Napas memburu membuat paru sesak. Keringat mengucur dari pelipis. Menuruni ceruk leher dengan otot tegang. Geraman dan bau busuk ada di mana-mana. Gelap malam menjadi saksi puluhan zombie mengejar tiga manusia yang mulai kehilangan tenaga.
Naruto mengumpat berkali-kali. Mata biru yang menggelap terlihat nyalang memandang sekeliling. Sai berlari sedikit di depan. Menjadi pembuka jalan sementara pria berambut kuning sibuk melindungi pemuda kurus bermata kosong. Jalanan gelap yang biasa sepi, kini dipenuhi mayat hidup.
Tungkai kaki bergerak membelah bebauan busuk. Sai menggerakkan dua pedang begitu ahli. Memutus kepala zombie dengan sekali sayat. Mata hitam melirik ke belakang. Mengamati perubahan ekspresi dari Sasuke. Ia mendecih. Menyayat lebih brutal untuk membuka jalan.
Di sisi lain, perhatian Naruto terpecah menjadi dua; menghabisi zombie yang hendak menyergap dari belakang dan mengawasi keadaan pemuda kurus di sampingnya. Secara keseluruhan, ia memang sudah mempercayakan Sai untuk membuka jalan. Jadi, fokusnya tidak akan melebar ke mana-mana.
“Kita ke mana?!”
Sai berseru dengan napas berat. Tak berhenti menggerakkan mata pedang. Naruto mengerutkan kening, nampak berpikir.
“Kita harus kembali ke kereta,” ucapnya tidak kalah lelah.
Pria berkulit pucat menoleh sekilas hanya untuk memberikan tatapan tajam. “Kau gila?!”
“Hanya itu satu-satunya jalan agar kita mampu melewati barikade dengan mudah.”
Sai mendecih. “Kau yakin mereka tidak akan mengamankan jalur bawah tanah juga?
Naruto terdiam. Rekannnya itu benar. Kemungkinan pemerintah mengambil alih semua jalur darat itu besar. Mereka pasti akan melakukan segala macam cara untuk menghabisi siapapun, menutupi kebusukan. Pun, siaran radio mereka memang bertujuan untuk menjebak warga.
Pemerintah sama sekali tidak bersungguh-sungguh menyelamatkan warga.
“Naruto!”
Teriakan Sai memecahkan lamunan. Pria pucat itu menatap begitu tajam. Seakan mengutuk Naruto yang masih sempat untuk melamun. Kepala bersurai kuning menggeleng pelan.
“Cari tempat yang aman dulu,” ucapnya dengan napas berat. “Kau lihat sesuatu yang menjanjikan?”
Sai terdiam. Kepala berputar mencari celah bagi mereka untuk kabur. Ia menoleh ke belakang. Sekadar mengamati berapa banyak zombie yang masih mengejar. Jumlahnya cukup banyak. Kabar baiknya, tidak ada lagi yang muncul dari depan. Mata hitam yang sipit melirik ke arah kanan. Menemukan satu gang kecil yang terang. Lampu berkedip beberapa kali. Insting tajam memberi tanda hijau.
“Ke sana!”
Mereka berlari melompati mobil, membuat mayat hidup di belakang menjadi sedikit terhambat. Sesuai dugaan, gang kecil terlihat kosong. Tidak ada zombie. Sebuah keajaiban bagi mereka menemukan jalan yang tenang sekali.
Sai memimpin jalan. Mengandalkan insting yang terlatih bertahun-tahun. Naruto menoleh ke belakang. Zombie masih mengejar meski jaraknya cukup jauh. Mata biru beralih pada sosok pemuda yang masih terdiam dengan mata kosong.
“Mana tempat amannya?!”
Naruto semakin tidak sabar. Melihat kondisi Sasuke membuatnya benar-benar khawatir.
“Berisik! Urus saja pacarmu itu!
Pria berambut kuning tersentak. Ada rona merah di pipi berkulit tan. “S-Sasuke bukan pacarku.”
Tak ada komentar. Sai hanya memutar mata. Ia fokus memimpin jalan. Gang kecil yang becek ternyata buntu. Mereka berhenti di depan dinding batu bata yang tingginya kurang lebih dua meter.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAILROADS [NaruSasu]
FanfictionLima tips bertahan hidup di tengah kiamat dadakan; Satu, berhenti menangisi masa lalumu yang suram; Dua, berkelompok hanya membuat persentase kematianmu meningkat; Tiga, temukan pria berambut pirang yang seksi; Empat, percaya dan serahkan hidupmu pa...