sial. seharusnya aku tidak keluar untuk makan malam.
aku bertemu dengan pria itu lagi, di restoran dekat penginapan. aku ingin sekali menghindar, tapi tidak mungkin aku pergi begitu saja karena pesananku sudah terlanjur dicatat oleh pelayan.
"kok lo tadi kabur sih??"
tak kunjung mendapat jawaban, lelaki tersebut duduk di kursi depanku, "apa muka gue kelihatan kayak orang jahat?"
"iya."
dia membulatkan matanya yang sipit itu, "lo beneran ngira gue penjahat?? astaga."
aku hanya berpura-pura sibuk dengan game di ponsel. tampaknya dia tinggal di sekitar penginapanku, sehingga tidak heran jika kami bertemu di restoran ini.
"sebagai orang berkewarganegaraan yang sama, ngapain sih gue berniat buruk ke lo?" ucapnya tidak habis pikir.
aku menghela napas panjang, apa nyambungnya kejahatan dengan kewarganegaraan? siapapun bisa saja bertindak buruk kepada orang lain tanpa memandang ras, etnis, dan agama. memangnya dia tidak tau banyak kejahatan yang terjadi di negara kami?
"jadi.. siapa nama lo?" tanya pria itu kepadaku.
aku mengerutkan kening, "kita bukan dalam keadaan penting untuk mengetahui nama satu sama lain."
"apa salahnya sih ngajak kenalan," gerutunya namun aku tidak peduli.
beberapa menit kemudian, pelayan datang membawa makanan pesananku. selama kami makan, dia terus berusaha mengajakku mengobrol.
"lo kesini sendirian?"
"iya."
"ngapain?"
"liburan."
mendengar jawabanku, dia malah tertawa, "liburan apanya?? pasti seharian ini lo cuma tidur sama bengong aja kan."
ya benar sih. tapi hei, aku masih punya 28 hari lagi untuk jalan-jalan. jadi wajar saja di hari pertama aku hanya bermalas-malasan sambil berusaha beradaptasi dengan suasana disini.
"senggaknya lo nyobain naik red bus terus city tour, biar beneran kayak turis."
bagaimana mau city tour kalau badanku terasa pegal-pegal. aku lebih memilih untuk beristirahat sepanjang hari.
"excuse me," ucapku sambil mengetuk meja pelan.
"apa?"
"gue ga ngebolehin lo duduk disini ya."
laki-laki itu mengernyit, "lo baru bilang pas makanan gue udah mau abis."
aku terheran karena dia sama sekali tidak protes, justru dengan sukarela membawa makanannya ke meja lain.
dia juga tidak terlihat tersinggung saat mengetahui aku pergi meninggalkannya tadi sore akibat mengira ia orang jahat. kalau aku menjadi dia, pasti aku merasa sangat kesal.
tidak butuh waktu lama untukku menghabiskan makanan. aku bangkit dari kursiku bersamaan dengan dirinya sehingga tanpa sengaja kami berpapasan di pintu keluar restoran.
"maaf ya," ujarnya tiba-tiba, "pasti lo kaget disamperin orang ga dikenal dan ditanya-tanya."
aku bingung ingin menjawab apa. kalau dipikir-pikir kelakuanku juga agak berlebihan sih..
"gue juga minta maaf."
"gue ngerti kok. karena lo sendirian disini, yang bisa lo percaya cuma diri sendiri."
aku mengangguk menimpali perkataannya. padahal aku ingin menambahkan bahwa dengan wajah sangarnya itu, siapapun akan mencurigainya sebagai preman, apalagi jika melihat tindikan di kedua telinganya.
"gue terlalu excited ketemu orang yang berasal dari negara yang sama," ucapnya seraya tersenyum lebar hingga kedua matanya melengkung. lucu, seperti anak kecil. sejenak kesan menyeramkan darinya menghilang begitu saja.
semestinya aku bersyukur bisa bertemu dengan orang yang mengerti bahasaku. rasanya melelahkan setiap berbicara dengan bahasa inggris karena aku harus berpikir terlebih dahulu apa yang ingin ku ungkapkan, sekaligus menerjemahkan apa yang orang lain katakan.
"lo ke arah mana?"
aku menunjuk arah kiri restoran, "ke sana."
"oh. gue ke kanan. kalau gitu kita misah ya berarti."
aku hanya tersenyum kecil. sedikit berharap dia segera pergi dan berhenti mengajakku berbicara.
dia melambaikan tangan singkat. sesudah dia menghilang dari pandangan, aku mendengus pelan.
padahal aku berniat datang kesini dengan harapan tidak akan berjumpa dengan orang korea. tapi kenapa aku malah bertemu dengannya sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
forget and forgotten | im jaebeom
Short Storydia hanyalah satu dari banyaknya manusia yang ku temui secara tidak sengaja.