Putra Atabeg datang.
"Ayahmu selalu mengingat Tuhan, dan dia sangat taat," sang guru berkata, "itu nampak dari apa yang dia katakan."
Suatu hari Atabeg berkata, "Orang kafir Yunani telah menyarankan kami menikahkan putri kami kepada kaum Tartar, sehingga agamanya menjadi satu dan agama Islam akan lenyap."
"Pernahkah Agama menjadi satu?" aku bertanya, "yang terjadi salalu dua atau tiga, dan perang selalu berkecamuk di antara sesama pemeluk agama. Bagaimana mungkin engkau menyatukan agama? Pada Hari Kebangkitan, semuanya akan dipersatukan. Tetapi di sini, di dunia ini, mustahil agama-agama menjadi satu karena setiap orang memiliki hasrat dan keinginan berbeda. Penyatuan tidak mungkin terjadi di sini. Meski pun demikian, pada Hari Kebangkitan nanti, ketika segalanya menjadi satu, setiap orang akan melihat pada satu hal, mendengar dan membicarakan satu hal."
Ada berbagai macam hal dalam diri manusia. Dia adalah seekor tikus, dan dia juga seekor burung. Kadang-kadang burung mengangkat kurungannya, kemudian tikus menariknya kembali ke bawah. Ada ribuan binatang lain di dalam diri manusia, sampai dia maju pada titik tempat tikus melenyapkan "ketikusannya" dan burung melenyapkan "keburungannya". Semua akan disatukan, karena pencarian sasaran tidak ke atas ataupun ke bawah. Ketika sasaran ditemukan, tidak ada "atas" dan "bawah". Ketika seseorang kehilangan sesuatu, dia mencarinya ke segala arah – kiri dan kanan, atas dan bawah, ke sana ke mari, ke segala arah. Dan ketika benda yang hilang itu telah ditemukan, dia akan menghentikan pencariannya. Pada hari kebangkitan nanti, setiap orang akan melihat dengan satu mata, berbicara dengan satu lidah, mendengar dengan satu telinga, dan menyerap dengan satu indera.
Hal itu seperti sepuluh orang yang bersama-sama memiliki taman atau toko. Mereka berbicara tentang satu hal, khawatir tentang satu hal, dan disibukkan dengan satu hal. Ketika barang yang dicari telah ditemukan (Pada hari kebangkitan ketika seluruhnya akan bertatapan dengan Tuhan), seluruhnya akan disatukan dengan cara serupa ini.
Di dunia ini setiap orang disibukkan dengan sesuatu. Sebagian sibuk dengan cinta pada perempuan, sebagian dengan harta benda, sebagaian dengan bagaimana mendapatkan uang, sebagian dengan ilmu. Masing-masing orang percaya pada kesejahteraan dan kebahagiaan yang dicapainya berdasar pada kepercayaan itu, demikian pula rahmat Tuhan. Ketika manusia mulai mencari dan tidak menemukannya, dia menghentikan pencarian. Setelah beristirahat sebentar dia berakata, "Kenikmatan dan rahmat itu mesti dicari. Barangkali aku tidak cukup mencari, biarkan aku mencari kembali." Ketika dia kembali mencari dan masih tidak menemukannya, dia terus mencari hingga sang rahmat membukakan diri. Ketika sampai pada tahap itulah dia menyadari bahwa sebelumnya dia melakukan pencarian pada jalan yang salah. Meski demikian, Tuhan memiliki beberapa pelayan yang melihat dengan pandangan yang jernih bahkan sebelum tiba Hari Kebangkitan.
Ali pernah berkata, "Apabila tirai telah diangkat, aku tidak menjadi lebih yakin." Dengan ini dia mengartikan bahwa apabila kulit permukaan telah diangkat dan Hari Kiamat menampakkan dirinya keyakinannya tidak akan meningkat. Penglihatannya seperti sekelompok orang yang pergi ke dalam ruang gelap pada malam hari dan berdoa. Masing-masing orang menatap pada arah yang berbeda. Ketika hari berganti, mereka kembali memutarkan dirinya kecuali seorang lelaki yang telah menatap Makkah sepanjang malam. Ketika orang lain berputar arah pada rahnya masing- masing, mengapa dia mesti ikut berputar arah? Para pelayan tuhan itu menatap Dia sepanjang malam. Mereka telah membalikkan diri dari semua yang lain, kecuali dari Tuhan. Bagi mereka hari kebangkitan terasa segera akan terjadi dan selalu merasakan kehadirannya.
Memang kata-kta tidak berbatas maknanya. Namun kata-kata diwahyukan sesuai dengan kemampuan orang yang mencarinya. Tidak satu pun di sana, kecuali Kami memiliki gudang itu semuanya, dan Kami tidak menyebarkan dengan merata, melainkan dengan ukuran yang telah ditentukan (QS.15:21). Hikmah turun seperti hujan dari sumbernya yang tiada pernah berakhir. Dia turun dengan kesuaian terbaiknya, kurang atau lebih, berdasarkan musim. Ahli pengobatan menaruh gula atau obat pada secarik kertas, tetapi di sana terdapat lebih banyak gula daripada yang ada pada kertas. Asal mula gula dan obat sangat tidak terbatas, tetapi betapa mereka mampu mencocokannya pada secarik kertas.
Beberapa orang mengejek Nabi Muhammad, dan berkata, "Kenapa Al-Qur‘an diwahyukan kepada Muhammad kata demi kata, dan tidak bab demi bab?"
Nabi Muhammad menjawab, "Pertanyaan bodoh macam apa ini? Seandainya Al-Qur‘an diwahyukan semuanya kepadaku secara serentak, aku akan meleleh hancur dan mati."
Orang yang mengabarkan sesuatu, memahami lebih banyak dari sesuatu yang sedikit, dari satu hal dia memahami banyak hal; dari satu baris, memahami seluruh buku. Persis sekelompok orang yang duduk menyimak sebuah cerita. Satu dari mereka mengetahui seluruh cerita, ketika ceritanya baru dimulai. Dari satu kiasan dia memahami sebanyak yang orang lain dengar. Hal itu terjadi karena orang-orang itu tidak menyadari seluruh situasi yang terjadi. Orang yang mengetahui semuanya, memahami lebih banyak dari sedikit saja yang diceritakan.
Mari kita kembali kepada ahli pengobatan. Ketika pergi ke toko ahli obat, di sana terdapat banyak gula. Tetapi dia akan melihat berapa banyak uang yang engkau miliki dan akan memberikan gula sesuai dengan uang yang engkau miliki. Di dalam contoh itu, "Uangmu" berarti "cita-citamu" dan "pengorbananmu". Demikian pula kata-kata. Ida diwahyukan berdasar pada cita-cita dan ketaatanmu. Ketika engkau akan mengambil gula, ahli pengobatan melihat sakumu, memperhatikan berapa banyak gula akan tertampung, dan mengukur sesuai dengan itu. Apabila seseorang membawa barisan unta dengan banyak karung, mereka akan memanggil tukang angkut. Dalam kasus serupa, ada sejumlah orang yang baginya lautan tidaklah cukup. Sementara bagi yang lain beberapa tetes kecil saja mencukupi. Lebih dari itu justru akan mencelakakannya. Ini berlaku tidak hanya di dalam makna, ilmu dan hikmah, tetapi juga dalam segala sesuatu. Kepemilikan kemakmuran dan kepemilikan semuanya tidak terbatas, tetapi semua itu diberikan dengan ukuran yang sesuai. Orang yang menanggung lebih banyak dari kemampuannya akan menjadi gila. Tidaklah engkau lihat Majnun dan Farhad itu – dan pecinta lain yang menempuh nestapa padang pasir demi cintanya kepada seorang perempuan – telah memikul hasrat yang melampaui batas kemampuannya? Tidakkah engkau lihat Fir‘aun yang mengakui dirinya sebagai Tuhan ketika dia diberi terlalu banyak kemakmuran dan kekuasaan? Tidak satu hal pun di sana, melainkan gudang itu semuanya berada di tangan Kami (QS.15:21). Tuhan telah berfirman, "Tidak ada apa pun, baik atau buruk dengan persediaan yang terbatas dalam gudang Kami, tetapi Kami menganugerahkannya sesuai dengan kemampuan, dan itu merupakan jalan yang terbaik."
Betul, seseorang mungkin menjadi seorang Mukmin tanpa tahu apa yang mereka Imani. Seperti anak kecil "percaya" pada roti tanpa mengetahui yang dia percayai. Demikian pula buah-buahan dari pohon mengering dan layu kekeringan. Tetapi mereka masih tidak mengetahui apa "haus" itu. Keberadaan manusia bagaikan bendera yang berkibar di udara. Kemudian tentara dikirim dan dikumpulkan mengelilingi bendera dari setiap arah untuk mengetahui Tuhan. Dari arah nalar, pemahaman, kemarahan, keberangan, pengampunan, keluhuran budi, ketakutan dan harapan, keadaan tanpa akhir, serta kualitas tanpa batas. Setiap orang yang mencari dari kejauhan hanya melihat benderanya saja, tetapi yang mencari dari dekat menyadari hakikatnya.
•••
Seseorang datang dan dia di tanya, "Darimana saja engkau?"
"kami merindukanmu, aku merindukanmu mengapa engkau pergi begitu lama?"
"Kami telah dan akan tetap berdoa agar keadaan ini akan berubah. Keadaan yang membawa perbedaan sungguh tidak terlihat."
Benar, Demi Tuhan, Situasi itu baik di mata Tuhan. Memang benar bahwa segala hal baik dan sempurna dalam hubungannya dengan Tuhan. Bukan hubungannya dengan kita. Ketidak murnian dan kemurnia, penolakan dan perhatian terhadap shalat, kekafiran dan keimanan, politeisme dan monoteisme – semua itu baik dalam hubungan dengan Tuhan. Tetapi bagi kita peribahan, pencurian, kekafiran, dan politeisme merupakan keburukan, sementara monoteisme, tatacara ibadah, dan sedekah merupakan kebaikan. Segala sesuatu baik jika dipandang dalam hubungannya dengan Tuhan. Seorang raja mungkin memiliki tiang gantungan, penjara, kebahagiaan, kemakmuran, harta benda, rombongan perayaan, kebahagiaan juga genderang perang dan bendera. Di dalam hubungan dengan raja semua hal itu baik. Sebagaimana kerajaannya dilengkapi dengan baju kebesaran, demikian pula ia dilengkapi dengan tiang gantungan, hukuman, dan penjara. Semua itu pelengkap kerajaannya, meski pun bagi orang-orang lain baju kebesaran dan tiang gantungan sama-sama menakutkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jalaludin Rumi, Fihi ma Fihi
RomanceHanya salinan karya Rumi, Fihi ma Fihi. *Onprogress