Wendi membuang pandang muram keluar kaca mobil yang membawa ke rumah baru Mom serta Dad yang berada di kaki pegunungan flowere di wilayah Barat daya.
Hari ini adalah hari pertama dia pulang ke rumah, setelah wisuda kelulusan SMA kemarin. Sejak lulus dari Sekolah Dasar gadis itu memang tidak pernah pulang, Selalu di asrama. Entah mengerjakan soal untuk tahun depan atau sekedar menemani teman yang bernasib sama.
Tempat tinggal yang lama berada di pusat RockStone, sebuah kota besar berbasis di tenggara dekat laut. Di sana, seluruh tetangga ia mengenal dengan baik, salah satu paling berkesan ialah saat bermain dengan anak sepantaran, beberapa dari mereka, ada yang sangat dirindukan.
Greg, namanya. Bertempat disebelah rumah, cowok itu adalah pendukung sejati Wendi. Mereka ibarat perangko kemanapun selalu bersama, namun ketika orang tua si gadis memutuskan untuk memasukkan ke sekolah asrama, persahabatan pun pudar.
Wendi rindu Greg. Setelah 17 tahun terpisah, banyak yang ingin ia tahu dari cowok itu. Apa dia masih mengingatnya? Apa dia bertubuh tinggi? Apa dia rupawan? Apa dia akan mau menjadi temannya seperti waktu kecil dulu? Semua pemikiran itu selalu terbayang dalam sanubari.
Andai saja Mom dan Dad tidak pindah lima tahun lalu, sudah pasti Wendi segera mengetahui keadaan Greg. Sayang semua tidak sesuai harapan. Sekian lama berada di asrama perempuan, keraguan akan tempat baru jadi momok besarnya saat ini.
Wendi gelisah, tapi tak tau harus berbuat apa? Mom serta Dad terlanjur pindah, bahkan ia pernah dengar kedua orang tuanya senang akan lingkungan baru yang tenang dan nyaman. Hal itu mengusik. Siap tidak siap, keharusan menerima lingkungan baru adalah mutlak.
"Hai, apa yang sedang kau pikirkan? Kita akan segera sampai ke rumah," tegur George.
pagi tadi ia bertugas menjemput putri pertamanya di asrama.
Wendi menghela napas panjang sebelum mengalihkan mata pada pria berparas lembut itu.
"Aku sedang memikirkan rumah baru kita," sahutnya kecut.
"Tenang saja Wen, kau akan segera menyukainya. rumah baru kita lebih luas, ada kandang kuda, domba, sapi juga kalkun," jelas Dad semangat.
Baiklah, Dad yang dulu bekerja sebagai manager bank pemerintah kini banting setir menjadi peternak. Bagus, sebuah pengalaman baru.
"Dad merawat semuanya?" Wendi seolah masih belum mau percaya.
"Tentu saja, pemerintah membayar Dad untuk itu. Sedang Mom dia juga punya ladang kecil yang ditanami kol, wortel juga brokoli, hebat kan?" bangga Dad sekali lagi.
Mom berladang? hebat sekali, padahal Wendi suka Mom yang begitu luwes menyulap rambut.
"Mom bisa?"
"Tentu saja, itu hal yang mudah tahu. Aku rasa Mom telah memasak hidangan istimewa guna menyambutmu," beritahu Dad.
"Masak apa Dad? Aku sudah rindu masakan Mom," tanya Wendi sedikit tertarik.
"Masakan sepesial untuk anak sepesial," kata Dad menggantung.
Untuk pertama kali setelah seharian penuh naik mobil bersama. Wendi tersenyum geli, Dad masih menomor satukannya.
"Dad, aku tidak sepesial, aku hanya anak yang berusaha hidup mandiri," tukas Wendi kembali melihat keluar.
Heran sebab pemandangan di sana tetap sama, rimbunan pohon Pinus di kedua sisi jalan tak putus-putus, Panjang sekali, bahkan sinar matahari tak bisa menerobos ranting, alhasil gelap membayangi jalanan. Tidak adanya penerangan, makin menambah suram keadaan.
"Dad, sebenarnya tempat baru kita desa atau kota?" Wendi menyelidiki.
"Kota sayang," sahut Dad masih fokus menyetir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Werewolf Jatuh Cinta
WerewolfBerkisah tentang gadis bernama Wendi yang tidak sengaja menjadi buruan manusia serigala semua jenis yang begitu menginginkan darah serta dagingnya untuk dikonsumsi. Kelompok manusia serigala itu percaya jika berhasil memakan Wendi maka kekuatannya a...