"lo bener-bener suka sama tempat ini ya?"
aku mencari sumber suara dan mendapati sosok jaebeom yang berada tak jauh dariku.
seperti biasa, aku duduk di ayunan sambil melamun.
"tadi gue ke penginapan, tapi kata benjamin lo lagi keluar," ucapnya seraya duduk di ayunan sampingku.
"lo kenal sama semua pegawai di guest house atau gimana sih?"
dia mengangguk, "yang aneh adalah, mereka ga ada yang tau nama lo."
aku mengangkat bahu acuh. wajar jika jaebeom mengenal resepsionis di guest house tempatku meninginap karena dia cukup sering datang mencariku.
"gue heran deh, pas ngebooking penginapan, lo pake identitas palsu atau gimana? masa beneran ga ada yang tau nama lo?"
sebenarnya aku bersyukur jaebeom tidak membahas mengenai kejadian kemarin di karnaval. namun aku merasa bersalah karena meninggalkannya sendirian. padahal aku bilang ingin ke kamar mandi, kenyataannya justru aku kembali ke penginapan.
"maaf ya," ujarku tiba-tiba.
laki-laki itu menoleh kepadaku dan mengernyitkan dahinya.
"soal kemarin."
dia tersenyum, "gue takut lo ga tau jalan pulang. waktu gue ke guest house, mr. frank bilang lo udah balik dan lagi di kamar. syukurlah, gue lega lo nyampe dengan selamat."
aku ingin berterimakasih kepadanya karena sudah mengkhawatirkanku, sayangnya kata-kata tersebut tertahan di ujung lidah. pasti akan terasa aneh jika aku mengatakannya.
selama beberapa saat aku dan dia sibuk dengan pikiran masing-masing, menyisakan keheningan di antara kami berdua. jaebeom yang biasanya selalu mencari topik pembicaraan lebih memilih untuk diam, membiarkan aku tenggelam dalam lamunanku.
"terkadang gue penasaran apa yang lo pikirin kalau lagi disini. i mean, hampir setiap hari gue lihat lo duduk di ayunan. raga lo emang ada di tempat ini, tapi pikiran lo entah ada dimana."
aku menghela napas panjang, "mikirin sesuatu yang sebenernya ga pengen gue pikirin."
dia menatapku bingung, "terus kenapa lo pikirin kalau lo ga mau?"
"because i should?"
jaebeom mengetuk-ngetuk ujung kakinya pada tanah. kemudian ia mengangkat wajahnya, "lo bisa cerita ke gue."
aku tertawa kecil, "i'm fine."
"you know," jaebeom menggantungkan perkataannya sejenak, "it's okay to not be fine."
aku tidak mengerti mengapa jaebeom berbicara begini. memangnya aku terlihat tidak baik-baik saja?
"kalaupun gue punya masalah, memangnya apa yang bisa lo lakukan?" tanyaku kepadanya.
"gue ga jamin ngasih penyelesaian, gue juga ga mampu bikin masalah lo menghilang. seenggaknya lo ga ngerasa sendirian, karena gue selalu ada buat lo."
aku tidak tahu apakah dia bersungguh-sungguh atau sekadar formalitas. melihat dari ekspresinya, tampaknya dia tulus mengatakannya.
meski begitu, aku tidak bisa percaya begitu saja. bukankah isi hati manusia tidak dapat ditebak?
"gue ga suka liat lo insecure," ucap jaebum pelan.
selama ini aku selalu berharap memiliki seseorang yang mengatakan bahwa dia akan selalu ada untukku apapun yang terjadi. tapi aku tidak menyangka bahwa orang itu adalah jaebeom. bagaimanapun, dia hanyalah orang asing yang kebetulan bertemu denganku.
"can i trust you?"
jaebeom mengangguk, "leave your anxiety to me. and whatever happens, i will make you feel safe."
KAMU SEDANG MEMBACA
forget and forgotten | im jaebeom
Kurzgeschichtendia hanyalah satu dari banyaknya manusia yang ku temui secara tidak sengaja.