Dokter sudah memperbolehkan Alva untuk pulang ke rumah. Tetapi dengan syarat ia harus cek up seminggu sekali. Sejak kepulangannya 5 hari yang lalu, kini suasana rumah Tante Lisa begitu ramai dipenuhi kerabat dan tetangga dekatnya yang sedang berkumpul dalam rangka acara syukuran atas kesembuhan Alva.
Begitu juga dengan aku. Kini aku sedang duduk lesehan di ruang keluarga bersama Livia menikmati hidangan yang telah disediakan. Sementara Tante Lisa sedang menemani kerabatnya. Yang memiliki acara ini, yaitu Alva sedang berkumpul menemani teman-temannya di ruang tamu.
Aku mengedarkan pandangan mataku ke seluruh penjuru ruangan ini. Mencari sosok perempuan yang kemarin ikut mengantarkan Alva pulang. Kalian pasti tahu siapa yang kumaksud. Yapss,,,aku sedang mencari Melva. Tapi perempuan itu tidak kelihatan batang hidungnya. Tumben.
Dalam hati aku bersyukur karena perempuan itu tidak datang. Tapi dugaanku salah, sebuah suara seseorang yang berasal dari luar seketika mengejutkanku. Orang itu datang kesini sendiri membawa sebucket bunga dan parsel buah di tangannya.
"Assalamu'alaikum..."
"Wa'alaikumsalamm..."ucap Tante Lisa menyambut kedatangannya dengan ramah.
Kemudian kulihat Alva bangkit berdiri menghampirinya dan mengajak untuk masuk. Setelah perempuan itu menaruh barang bawaannya di atas meja, kemudian Tante Lisa menyuruhnya untuk menikmati hidangan. Sedangkan Alva duduk kembali menemani teman-temannya.
Kini perempuan itu berada dalam satu ruangan denganku. Kuharap ia tidak menghampiriku.
"Gladd..." sebuah suara memanggil namaku.
Itu suara Livia. Aku menoleh menghadapnya.
"Iyh Vi,,,kenapah ?"
"Bengong aja dari tadi. Kok makanannya gak dihabisin ?"
Aku tahu kalimat Livia hanya basi-basi. Sekedar untuk mengalihkan perhatianku dari perempuan yang kini sedang mengambil minuman yang tak jauh dariku.
"Gue jadi gak selera makan" ucapku sinis sambil melirik ke arah perempuan itu.
"Udah... loe gak usah liatin Melva. Mendingan loe sekarang minum nih jus, biar hati loe lebih tenang" perintah Livia sambil memberikan segelas jus melon kepadaku.
Aku menurut mengambil gelas itu lalu meneguknya hingga tandas.
"Semoga dia gak ngeliat gue di ruangan ini"
"Hahaa...mana mungkin. Pasti dia ngeliat loe lh. Tuh...dugaan gue benerkan, dia lambain tangan ke kita"
Benar apa kata Livia. Ia melihat ke arah kami dan melambaikan tangannya. Namun aku pura-pura sibuk menghabiskan makananku. Biarkan Livia saja membalas lambaiannya.
"Gladd...Melva lagi jalan ke arah kita" ucap Livia.
"Gue tau" ketusku.
Gadis itu mendekat ke arah kami. Dan kini ia duduk tepat dihadapanku dan Livia. Tapi aku masih pura-pura sibuk makan.
"Boleh aku ikut gabung ?" ucapnya, membuka percakapan diantara kami.
"Silahkann..."
Itu bukan suaraku, tetapi suara Livia. Sebenarnya aku tidak sudi berdekatan dengan perempuan itu. Tapi apa boleh buat, aku tidak mau dikira perempuan sombong.
"Glad...apa kabar kamu ?"
"Baik" balasku singkat.
"Kok tumben kemarin kamu gak kesini jengukin Alva?"
"Sibuk kerja"
"Owhhh...gitu yah"
"Vi...gue mau ke toilet dulu yah" ucapku bangkit berdiri dan langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari Livia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Last Choice
أدب المراهقينHubungan ini ibarat jalan setapak yang berkelok-kelok. Rumit, tetapi terdapat ujungnya. ~'Gladys Bellvania