~ [ 🌃 ] ~
Malam minggu, biasanya menjadi malam yang paling mengasyikan bagi Auristella. Dulu ia akan pergi jalan-jalan bersama Rio, banyak sekali tempat-tempat yang sering mereka singgahi. tertawa bersama, menangis bersama saat film sedih ditayangkan dibioskop, bahkan ketakutan bersama jika Polisi melakukan oprasi saat Rio belum memiliki SIM. Semuanya terlihat nyata, Auri rasa Rio benar-benar bahagia saat bersamanya, ia merasa Rio benar-benar mencintainya. Ia merasa ada sebabnya Rio mengatakan tidak pernah mencintainya.
Padahal sudah jelas Rio mengatakan itu dan sudah terlalu parah rasa sakit yang Auri rasakan. Tapi kenapa Auri masih belum bisa menerimanya, memang cinta terkadang bisa se bodoh itu."Biasanya tuh gue yang cengeng, permen jatuh gue nangis, akunya yang jatuh gue nangis. Elo yang sering menghibur, paling hebat, kadang buat gue kesel sampe gue lupa kalo sedang sedih, dan sekarang lo yang nangis, gue bingung harus ngapain kan emang kalo lo mau nangis pasti pulang, ngurung dikamar, gue diluar, jadi gue belum pengalaman" Ressa berbicara sambil menatap keluar jendela, sementara Auristella masih betah membenamkan wajahna di bantal, entah tadi mendengar ucapanya atau tidak.
Ini pertama kalinya Ressa dibiarkan masuk saat Auri bersedih biasanya ia hanya diam diluar menunggu pintu kamar dibuka, sesekali teriak-teriak membujuk agar Auri keluar, bercerita tentang episode Doraemon yang kemarin tayang, atau memberi tahu Auri bahwa pedagan Cipang sudah datang.
Ressa kemudian duduk ditepi ranjang, ia menatap sedih keadaan Auri, rasanya menyesal telah menjadi mak comblang antara Auri dan Rio.
"Pokoknya nih ya, gue harus buat perhitungan sama..." ucapanya terpotong, Ressa memukul-mukul pelan bibirnya. 'Bodoh, malah bahas tu cowo'
"Emm.. Kita jalan-jalan yuk?" ajak Ressa
Tok..tokk...tokkk...
Mendengar suara ketukan pintu Auri langsung terduduk diranjang, ia mengelap wajahnya dengan beberapa lembar tisu.
Pintu dibuka dari luar, muncul sesosok wanita dengan wajah cantik terawat, ia mengedarkan pandangan, bantal guling yang berserakan menyambut pandangannya. Sadar dengan apa yang terjadi, Herlina mulai melangkahkan kakinya dengan senyum ke ibuan yang menenangkan, Auri ikut tersenyum dan langsung berlari kepelukan sang bunda.
"Kenapa lagi sayang?" suara lembut yang dapat terdengar jelas karena sumbernya tak jauh dari indra pendengaran Auri.
"Putus cinta tante" ucap Ressa tanpa dosa.
Ressa hanya mengedipkan matanya dengan genit saat Auri memandangnya kesal.
Herlina mengusap lembut rambut Auri dengan penuh kasih sayang.
"Dia yang mutusin, terus dia yang nangis, malu kan tante" tuduh Ressa pada Auri.
"Ada apa bunda?" tanya Auri penasaran.
"Ressa, abangmu tadi datang katanya dirumah ada tamu nyariin kamu"
Ressa langsung berlari keluar kamar, kegirangan karena mengira pacarnyalah yang datang.
"Wonder Woman nya bunda kenapa?" ucap Herlina sambil tersenyum
Pelukan Auri semakin erat.
"Masa dia bilang kalo dia gak pernah cinta sama aku?" Tanya Auri.
pundak Herlina mulai basah oleh air mata Anaknya.
"Dia pasti punya alasan kan? Mana mungkin dia tidak pernah mencintai uri, iya kan bunda?" tanya Auri penuh harap.
"Bunda belum bisa menilai, sayang. Kita makan dulu yuk? Kalo kamu udah tenang, baru kita bicara" Herlina paham anaknya masih harus menenangkan diri.
"Bunda, emm.. makan dikamar aja ya?" Pinta Auri dengan wajah memelas yang selalu lucu bagi kedua orang tuanya.
Herlina tersenyum melihatnya.
"Yasudah, nanti biar si bibi yang bawakan makannya ya? Bunda mau jemput Ayah dibandara. Kamu mau ikut?" Ajak Herlina walau sudah jelas jawabannya.
Auri hanya menggelengkan kepalanya sebagai tanda penolakan.
"Bunda gak makan?" Tanya Auri
"Nanti dong diluar, bareng ayah hehe" Herlina mengedipkan sebelah matanya.
Auri hanya tersenyum sudah biasa, Ia kembali menenggelamkan wajahnya diatas bantal sesaat setelah perginya sang Bunda.
"Non... Non nangis?" Tanya Bi Ati sambil menepuk pelan bahu Auri.
"Gara-gara bibi bawa makannya lama ya non? Non kelaparan?" Bi Ati kembali melanjutkan pertanyaannya dengan kekhawatiran yang berlebihan.
Beginilah Bi Ati, orang yang sangat mencintai majikannya dan mempunyai kinerja serta keperibadian yang baik.
Seperti biasa Auri selalu tersenyum jika Bi Ati sudah menanyakan hal-hal seperti ini.
"Engga kok bi, lagi ada masalah Personal" Auri mencoba menenangkan Bi Ati."Yaudah, kita makan dulu yuk" ajak Bi Ati sambil menyiapkan satu suapan untuk Auri.
Masakan Bi Ati memang setara masakan bunda, mungkin nanti Auri akan menjadi orang yang pandai memasak karena memiliki dua pembibing hebat.
~[🌃]~
Malam semakin larut, namun rasa kantuk belum datang menjemput, semangat hanyut, Auri hanya menahan kesal dengan bibir mengkerut.
"Huuh.. Nonton film ajadeh" ia langsung terduduk dikasurnya sambil menyiapkan sebuah laptop.
Auri asyik menonton, ketika sang pemeran utama semakin terbuai dengan tatapan sang pria, mereka semakin dekat nyaris saling bersentuhan kening.
"Bodoo.... Jangan mau dibego-begoin cowok"
"Uwoo.. Mual deh, omdo lu"
"Manisnya di depan doang"
"Nye,nye,nye.. Dasar buaya"
Auri terus saja mengomentari apapun yang dikatakan pemeran pria itu.
"Buat apaan bunga? Lu kira cewe lo meninggal?"
Ohh, tak hanya perkataan ternyata yang dilakukan pun ikut dikomentari.
Bukanya mengangantuk Auri malah semakin terjaga, kadang emosi kepada sang mantan yang baru saja memutuskannya, kadang juga kembali menangis.
Ternyata nonton film romance adalah keputusan yang bodoh. Auri semakin terisak, mengingat kata-kata terakhir mereka. Ia menenggelamkan wajahnya ke bantal sambil menangis.
"Huaa.. Gak bisa nafas"
Kemudian ia berbalik, menendang-nendangkan kakinya ke udara berharap rasa kesal, sedih, kecewa semuanya sirna.
Hingga akhirnya Auri tertidur kelelahan.~[🌃]~
^_^
I hope you like this chapter.
Thanks for reading,
please don't forget to
vote and comment.See you on the next chapter.
~ ~ ~ ~Karena kesempurnaan hanya milik Tuhan.
Oleh sebab itu kritik & saran sangat diperlukan untuk cerita ini yang masih banyak kekurangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Manusia Setengah Liter
Fiksi RemajaTak selamanya sederhana itu sengsara. Bisa saja sederhana itu berbahagia. Seperti dia, sederhana namun selalu berusaha membuatku istimewa.