KATA-KATA HANYALAH PAKAIAN, MAKNALAH YANG UTAMA

1.2K 22 0
                                    

Kata-kata hanya didperuntukkan hanya bagi mereka yang memerlukannya untuk sampai pada pemahaman. Apa perlunya kata bagi yang mempu memahami tanpa perantara kata-kata? Surga dan dunia seluruhnya adalah kata bagi mereka yang memahaminya. Dan seperti munculnya kata "Jadi", maka jadilah (QS.36:82), apa perlunya teriakan baginya yang mampu mendengar bisikan?

Seorang penyair bahasa Arab suatu ketika berhadapan dengan seorang raja yang tidak hanya bukan orang Turki, tetapi dia juga tidak mengetahui bahasa Persia. Penyair mengubah syair yang banyak dipenuhi kiasan dalam bahasa Arab untuk raja. Ketika raja dan para menteri, sang penyair beranjak maju dan mulai mengucapkan puisinya. Pada bagian yang menimbulkan kekaguman, Raja menganggukkan kepalanya; pada bagian yang membangkitkan ketakjuban, dia memandang dengan pandangan yang teramat liar. Dan pada bagian yang membangkitkan kerendahan hati, raja memperhatikannya dengan asyik.

Anggota istana kebingungan dan berkata : "Raja kita tidak pernah tahu bahasa Arab sepatah kata pun. Bagaimana mungkin dia menganggukkan kepalanya pada saat yang tepat, kecuali benar-benar memahami bahasa Arab dan menyembunyikannya dari kita semua selama bertahun-tahun? Apabila kita pernah berkata tidak sopan di dalam bahasa Arab, sengsaralah kita!"

Saat itu raja memiliki seorang budak lelaki yang mendapatkan hak amat istimewa. Pegawai-pegawai istana pergi kepadanya lalu memberinya seekor kuda, unta, dan sejumlah uang. Mereka berjanji akan memberi sebanyak itu lagi apabila si bidak bisa mengetahui apakah raja paham bahasa Arab atau tidak. Sebab, bila raja tidak memahami bahasa Arab, bagaimana mungkin dia menggelengkan kepala pada saat tepat? Apakah itu keajaiban atau ilham? Suatu hari budak itu menemukan suatu saat yang tepat. Saat itu raja sedang berburu. Karena terlalu asyik berburu, dia keasyikan dalam berburuannya. Si budak tahu kondisi raja sedang senang maka dia menanyai raja.

Raja tertawa dan berkata, "Demi Tuhan, aku sama sekali tidak tahu bahasa Arab. Aku menganggukkan kepala dan menyatakan kesepakatan, benar-benar disebabkan maksud yang terkandung dalam puisi itu." Dari cerita itu nyatalah bahwa "Hal yang utama" adalah maksud. Puisi hanyalah "Cabang" dari "yang utama". Apabila tidak ada maksud, dia tidak akan pernah menggubah puisi.

Jika seseorang telah mengutamakan maksud, tak ada lagi ke-dua-an tersisa. Ke-dua-an terletak di dalam cabang, sedangkan akarnya yang paling utama tetap satu. Fenomena semacam itu dapati ditemukan dalam sosok guru-guru spiritual. Tampak dari luar mereka berbeda satu sama lain. Dan tampak juga perbedaan yang muncul dalam keadaan perbuatan, dan perkataan. Tapi perbedaan-perbedaan tersebut berpulang pada inti yang sama yaitu pencarian Tuhan. Persis seperti angin yang berhembus melalui rumah : dia mengangkat satu sudut karpet dan mengibarkan tikar, menyebabkan debu terbang ke dalam udara, meriakkan air di dalam kolam, dan menyebabkan cabang dan dedaunan pohon berderai. Semua hal itu tampak jadi amat berbeda; padahal dari titik pandang maksud, prinsip, dan realitas mereka semuanya satu. Karena gerakan mereka semuanya berasal dari satu angin yang berhembus.

•••

Seseorang berkata : "Kita tidak sempurna."

Adalah suatu kenyataan bahwa seseorang memikirkan hal ini dan mencela dirinya sambil berkata, "Sial, apa sebenarnya aku ini?" "Mengapa aku berlaku seperti ini?" Itu merupakan bukti cinta dan kebaikan Tuhan. "Cinta adalah selama celaan masih ada." Karena seseorang akan memarahai yang dicintainya, bukan memarahi orang asing dengan dirinya. Ada sebagi jenis celaan. Menderita dalam kesakitan merupakan bukti cinta dan kebaikan Tuhan. Pada sisi lain, ketika suatu makian dilontarkan dan orang yang dimaki tidak merasakan sakit, maka tak akan ada bukti cinta (seperti ketika orang memukul karpet untuk mengeluarkan debunya). Dan pada sisi lain, seseorang yang memarahi anak atau kekasih yang ia cintai, ia akan mendapatkan bukti dari cinta. Bukti cinta akan muncul dalam contoh kusus seperti itu. Maka, selama engkau mengalami rasa sakit dan menyesal di dalam diri, itu adalah bukti cinta dan kebaikan Tuhan.

Jalaludin Rumi, Fihi ma FihiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang