PROLOG

34 4 5
                                    

"Satu hal yang baru kuketahui. Kenyataan pahit yang membuat hatiku begitu terluka. Kenyataan bahwa kamu memiliki kekasih selain diriku".


Aroma obat-obatan begitu menyeruak memenuhi ruangan yang bernuansa serba putih. Aku sedang duduk di sofa ruangan rumah sakit. Menunggu seseorang yang sangat berarti dalam hidupku. Seseorang yang telah memberi warna hampir 4 tahun ini.

Lelaki tersebut sedang berbaring di ranjang rumah sakit. Mukanya begitu pucat, tubuhnya seperti tidak berdaya. Ditambah lagi tubuhnya dipenuhi alat rumah sakit yang digunakan untuk membantunya.

Sudah sepuluh hari lelaki tersebut belum sadarkan diri. Dokter mengatakan bahwa ia mengalami koma akibat kecelakaan parah yang menimpanya. Untungnya masa kritis telah dilaluinya sejak beberapa hari yang lalu.

Mendapat kabar bahwa lelaki yang kucintai mengalami kecelakaan membuatku begitu shock. Bukan shock karena hal itu saja, tetapi yang lebih membuatku terkejut sekaligus kecewa adalah dalam kecelakaan tersebut ia tidak sendiri. Namun bersama seorang perempuan. Perempuan yang mengaku sebagai kekasih hati Alvaro Anggara Wicaksana, lelaki yang sedang terkulai tak berdaya di atas ranjang rumah sakit.

Setelah perempuan itu sadar, aku menanyakan apa hubungannya dengan Alva. Awalnya kukira mereka hanya sebatas teman kerja. Namun perempuan itu mengaku sebagai kekasihnya.

Mendengar penuturannya, awalnya aku sama sekali tidak percaya. Namun setelah 0e
perempuan itu memperlihatkan foto-foto kebersamaan mereka  kini aku percaya. Mereka begitu dekat dan romantis. Hatiku begitu sakit mengetahui kenyataan pahit bahwa lelaki yang sangat aku percaya ternyata menghianatiku.

Sudah berapa lama kalian bermain api di belakangku ?.

Mengapa kalian tega melakukan itu ?

Apa salahku Alva, kamu tega sekali padaku ?

Perempuan yang mengaku sebagai kekasih Alva sudah diizinkan pulang oleh dokter sejak tiga hari yang lalu. Kini setiap sore perempuan itu selalu menyempatkan menjenguk Alva. Ketika ia sedang duduk di dekat ranjang Alva, ia mengelus tangan dan rambut Alva terkadang juga mencium keningnya. Ada rasa sesak yang menyelimuti hatiku.

Semenjak pengakuan itu, aku tidak pernah lagi bertutur sapa dengannya. Namanya saja aku tidak mengetahuinya. Aku belum memberitahu kepadanya bahwa aku juga kekasih Alva.

Aku hanya diam tidak bereaksi menahan sesak di dadaku menyaksikan wanita itu memberikan perhatian kepada Alva.

Kalian pasti bertanya-tanya, mengapa aku tidak pergi saja ketika perempuan iu sedang menjenguk Alva. Ibuku dan Mamanya Alva, yaitu Tante Lisa juga menyarankanku seperti itu. Namun aku menolaknya. Aku punya alasan tersendiri dengan hal itu. Aku sudah berjanji pada diriku sendiri apapun keadaan Alva aku akan tetap bersamanya, mendampinginya.

"Gladys...?"suara Tante Lisa menyadarkanku dari lamunan.

Aku mendongak menatap Tante Lisa. Mencoba menampilkan senyum terbaikku. Walaupun kondisi hatiku sebenarnya sedang tidak baik-baik saja.

"Iya Tante, kenapa?"

"Tante mau bicara sama kamu" kata Tante Lisa, kemudian duduk di sampingku.

"Mau bicara apa Tan?" balasku.

Kemudian Tante Lisa meraih kedua tanganku lalu menggenggamnya.

"Glad...maafin anak Tante yah, Tante tau pasti kelakuan Alva buat hati kamu sakit. Tante bener-bener malu punya anak kaya dia. Sebenernya Tente juga nggak nyangka, kenapa Alva tega ngelakuin hal itu sama kamu. Sekali lagi tante minta maaf yah?" ucap Tante Lisa sambil menangis memohon maaf kepadaku.

Last ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang