yang dipanggil tidak sedikitpun menoleh atau menyahuti panggilannya.

"Ibu buka tirainya ya, nak?"
Lagi -tidak ada jawaban. Wanita itu hanya tersenyum kemudian berjalan kearah jendela besar itu.

Sreeet.

Nando menutup mata.
Perlahan-lahan dia buka kembali matanya, cahaya matahari berhasil ditangkap oleh indera penglihatan nando. Tak ada sesuatu yang bisa mengekspresikan perasaan nando.
Wajahnya yang datar, pandangan kosong, dan mulutnya yang selalu terdiam.

"Ibu bawakan sarapanmu, ayo duduk.. ibu akan menyuapimu."

"Ini salahku--,
  ...
--mereka tiada karena aku."

Sedih. Itulah yang ibu nando rasakan.
Kenapa putranya selalu menyalahkan diri atas kepergian sahabatnya?
Ibu nando menutup mulutnya dengan tangan, berusaha meredam isakannya.

"Ibu sudah bawakan sarapanmu, ayo makanlah."

Nando terdiam, matanya berkedip memandangi jendela kamarnya, menatap kosong langit pucat diluar sana, seolah sedang memperhatikan sesuatu.

Tangan ibu nando menarik halus lengan putranya, mencoba mendudukan nando disalah satu tempat tidur yang ada disitu.

"Heemm, buka mulutnya.. makanan ini akan segera dilahap oleh putraku yang tampan.. "
Ibu nando berusaha membujuk agar nando mau makan.

"Ibuu.."

"Iya?"

"Aku lapar.."

Ibunya nando tersenyum. Setidaknya kali ini nando berbicara yang lain. Dia tidak berbicara tentang hal yang sama lagi.

"Ah, baiklah.. sekarang makan ya.."

Nando mengangguk kecil. Dan ibunya membalas dengan senyuman.

<•>

Tidak banyak nando menghabiskan makanannya, tapi itu sudah lebih dari cukup untuk tidak membuat ibunya khawatir.

Sekarang sudah tengah hari.
Seperti burung dalam sangkar, nando tidak diperbolehkan keluar dari kamarnya. Alih-alih takut jika nando akan kumat dan kabur dari rumah sakit.

Yang hanya bisa nando lakukan adalah tertidur, terduduk, melamun atau yang sering ia lakukan akhir-akhir ini yaitu memandang langit putih.

Nando terlarut dalam lamunannya sehingga tidak menyadari seseorang duduk di tempat tidur lainnya, menatap lurus kedepan, lebih tepatnya memandang nando.

Dikamar, hanya ada nando dan pemuda yang duduk dihadapan nando.

Wajah pemuda itu sangat tampan, namun ketampanannya terbalut sesuatu yang sedih terasa pedih.
Mata tajamnya, mampu menembus pikiran seseorang.

"Apa kau baik baik saja--  kawan?"
Tanya pemuda itu.

Nando tersentak kaget. Dipandangnya pemuda asing yang masuk kekamarnya.

Apa dia tidak takut padaku? Pikir nando. Kemudian nando berdiri dan menuju sisi lain tempat tidurnya. Tangan nando menunjuk sebuah tulisan yang ada disana.

"Gila. Aku gila."

Pemuda itu tersenyum tipis.
"Kau waras." Ucapnya.

Nando kembali ketempat tidurnya, dia menidurkan dirinya tanpa peduli ada orang yang menatap sedih padanya, ya- pemuda itu.

"Kau tak ingat diriku, ernando?" Batin pemuda itu.




*Slow update,
Siapa orang yg bareng nando??

TEARS A BOY ( 2 )✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang