A

27 1 0
                                    

Bela pov_

Dalam sekejap aku dibuat menghentikan segala anganku. Menghentikan peredaran darah yg tadinya mengucur deras. Mengentikan tulang sendiku kemudian membeku. Perlahan melepaskan detak jantung. Dengan demikian aku pikir sudah tidak ada lagi rasa sakit yg selama ini sengaja mendiami relung hatiku. Ada sorak ria entah dibagian mana, namun hanya sepersekian detik kurasakan hingga sebuah tangan menyeretku kepinggir jalan.

"Lo, baik-baik aja kan ??" Suara itu menyadarkanku.

Iyaa, aku baik baik saja jika ia terlambat datang beberapa detik saja. Aku tidak baik baik saja sekarang.

"Heiii. Are you ok?? Gue antar kedokter!!"

Suaranya lagi menyadari tidak ada respon yg kukeluarkan, dan lagi lagi menyeret tanganku tanpa ijin. Aku baik baik saja kalau kamu tidak lancang menyeret tanganku. Sekarang aku menyesali perbuatannya.

Seluruh tubuhku melemah, mungkin ini jalan menuju ke keadaan baik baik saja versi diriku sendiri. Seperti biasa aku hanya bisa menutup lemah mataku tapi kali ini bukan keinginan hatiku melainkan keinginan tubuhku. Dua sisi yg mendiami tempat yg sama namun berbeda kondisi.

Bagaimana mungkin matahari tebit dari arah timur?
Setiap jejak ada setelah ditinggalkan.
Keduanya memiliki arti yg berbeda. Ketidakmungkinan dan kenyataan yg tidak diinginkan.

Perlahan mataku memaksa untuk dibuka, saat itu aku berharap semua berubah dan aku sungguh akan baik baik saja.

"Kamu sudah sadar?? Syukurlah. Kata dokter kamu cuma syok aja. Gue udah telfon keluargamu"

cowok yg tadi lagi, dia yg justru tidak menyelamatkanku, karna nyatanya rasa sakit itu masih bersarang entah dimana aku tak bisa menemukan.

"Bela sayang, kamu baik baik saja nak"

Serbuan wanita cantik menciumi dan memelukku, seharusnya ada cowok ganteng yg selalu disampingnya yg biasa kusebut papa, tapi entah kemana. Wanita cantik yg sedari dulu aku panggil mama memang selalu mengerti apa yg kumaksud tanpa berbicara.

"Papa lagi ketemu dokter dulu" katanya menjawab pertanyaan dalam hatiku sambil meraba raba tubuhku memastikan aku baik baik saja.

Kata baik baik saja memang hal yg paling dicari dan diburu begitu juga denganku. Iyaa, aku sangat menginginkannya. Cowok yg tadi tersenyum lega melihat aku yg baginya baik baik saja dan rasa lega setelah mempertemukanku dengan orang yg sangat dipercaya, dan tempat dimana aku bisa pulang.

"Kamu yg bawa Bela kesini? Terimakasih banyak yaa? Temen sekolahnya??"

Jiwa wartawan mama keluar dengan wajah berbinar mendapati cowok itu yg dari tadi seolah diabaikannya.

"Saya Igo, tadi... bla bla bla"

Aku enggan mendengarkan dia berbicara, enggan mendengarkan mereka ngobrol dan lebih tepatnya aku hanya ingin sendiri, kupalingkan wajahku menghadap sisi sebelah membelakangi mereka yg entah membicarakan apa.

Mama membantuku berjalan yg sebenarnya sangat kuat untuk sekedar berjalan sendiri. Papa di sebelah kiriku. Setelah kejadian itu tadi pagi, sorenya aku boleh pulang kerumah. Karena memang tidak ada yg salah dan tidak ada benturan dengan badanku, karna kedatangan cowok itu sangat tepat sekali, tapi rasanya masih sangat lemahh.

"Lain kali kalau mau nyebrang hati hati yak nak"

Suara mama menyadarkan lamunanku dibalik kaca jendela mobil. Rintikan hujan dibulan Frebruari biasa mengguyur jalanan. Aku tak menjawab bahkan tidak memngubah posisiku.

"Kenapa gk minta diantar Mas Iwan, Bel?" Papa menyaut.

Aku masih malas bicara, ku sandarkan pelan tubuh ini kebelakang menutup mata, seperti biasa.

Bayangan kelam berkeliaran dikepalaku.

Kami sudah sampai dirumah, rumah yg besar, indah, nyaman, tapi sepi. Hanya ada aku mama papa dan beberapa mbak yg membantu dirumah ini.

Hari minggu ini semua dirumah, menikmati dan mengingatkan kami semua bahwa ada rumah untuk kami tinggali.

"Mamaa" teriakku,

Melihat mama yg berjalan meninggalkanku dibelakangnya begitu turun dari mobil. Mama berbalik dan tersenyum, menyadari aku yg sudah kembali seperti biasa menurutnya.

"Mana bisa kamu lama lama marah sama mama" mama memelukku.

Iyaa diamku dari tadi karena aku marah, mama sama papa mau ke luar negeri besok pagi.

"Cuma seminggu, sayang" kata mama lagi.

Papa tersenyum melihat tingkahku, keanehan yg biasa kuperlihatkam ketika aku marah entah itu sama mama ataupun sama papa.

"Kalau gitu besok aku bolos ikut nganter mama papa kebandara" jawabku masih menggelendot manja sama mama.

Mama tersenyum mengiyakan. Aku paling suka bolos sekolah apalagi ini dapet dukungan walau akhirnya aku ditinggal.

"Btw cowok yg tadi ganteng juga" goda mama lagi.

"Papa udah telfon Risa suruh nemenin kamu, dia oke, Bel" saut papa dari dalem.

"Gk mau!! Gk!!! gakk!!!! mending aku ikut mama sama papa"

"Risanya udah oke" balas papa menegaskan.

"Gak mau!!!" Balasku malas menuju kamar.

Risa sepupuku yg entah kenapa aku sama sekali tidak bisa akur dengan dia walau kami seumuran dan satu sekolah pula. Semua orang juga udah tau aku tidak suka sama dia, ini malah papa ngajak dia kesini, satu mingguku kedepan kayak neraka dong.

Kurebahkan tubuhku dikasur menutup mata kembali, membunuh segala resahku.

DiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang