Note: Direkomendasikan untuk mendengarkan instrumen yang terlampir untuk menambah suasana.
.
.Rasa sakit menusuk seluruh tubuh. Pusatnya berada di kening yang tak berhenti berdenyut. Nyeri terasa membuat Sasuke sukar untuk menggerakan tubuh. Kening mengerut. Merasakan sesuatu menempel pada kening yang sakit. Perlahan, kelopak mata yang berat itu terbuka. Sinar remang menjadi satu-satunya cahaya yang masuk pada retina.
Sasuke meringis ketika mencoba untuk bangkit. Pening di kepala hampir membuatnya oleng. Penglihatan semakin jelas. Pemuda itu akhirnya mampu melihat keadaan sekitar.
Pada awalnya ia bermimpi sedang menaiki sebuah kendaraan. Suaranya riuh memenuhi indra pendengaran. Pun, tubuhnya akan berguncang sesekali. Perjalanan menuju tempat yang indah di dalam mimpinya terasa begitu panjang.
Namun, kini, saat kesadarannya muncul, Sasuke sadar jika ia tidak hanya sekadar bermimpi.
Hal yang pertama kali disadari ketika membuka mata adalah ia benar-benar sedang berada di dalam sebuah kendaraan. Sasuke bisa mengambil kesimpulan itu karena melihat pemandangan di luar jendela. Apa pun yang sedang ia kendarai, pasti melaju begitu kencang.
“Ugh...”
Denyutan di kepala kembali terasa saat pemuda berambut hitam itu hendak bangkit berdiri. Tungkai kaki masih terasa berat dan lemas, membuatnya semakin kesulitan.
Sentuhan lembut tiba-tiba terasa di pundak. Sasuke menoleh. Menemukan satu wajah asing dengan mata biru menenangkan sedang memandang ke arahnya. Sosok lelaki itu mengerutkan kening. Ada binar kekhawatiran yang terlihat pada sepasang netra indah tersebut.
“Kau tidak apa-apa?”
Perlahan, Sasuke mengangguk. Meski masih terasa sakit, tapi secara keseluruhan ia merasa baik-baik saja. Setidaknya, ia tidak lagi dikelilingi oleh puluhan zombie seperti yang terakhir ia ingat.
“Di mana...?”
Hening beberapa detik. Lelaki itu tersenyum tipis. Menepuk pundaknya sekali lagi dengan lembut. “Duduklah dulu. Akan kuambilkan minum.”
Sasuke hanya bisa terdiam. Ia menoleh ke kanan dan kiri. Melihat sederet kursi yang sangat ia kenal. Sekali lagi, mata hitam berpaling pada jendela persegi yang hanya menampilkan dinding-dinding yang bergerak cepat. Kepala bersurai hitam berputar.
Ah, ia berada di dalam gerbong kereta.
Merasa kaki belum cukup kuat untuk menopang tubuh, Sasuke memilih duduk pada salah satu bangku berwarna putih. Ia mengusap wajah. Berusaha tenang meski sebenarnya ada rasa ragu di dalam dada.
Benarkah ini jalan yang benar?
Satu botol minuman muncul dari sisi kiri. Kepala mendongak dan menemukan lelaki itu sudah datang lagi dengan senyum lebar. Deret gigi putih terlihat begitu menyilaukan. Sasuke mengambil botol tersebut dengan suka hati. Tenggorokan terasa kering sekali.
“Terima kasih,” ucap Sasuke ringan sembari membuka tutup botol. Ia segera meneguk cairan bening yang segar. Merasakan tenggorokan kering menjerit bahagia.
Tidak sampai satu menit, satu minuman tandas seketika. Remaja tanggung mendesah pelan. Bibir segera diusap dengan punggung tangan.
“S-Sasuke...?”
Tubuh kurus tersentak. Suara yang familier memanggil namanya sedikit ragu. Perlahan, kepala bersurai hitam menoleh ke kiri. Di sana, di balik tubuh tegap lelaki asing, ia dapat melihat wajah-wajah yang sudah tiga bulan tak terlihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAILROADS [NaruSasu]
FanfictionLima tips bertahan hidup di tengah kiamat dadakan; Satu, berhenti menangisi masa lalumu yang suram; Dua, berkelompok hanya membuat persentase kematianmu meningkat; Tiga, temukan pria berambut pirang yang seksi; Empat, percaya dan serahkan hidupmu pa...