AKU SANGGUP MENGABULKAN PERMINTAANMU, TAPI RATAPAN KESEDIHANMU LEBIH AKU SUKAI

644 17 0
                                    

Parwana pernah berkata, "Sebelum guru muncul, Malulana Baha‘uddin telah meminta maaf padaku dan berkata bahwa tuan kita pernah berkata, seorang raja tidak harus menyusahkan dirinya untuk datang melihat kami, karena kami adalah pokok berbagai pernyataan. Pada satu keadaan kami berkata, pada keadaan yang lain kami diam. Dalan satu keadaan kami berurusan dengan orang-orang, dalam keadaan lain kami memilih untuk menetap dalam kesunyian. Terkadang pula kita terserap dan terbingungkan sepenuhnya. Tuhan melarang raja untuk datang sementara kita mampu menunjukkan rasa simpati padanya. Atau kita tidak memiliki waktu luang untuk berbincang dan menasihatinya. Maka, akan lebih baik bagi kita untuk pergi mengunjungi seorang sahabat apabila sedang memiliki waktu luang, hingga mampu memperhatikan mereka dan kedatangan kita akan memberi mereka manfaat."

"Aku telah berbicara kepada Maulana Baha‘uddin untuk menjawabnya, "kata Pangeran, "bahwa aku tidak akan datang dengan tujuan agar tuan kami mau memperhatikanku dan berbincang denganku. Aku datang lebih karena aku masih memiliki kehormatan sebagai makhluk di antara jajaran pelayannya. Dan sekarang tuan kami begitu sibuk dan tidak pernah muncul di tengah-tengah kami. Tuan kami membuatku terus menunggu waktu lama, sampai aku sadar betapa sukar bagi orang Muslim juga bagi orang-orang lain. Tapi aku tetap menunggu di pintuku. Tuan kami membuatku merasakan kepahitan pengalaman itu. Dia mengajariku dengan pengajaran yang lebih baik dibandingkan pengajaran yang dilakukannya pada orang lain."

"Tidak" guru kami berkata kepadanya, "Aku membuatmu terus menunggu semata-mata karena sikap memihak . Diriwayatkan bahwa suatu ketika Tuhan berkata, "Hai pelayanku! Aku sanggup untuk segera mengabulkan permintaan yang kamu pintakan dalam shalatmu, tetapi ratapan kesedihanmu lebih aku sukai." Tanggapan dariku muncul terlambat agar engkau terus meratap lebih banyak lagi dan memohon lebih kerap lagi. Aku sanagat menikmati bunyi ratapan dan permohonanmu."

Sebagai contoh, dua pengemis datang pada seseorang. Pengemis yang satu ramah sekali dan menyayangi tuan rumah, tapi yang lainnya menjijikan. Sang tuan rumah berkata kepada pelayannya "Cepat berikan sekerat roti kepada lelaki menjijikan itu hingga dia pergi dari rumah kita secepat mungkin. Katakan kepada yang lainnya, penggemis yang berlaku baik, bahwa roti kita belum dibakar dan dia mesti menunggu sampai roti itu siap!"

Aku lebih suka melihat sahabatku dan memandangi mereka karena aku menginginkannya. Begitu juga aku mengharapkan dari mereka. Ketika sahabat dalam kehdiupan ini telah melihat keseluruhan hakikat sahabatnya, persahabatan mereka akan semakin terjalin lebih erat di dunia selanjutnya. Mereka akan segera mengenali satu sama lain. Mengetahui betapa mereka telah bersama-sama di dunia ini. Mereka akan dengan cepet berpegangan karena seseorang dengan cepat dapat kehilangan sahabatnya. Tidakkah engkau lihat betapa di dunia ini engkau cepat menjadi sahabat seseorang? Di dalam pendapatmu orang adalah suri teladan kebajikan seperti Yusuf. Kemudian, karena satu perbuatan buruk yang tidak menguntungkannya, dia berubah menjadi sosok dalam pandanganmu dan hilang dari sisimu selamanya. "Yusuf" berubah menjadi serigala. Orang serupa yang pernah engkau anggap sebagai Yusuf sekarang terlihat sebagai serigala. Bahkan apabila bentuknya tidak berubah dan dia orang sama yang pernah engkau lihat, dengan kebajikan kebetulan ini engkau tetap akan merasa kehilangan dirinya.

Kelak, ketika hari kebangkitan tiba dan hakikat kehidupan berubah menjadi hakikat lain, dan engkau tidak mampu untuk mengetahui seseorang dengan baik dan tidak memaksakan dirimu kasuk ke dalam hakikatnya, engkau tidak akan mampu untuk mengenalinya di kehidupan yang akan datang. Inti pernyataan ini ialah bahwa kita mesti melihat satu sama lain lebih mendalam dan masuk melampaui sifat baik dan buruk yang menempel pada diri manusia. Kita mesti masuk dan melihat hakikat satu sama lain. Karena sifat-sifat yang membedakan manusia dari yang lainnya, bukanlah sifat sejati mereka.

Mereka menceritakan tentang seseorang yang berkata, "Aku mengetahui si anu dan si anu dengan baik. Aku mampu mengatkan kepadamu seperti apa dia." Ketika diminta untuk menjabarkannya dia mengatakan, "Dia pengembalaku dan dia memiliki dua ekor sapi. Dan sampai hari ini masih demikian."

Jalaludin Rumi, Fihi ma FihiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang