HALO! Jangan lupa dukung Fia dengan vote dan follow akun ini 🤗
Yuk berinteraksi sama Fia di kolom komentar, xixi. Jangan lupa juga untuk share cerita ini ke teman-teman kalian 🙌
Follow instagram @rubanabe dan share pengalaman kalian baca cerita ini 😚😍
Jangan lupa tag @rubanabe.
Selamat Membaca! Sampai jumpa!***
Sampai di sekolah Erin segera menghentikan laju skateboardnya kemudian menggendong benda mati tersebut masuk ke dalam sekolah.
Senyumnya menggembang kala melihat pak Marto, satpam sekolahnya yang tengah menyeduh kopi dengan donat dengan nikmat di depan pos satpam, tepatnya di kursi panjang satu meter setengah dari tempat Erin berdiri.
"Pagi, pak Marto!!!"
Pak Marto yang tengah sibuk dengan seruputan kopinya langsung terjengit kaget, alhasil tiba-tiba rasa panas menjalar di bibirnya karena kopi panas yang dia seruput. Sapaan penuh semangat dari Erin benar-benar membuat pak Marto ingin mengacungkan dua ibu jarinya!
"Astagfirullah, nduk. Kaget bapak, semangat banget sih, nduk," Ujarnya sedangkan Erin hanya menyengir, mendekati pak Marto.
Erin meraih tangan pak Marto untuk bertakzim pada pria paruh baya yang sudah ia kenal setahun semenjak ia masuk sekolah ini.
"Hehe... Maaf pak, abis tiap liat bapak, nih. Saya jadi semangat empat lima terus!"
Pak Marto terkikik geli. "Emang pak Marto keliatan menawan, ya? Apa lebih menawan daripada yang di belakang," Katanya sambil mengendikkan dagu ke arah belakang Erin.
Tidak mengerti siapa yang dimaksudkan pak Marto, Erin segera memutar kepalanya. Tepat saat di hadapan orang yang pak Marto maksud, mulut Erin terpaksa menerima sebuah roti yang di sondorkan paksa oleh orang tersebut.
Saat hendak meludahkan roti di mulutnya, orang yang pak Marto maksud langsung melayangkan protesnya.
"EHHH... Lo buang, kita musuhan seminggu!" ancaman itu berhasil menggagalkan aksi Erin. Roti itu digigit Erin dengan kuat agar tidak jadi jatuh. Erin sibuk menatap Kenzie dengan sengit, tanda tidak suka dipaksa.
Erin bukanlah orang yang terbiasa dengan sarapan pagi, dia tidak bisa memakan makanan di pagi hari, bahkan segelas susu. Itu akan membuat perutnya mulas dan berakhir di toilet. Erin pun tak suka mengeluarkan isi perutnya di kamar mandi sekolah, ia pikir wc sekolah itu tidak higienis karena banyak pantat-pantat yang sudah menempel di wc tersebut.
"Lwo twau kwan, gwe itwo gwk biwsa mwakan pwage." Jelasnya sambil mempertahankan gigitan pada rotinya agar tidak jatuh. Tidak lucu kan, kalau Kenzie marah selama seminggu hanya karena roti di mulutnya jatuh?
Kenzie membungkuk, menyetarakan tingginya dengan tinggi Erin yang bisa di bilang kurang tinggi sekali jika bersanding dengannya. Hal yang tak pernah Erin duga, Kenzie mengigit ujung rotinya.
Bayangkan! Bagaimana tidak bahaya bagi jantung Erin jika Kenzie tiba-tiba bersikap seperti ini?
Erin terdiam mengamati Kenzie yang tengah menatapnya sambil mengunyah gigitan roti tersebut, setelah menelannya Kenzie berdeham sekilas.
"Udah gue makan setengahnya, kan?"
Erin masih bergeming, sibuk termenung dengan sekelebat kejadian jackpot barusan.
"Lo harus makan setengahnya. Bunda sama ayah udah masakin lo, ehhh lo malah kabur! Jadi mereka berdua titipin roti ini ke gue, buat anaknya yang bandel," Ucapnya sambil menyentil roti yang Erin gigit membuat Erin mengerjap sadar.
Erin langsung memasukkan setengah roti ke mulutnya, dia langsung mengunyah makanan tersebut dengan cepat dan berbalik berlari menjauhi Kenzie
Erin tidak akan membiarkan Kenzie mengetahui dirinya salah tingkah. Tidak akan!
Kenzie tertawa melihat kelakuan Erin kemudian beralih pak Marto yang ternyata sendari tadi menatapnya bersama Erin seraya menyeduh kopi. Kenzie tersenyum dan mengangguk tanda menyapa setelah itu pamit.
"Pak, saya ke dalam dulu, ya."
Pak Marto mengangguk mempersilahkan Kenzie masuk ke area dalam sekolah lalu Kenzie pun berlari mengejar langkah Erin yang sudah jauh darinya.
Pak Marto menggelengkan kepalanya sambil tersenyum maklum. "Anak muda, jaman sekarang." Pak Marto kembali menggelengkan kepalanya sambil menatap Kenzie yang tengah memiting leher Erin di depan sana.
"Coba kalo saya begitu dulu. Bisa-bisa emak istri saya minta tanggungjawab karena baperin anaknya hihihi... Nikah muda deh saya," Lanjutnya.
***
Aktivitas pembelajaran sudah berlangsung sejak dua jam yang lalu. Kini para siswa yang berada di dalam kelas lebih tenang dan tidak sibuk mengipasi wajahnya akibat kepanasan saat upacara bendera di bawah terik matahari.
Erin tengah mendengarkan penjelasan guru yang tengah menarikan spidolnya di papan tulis membentuk sebuah rangkaian materi, setalah di rasa cukup guru pengajar yang mengajar di kelas Erin duduk kebali di kursi-- yang disediakan sekolah untuk tempat duduk guru di pojok kanan depan kelas sekitar beberapa meter dari pojok kiri yang merupakan akses keluar masuk kelas alias pintu.
Guru tersebut memberikan tugas pada kelas Erin untuk menghitung SHU pada koperasi. Erin yang notabenya suka berhitung mengerjakan dengan sangat khusyuk hingga tak menyadari sesuatu.
Tiba-tiba suasana kelas berubah menjadi sedikit berisik karena pekikan-pekikan tertahan dari kaum hawa yang melihat Kenzie menyembulkan kepalanya diantara jendela kelas tersebut. Kenzie sedang mengintip kelas Erin.
Erin duduk di tengah sehingga saat Kenzie tersenyum ke arah Erin semua mengalihkan padangannya menatap Erin. Erin masih sibuk dengan hitungannya, dia menggigiti pensil, mengaruk alis dengan pensil, bahkan menjitak kepala sendiri dengan pensil sebagai wujud kebingungannya.
Di belakang Erin, Lisa yang merupakan sohib Erin mengkode pada Syeila yang duduk di sebelah kanan Erin agar Syeila memberitahukan keberadaan Kenzie.
Syeila mengangguk dan menyenggol bahu Erin yang membuat Erin menatap kesal karena tulisannya yang melencong akibat senggolan Syiela.
"Apasih?!" Syila menyilangkan tangannya tanda antisipasi balasan dari Erin, "Eitsss!!! Jangan marah dulu, bu. Niat gue baik kok. Noh, mau ngasih tau lo, si Ken di sono, noh." Jelasnya sambil menunjuk Kenzie yang tengah melambaikkan tangan ke arah Erin sambil tersenyum manis.
Erin tak bisa mengelak, senyuman Kenzie benar-benar menguapkan kekesalannya. Erin berdeham, dia tidak boleh menunjukkan salah tingkahnya pada Kenzie. Erin pun tak membalas lambaian tangan Kenzie dan tiba-tiba mengangkat tangannya membuat guru yang tengah duduk di depan itu mengalihkan perhatiannya pada Erin.
"Iya, Erin?"
"Ada yang ngintip kelas ibu. Tuh, disana bu," Adu Erin sambil menunjuk Kenzie.
Karena panik, Kenzie memundurkan kepalanya dengan cepat sehingga kepalanya membentur kaca jendela menimbulkan suara bedebam yang membuat seluruh kelas meringis seperti ikut merasakan sakit yang di rasakan Kenzie pada belakang kepalanya. Erin pun tersenyum puas, sedangkan Lisa dan Syeila menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan kelakuan Erin.
"Rin, Rin... Kalo kadar kegantengan Ken luntur karena ulah lo tadi, gimana dong?" protes Lisa.
Erin hanya menggendikkan bahunya acuh lalu kembali fokus pada hitungannya sambil menampilkan senyuman saalah tingkah yang membuat Syiela bergumam,
"Udah suka lama masih aja sok bilang "Nggak suka". Harusnya kan, lo ungkapin tuh perasaan lo. Tembak kek."
Erin langsung menoleh. "Siapa yang bilang suka?!" bantahnya.
"Lo."
Erin berusaha menutupi kegelisahannya dengan membantah terus-menerus hingga perdebatan terjadi sampai-sampai guru pengajar berdiri dan menjewer telinga Erin dan Syiela.
KAMU SEDANG MEMBACA
REGRET
Teen FictionSELAMAT MEMBACA! s i n o p s i s. Erin Faressya Aldarasya, anak tunggal dari keluarga harmonis yang tidak pernah merasa kekurangan. Termasuk kasih sayang. Dia punya sahabat yang selalu ada disaat apapun. Suatu hari Erin mendapati sahabatnya menjau...