Bab. 6

4.9K 478 18
                                    

Anne tengah tidur lelap ketika pintu penghubung kamar dibuka. Sejak awal William tidak memiliki perasaan khusus kepada perempuan yang kini menjadi Duchess nya. Anne hanyalah perempuan yang paling pantas untuk dinikahi, dengan ukuran pinggul dan dada yang menakjubkan, William yakin Anne mampu melahirkan pewaris baginya. Meskipun ia bimbang kapan waktu terbaik mendatangi ranjang Sang Duchess. Meniduri Anne seolah cambukan baginya karena menghianati Gabriella. Tapi ocehan Grand Duchess membuat telinga William hampir pecah, nenek tua itu tahu Anne masih perawan sampai detik ini. Karena itulah ia ingin membereskan kekacauan kecil di istana nya, malam ini Anne harus mengakhiri kesuciannya.

Anne mengenakan gaun tidur berbahan satin sepanjang kaki, namun tersingkap hingga menampakkan kaki yang jenjang. Di bawah sinar bulan, kulit gadis itu pucat dan semulus porselen. Bibir Anne begitu lembut, William pernah merasakan manis bibir itu di mulutnya. William mengepalkan tangan, menahan gejolak hasrat yang perlahan bangkit. Mengabaikan kebutuhannya, William berjalan berbalik menjauhi ranjang menuju pintu penghubung lalu kembali ke kamarnya sendiri. William pasti akan meniduri Duchess nya, dengan dingin, bukan dengan perasaan. Ia akan kembali lagi setelah kewarasannya pulih.

*******
Anne terbangun dengan lelah karena mimpi buruk yang sering menghantui setiap malam. Istana Sang Duke diliputi aura gelap yang bersumber pada sang pemilik tahta. Seperti semalam ia melihat Lord Barton di dalam mimpi, siluet Sang Duke masuk ke kamar mendekati tempat tidurnya sebelum akhirnya berubah menjadi monster menakutkan. Anne harus berlari secepat mungkin menembus koridor istana yang sunyi, desis nafas monster berkepala mirip serigala memburu di belakang Anne mengejar dengan kecepatan yang jauh lebih hebat. Anne kehabisan nafas serta tenaga, keadaan semakin mencekam karena tangan bersisik di belakang mencoba menggapainya. Anne berbelok dan melihat sebuah pintu kecil tidak jauh di depan, ia yakin tubuhnya akan muat masuk ke sana sedangkan makhluk jahat itu tidak. Ia melompat dengan kaki duluan masuk dan berhasil melewati celah sempit itu kemudian mengunci pintunya dengan tergesa-gesa.

sebuah tangan mengguncang bahunya dengan keras dari belakang, ia menjerit kemudian jatuh ke lantai.

"Anne? Anne apa yang kau lakukan disini?" Anne mendengar suara sayup Sir Albert, ia mengerjapkan mata. Tatapan mata Sir Albert begitu teduh, Anne menemukan kedamaian di dalamnya. Ia seolah diseret arus hangat sinar mata itu dan dirangkul dengan erat. Ketika sadar sepenuhnya, Anne menyadari Sir Albert memangku tubuhnya di tepian ranjang. Ranjang kamar tidur Sir Albert.

Anne menjerit lagi kemudian merangkul pria itu dengan erat. "Ada monster di balik pintu, tolong aku!"

Sir Albert menahan lengan Anne dengan tidak nyaman. "Anne kau bermimpi. Tidak ada monster disini. Lagipula, " Sir Albert bergerak bergeser. "Kau membuat sesuatu di balik celana ini terhimpit."

Anne memandangi pakaian tidur Sir Albert yang tipis, dan merasakan sesuatu yang dimaksud mengeras di bawahnya. Ia meloncat berdiri, kehadiran monster lebih baik ketimbang suasana canggung ini. Pipi Anne mendadak semerah tomat. Ia berdiri memunggungi pria itu.

"Maaf atas kelancanganku memasuki kamarmu tanpa sadar." ungkap Anne lalu memperhatikan pantulan dirinya di cermin. Ia menggigit bibir, gaun tidurnya juga amat tidak pantas. Bahan satin yang menampakkan lekuk tubuhnya dengan jelas, ia lalu bersedekap.

Sir Albert memasangkan sebuah mantel panjang di bahu Anne. "Yang kuingat adalah pintu kamar ini dibuka lalu kau masuk berjalan dengan mata terpejam. Saat mencoba membangunkanmu, tiba-tiba kau ambruk dan aku menangkapmu."

Anne berbalik dan terpekik lagi. Menunduk ke arah lain, ia geram dan berkata. "Bisakah kau menutupi pakaianmu dengan sopan?" Ia hampir melihatnya, siluet itu. Celana panjang Sir Albert begitu tipis hingga menerawang.

Pria itu tidak bergerak, tidak melakukan apapun. Dasar tidak tahu malu! pikir Anne. "Udara malam akhir-akhir ini cukup hangat. Terkadang aku menanggalkan pakaian saat tidur." Pria itu berkata santai.

Anne ingin sekali menamparnya. "Sebaiknya kau belajar dari hari ini, ingatlah selalu untuk mengunci pintu ketika malam."

Sir Albert terkekeh. "Alih alih mengunci pintu, aku lebih suka membiarkan kau masuk dan menawarimu bergabung di ranjang."

Anne menengadahkan kepala. lagi-lagi Sir Albert menatapnya dengan tatapan mata itu, dan bibir yang tidak tersenyum. Dihujani tatapan itu, Anne limbung. Lututnya seolah dibius hingga lemas. Anne mundur satu langkah, lalu menunduk. "Aku harus pergi."

Lengan Anne ditahan, ia tidak berani menoleh apalagi menatap Sir Albert. Jemari di lengan Anne mengusap lembut permukaan kulitnya. Anne menahan nafas menyembunyikan keterkejutannya. "Sir Albert, lepaskan aku."

"Aku bersumpah akan membiarkan kau pergi." Sir Albert perlahan mendekat hingga bibir itu menyentuh rambut yang menutupi leher Anne.

Sir Albert merangkulnya dari belakang, Anne merasa hangat dan begitu terlindungi. Pria itu berbisik lirih. "Andaikan kau bersamaku, aku tidak akan membiarkan monster menghantui mimpi burukmu. Kau akan begitu lelah setiap malam sehingga tidurmu akan sangat lelap dan nyaman. Aku akan mendekapmu setiap waktu agar setiap mimpi buruk mendatangimu, aku akan selalu ada untuk membangunkanmu."

Sir Albert bak ksatria di negeri dongeng yang selalu ia impikan, kstaria yang mampu mengalahkan monster jahat di mimpinya. Apa yang harus ia lakukan sekarang?

Anne memutar tubuhnya menghadap Sir Albert, ia ingin menolak pria itu lalu pergi. Namun ia malah tersesat di kehangatan tatapan mata itu, dan ketika Sir Albert mencondongkan wajah ke arahnya, Anne memilih diam. BIbirnya diraup dengan rakus oleh bibir itu, Anne terkesiap, berpegangan tangan di pinggang Sir Albert. BIbir yang mengulum bibirnya begitu ahli membujuknya hingga membuka. Tangan Sir Albert menggerayangi tubuhnya yang berbalut gaun tidur. Anne sampai kehabisan nafas. BIbir itu masih melahapnya dengan lapar, dengan gairah yang amat kuat, Anne terbujuk membalas dengan rayuan yang sama.

"Demi Tuhan, Anne. BIbirmu begitu manis, biarkan aku menghisapmu." Sir Albert mengangkat kepala sekejap, mata yang sangat berkabut itu memandang Anne nanar. "Ayo ke ranjang bersamaku."

Mendengar kata ranjang  membuat Anne tersadar. Ia melepaskan diri dari dekapan Sir Albert, matanya mengerjap seperti habis pinsan. Mulut Anne menganga, ia mengangkat tangan menutupi bibirnya dengan malu dan rasa bersalah. Bibirnya sudah bengkak, dan sesuatu di bagian bawah tubuhnya juga ikut berdenyut. Anne lalu mengusap tengkuknya menyembunyikan hasrat yang juga perlahan bangkit. Saperti sebelumnya, ia juga memilih bungkam.

Sir Albert terlihat jelas kecewa. Pria itu duduk di tepi ranjang. "Pergilah." Pria itu mengusirnya dengan suara pelan. "Sepertinya kau cukup senang menyiksaku."

"Maafkan aku." Anne tahu penolakan ini amat menyiksa pria itu. Beberapa detik terakhir, Anne merasakan betapa besar dan kuat keperkasaan Sir Albert membengkak di balik celana tipis itu. Namun jika ia tidak mencegah hasrat diantara mereka, masalah hanya akan semakin menumpuk. Meskipun ia juga begitu tergoda ingin menyulut api gairah hingga terbakar dan padam bersama.

"Kubilang keluar, sekarang!"pria itu akhirnya membentak dengan telunjuk mengacung ke arah pintu keluar. Tatapan mata pria itu seakan terbakar api cemburu. Anne yakin Sir Albert mengira Anne menolaknya karena Lord Barton.

Anne merinding mengetahui bagaimana menakutkannya Sir Albert ketika marah. IA bergegas pergi meninggalkan kamar Sir Albert dan menuju kamarnya sendiri. Rupanya hari baru lewat tengah malam, itulah sebabnya Anne mengantuk dan lelah. Ia kembali ke kamar dan duduk di dekat jendela, ia tidak bisa tidur. Semakin memikirkan kejadian tadi, ia semakin ingin melakukan sesuatu pada pernikahannya yang tidak bahagia. Besok ia akan menghubungi pengacara kenalannya untuk membantunya mengajukan berkas pembatalan pernikahan.

**************

TO BE CONTINUE





One Sided Love ( The Duke and I)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang