Bab. 4

4.7K 456 8
                                    

Anne berjalan murung menyusuri koridor, mendorong sebuah pintu kayu hingga membuka, ia memasuki ruang perpustakaan untuk bersembunyi. Pintu itu membuka lagi ketika  Sir Albert muncul dan berdiri di depan Anne. Wajah tampan itu menyeringai kepadanya, tangan lebar Sir Albert mendorong pintu hingga menutup. Anne terperangkap pada jeratan yang lain setelah upaya melarikan diri dari kejaran Sang Duke yang tengah murka.

"Selamat pagi, Sir Albert. Apa yang bisa kubantu?"

Pertanyaan Anne membuat pria itu tergelak. "Apa seorang duchess selalu menyebalkan seperti ini?"
Tawa seraknya bergema diantara buku tua dan usang, tatapan matanya yang sehangat angin musim semi memerahkan pipi Anne seketika.

"Kehadiranmu tidak diharapkan, membuatku tidak nyaman." Balas Anne kemudian berjalan ke lorong sempit diantara rak buku. Ia menyadari Sir Albert berjalan tepat di belakangnya.

"Aku tidak pernah melakukan apapun yang membuat seorang wanita tidak nyaman." Anne mendengar pria itu berbicara, menghela nafas lelah. "Setidaknya belum."

Anne menarik sebuah buku namun tidak membukanya. Ia berjalan ke arah sofa. "Ah, anggap saja yang menggodaku waktu itu hanya bayangan dirimu."

Pria itu menangkap jemari tangannya. Bahu Anne menegang, ia tidak berbalik.

"Apa aku membuatmu tidak nyaman?" Suara serak Sir Albert berhembus di tengkuk Anne.

Sir Albert memandangi rambut cokelat Anne, jemarinya gatal ingin menarik kepala itu mendekat lalu membaringkannya di sofa. Melawan keinginan itu, Albert hanya memegangi jemari tangan gadis itu, mengusapnya perlahan. Anne tidak menolak rayuan Albert, tidak juga menanggapi.

Anne berbalik dengan menarik tangannya namun pria itu bertahan. Mata Anne naik menatap Sir Albert, sepasang bola mata biru itu tengah menatapnya dengan cara yang menggelisahkannya. Tanpa sadar Anne membasahi bibir, pria itu memandangi bibirnya yang basah. Debaran di dadanya semakin kencang, Anne menarik sekali lagi tangannya lebih kuat dan berhasil.

Bukannya melarikan diri keluar, Albert memperhatikan Anne duduk di sofa lalu meletakkan buku ke atas meja. Bibir Albert tersungging senyum samar. Gadis aneh. Pikirnya. Anne malah asik membaca.

"Tinggalkan aku sendiri, please." Pinta Anne masih dengan kesibukannya. Anne sesekali terkikik geli membaca buku novel misteri yang terselip unsur komedi.

Albert begitu geram hingga dengan gerakan cepat menarik buku Anne lalu melemparkannya keluar jendela. Gadis itu tersentak berdiri memelototinya kesal.

"Apa maumu sebenarnya?" Suara Anne mendesis diantara deretan giginya, ia menahan amarah. Tapi kemudian menyadari pertanyaannya mungkin memancing keinginan terpendam lawan bicaranya.

Sir Albert melangkah mendekat, tatapan mata itu begitu lekat memandangi wajahnya. Anne terjebak diantara sofa dan meja. "Berhenti. Jangan mendekat!"

Tangan Anne mencengkram sudut meja, mengumpulkan keberanian yang seakan menyusut setiap berhadapan dengan pria ini.
"Dasar mesum." Umpat Anne.

Pria itu tertawa serak, tawa dingin yang membuat tengkuk Anne merinding. "Sepertinya aku semakin menyukaimu, Anne."

Pria itu menyebut nama depannya dengan tidak sopan. "Sir Albert, kau sungguh diluar batas kesopanan."

Pria itu menatapnya dengan sungguh-sungguh. "Sejak awal memang aku tidak berniat sopan padamu."

"Kau..." Anne menggigit bibirnya. "Sungguh kekanakan, membuang buku seperti itu."

"Kau mengabaikanku!"

Bajingan mesum. Anne sudah membuka mulut namun tidak jadi mengatakannya.

Sir Albert berkata lagi. "Kau mengincar William karena gelar, siapa yang lebih kekanakan?"

"Sebentar lagi keturunan William akan hadir, tidak ada yang lebih bahagia bagiku selain memberi pewaris bagi Sang Duke."

Sir Albert menarik pinggang Anne hingga keduanya menempel erat. Anne merasakan gairah Sir Albert di perutnya, kedua lututnya seketika lemas seperti agar-agar.

Hentikan ini sekarang juga, Anne. Jangan biarkan pria ini merusak impianmu.

Bibir Sir Albert mendekati bibirnya, tangan Anne mendorong dada kekar pria itu. Membuang muka ke samping, ia mencoba melepaskan diri. Namun pria itu menahannya pergi. Kedua tangan Sir Albert menangkup wajahnya dengan kasar selagi bibir itu meraup bibirnya dengan lahap.

Anne memejamkan mata, mengatupkan bibir sekuat tenaga, mencegah lidah yang menggoda untuk masuk. Namun kekuatan pria itu jauh lebih besar, bibir Anne membengkak memerah oleh tekanan dan hisapan. Ketika satu tangan Albert turun menyusup ke balik gaunnya mengusap puncak dadanya, Anne memekik pelan.

Bibir Albert tersenyum ketika menyusupkan lidah ke dalam mulut Anne. Merenggut semua kenikmatan dan menyuguhkannya kembali kepada Anne. Ia amat terangsang dan tidak ingin berhenti. Merebahkan gadis itu ke sofa, Albert menekuk kedua tungkai gadis itu lalu menyingkap bawahan gaun ke atas dengan cepat melepaskan pakaian dalam Anne.

Albert mengerang seraya menyurukkan kepala di antara tungkai Anne. Kali ini tanpa kelembutan, tanpa bujukan, Albert mengulum kewanitaan Anne dan lidahnya membelai masuk ke celah sempit itu. Anne memekik lebih keras, nafasnya tersengal, desahan pada kebutuhan yang mendesak. Jemari Anne mencengkram rambut Albert, gadis itu sama bergairah dengan dirinya. Albert menggoda semakin bersemangat. Gadis itu mencapai klimaks, lengkungan punggung dan erangan Anne tidak bisa menipunya.

Albert mengangkat kepalanya, memakaikan kembali pakaian dalam Anne dan merapikan gaun gadis itu. Anne terbaring lemas di sofa, menutupi kedua mata dengan lengan.

"Apa yang sudah kau lakukan padaku." Anne berkata lirih. "Ini tidak boleh terulang lagi."

Albert duduk di samping Anne, menyandarkan kepala di sandaran sofa. "Saat kau menyebut namanya, darahku mendidih. William tidak boleh menyentuhmu, hanya aku."

Anne menghela nafas frustasi. "Kau sudah gila."

"Kita harus menghentikan kegilaan ini." Albert berkata lagi. "Pernikahan kalian harus dibatalkan."

"Jangan konyol." Ucap Anne. Anne menatap pria itu. "Pergilah ke kelab dan mabuk, lupakan aku."

"Kalau begitu aku akan terus menggodamu lalu menidurimu, hingga kau bingung bayi di dalam kandunganmu milik aku atau dia."

Anne beranjak dari sofa. "Obsesimu adalah merebut apa yang menjadi milik William, bukan aku yang sesungguhnya kau inginkan."

Anne telah di ambang pintu ketika Albert berkata lagi. "Aku telah merelakan gelar ayahku sejak dilahirkan sebagai putra kedua. Tapi ternyata perempuan sekarang lebih memilih pria dengan gelar. Siapa sebenarnya yang terobsesi dengan apa?"

Anne mengabaikan Sir Albert, melangkah pergi dengan harga diri yang masih tersisa.

*********
To be continue

One Sided Love ( The Duke and I)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang