I was lucky (2)

16 4 6
                                    

Jackson terkejut mendapati dirinya yang kini berdiri bukan di pemakaman tapi di depan pintu rumah Reina, ia mengamati dirinya sendiri, ia ingat jika pakaian yang ia kenakan saat ini bukan pakaian yang sama saat datang ke pemakaman tadi.

"Bagaimana bisa kini aku ada di sini? Lalu kenapa bajuku bisa berganti? Eh tunggu... bukankah ini baju yang ku pakai hari itu?" monolognya.

Jacson ingat, pakaian yang ia kenakan saat ini adalah pakaian yang ia kenakan saat hari pertama ia pergi ke rumah Reina. Ia tahu itu dari noda Es krim yang masih tertinggal di jaketnya. Jacson mendapat noda itu dari anak kecil yang tak sengaja menabraknya dan menjatuhkan es krimnya di jaket Jackson.

"Apa aku kembali ke waktu bulan lalu?" Gumamnya."Tapi jika ini adalah hari itu, lalu mengapa aku datang begitu pagi? Seingatku aku selalu datang pukul 8 atau sembilan." Jackson nampak semakin bingung dengan situasi ini.

"Ini bahkan baru pukul setengah empat." Ujarnya lagi setelah melihat jam pada ponselnya.

Ingat akan sesuatu membuat ekspresi bingung Jackson menjadi sendu. "Apa kini Rei juga masih hidup?" Ujarnya kini dengan suara parau.

Jackson terdiam, bayangan - bayangan akan Reina kini mulai terlintas begitu saja di pikirannya, Jackson kini kembali merasa bodoh akan dirinya, air matanya mulai berlinang lagi mengingat ia telah kehilangan Reina. Ia menunduk menatapi kotak yang entah apa di depan kakinya. Matanya masih basah.

Jika mengingat sebuah kemungkinan. Bisakah kali ini Jackson berharap? Berharap apa yang ia sesali bisa diperbaiki.

Jackson akhirnya mengakhiri tangisnya. Ia memberanikan diri untuk mengetuk pintu di depannya, namun saat tangannya masih di udara Jackson membeku . pintu itu tiba-tiba terbuka dan yang membuat Jackson semakin tertegun adalah kenyataan bahwa Reina lah yang membukanya.

Reina menyadari kehadiran Jackson, ia menatap pemuda itu dengan bingung. Pandangan keduanya saling beradu dengan sorotnya masing-masing.

Saat akan mengakhiri tatapannya, Reina dikejutkan dengan Jacson yang tiba-tiba memeluknya, Pelukan yang begitu erat ia rasakan. Reina bisa merasakan deruan napas Jackson di lehernya yang tak karuan. Dan kini pundaknya mulai terasa basah.

Jackson membiarkan dirinya terlarut dalam pikirannya sendiri. Ia tahu ini tak mungkin dan berpikir ini hanyalah sebuah mimpi. Tapi... rasa hangat yang melingkupi tubuhnya membuatnya sadar, ini bukan mimpi. Reina membalas pelukannya, dan usapan - usapan lembut di punggungnya itu bukan semata halusinasinya, ini nyata, Reina nyata ada dalam pelukannya. Sadar akan kenyataan ini membuat Jackson semakin terisak dan menangis semakin keras. Meluapkan rasa senang juga rasa bersalahnya. Dalam hati, Jackson sudah mengucapkan beribu rasa trimakasih atas keberuntungan yang ia didapatnya.

Hampir sepuluh menit keduanya tetap dalam posisi yang sama dan kini tangisan Jackson mulai mereda. Jackson melepas pelukannya dan menatap Reina. Tapi bukanya menatap balik, Reina kini malah bersikap seolah Jackson tak ada dan mereka berdua tak pernah berpelukan. Ia malah memfokuskan dirinya mengambil kotak paket di depan kaki Jackson.

Reina berniat kembali masuk ke rumahnya sampai ucapan Jackson menghentikan langkahnya.

"Aku akan tinggal bersamamu." Jackson berujar tiba - tiba seraya menarik pergelangan tangan Reina dan menariknya untuk masuk ke dalam rumah, dan sebelum Reina menolah dan mengusirnya, Jackson lebih dulu berujar,"Aku tak menerima penolakan, dan meski kau mengusirku aku tak akan keninggalkanmu."

Tanpa sungkan Jackson mendudukan dirinya di sofa ruang tamu meski tak ada himbauwan dari Reina.

Jackson melihat Reina masih berdiri dengan bibir yang tertutup rapat, tangannya masih setia memegang kota yang tadi diambilnya.

the greystoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang