"(Name)-san, apa ada lagi surat yang dari si bunga sakura untukku?"
Beberapa minggu setelahnya. (Name) semakin sering menulis surat untuk Gentaro. Minimal seminggu tiga kali dia akan memberikan surat itu pada Gentaro. Namun, sejujurnya dia tak habis pikir mengapa dia bisa sangat peduli pada novelis pembohong itu.
"Hah?" (Name) menatap Gentaro bingung. "Si bunga sakura?"
"Maksudku, surat yang isinya selalu singkat itu," kata Gentaro sambil menggaruk kepalanya pelan. "Biasanya, (Name)-san yang akan membawakannya untukku."
"Ohh, orang itu ya," kata (Name) sambil mengangguk-angguk. Tangannya mengambil tas kecil yang ada di sampingnya. Dia membuka tas tersebut dan mengambil surat yang dimaksud. "Ini, Yumeno."
"Terima kasih," kata Gentaro seraya mengambil surat tersebut. Jemarinya membuka perlahan amplop berhiaskan sakura itu. "Si bunga sakura ini sering sekali mengirimkan surat untukku, ya? Padahal, orang lain tak sesering ini memberikan surat padaku."
"Yah, itu artinya si bunga sakura itu peduli padamu, Yumeno," kata (Name) sambil mengambil cangkir berisi teh hijau dan menyeruput isinya. "Jarang ada penggemar yang sepeduli ini pada idolanya."
"Kau benar, (Name)-san." Gentaro mengeluarkan kertas yang ada di dalam amplop sakura tersebut. "Biar kulihat dulu apa isi surat tersebut kali ini."
"Janhan lupa bacakan untukku, Yumeno."
"Baiklah, (Name)-san. Hem, 'Apa kau sudah memperbanyak waktu istirahatmu, sensei? Jika iya, itu sangat bagus. Aku sangat khawatir jika kau sampai sakit.' Begitulah isinya." Gentaro mengangguk dan tersenyum tipis. "Wah, wah. Nona bunga sakura ini benar-benar perhatian padaku, ya?"
"Benar, Yumeno." (Name) mengangguk setuju sembari menatap Gentaro. "Sebagai novelis yang baik, kau harus menuruti perkataan si bunga sakura itu, oke? Dia sudah repot-repot mengirim surat untukmu, lho."
"Sayang sekali, aku tak menuruti perkataannya. Aku masih sering menulis novelis hingga larut malam," kata Gentaro sambil menyeruput teh hijaunya. "Tak mungkin aku akan menelantarkan novelku untuk tidur, bukan?"
"Apa? Huh, sudah kubilang kau harus memperhatikan kesehatanmu dan--"
"--uso dakedo ne." Gentaro tertawa kecil melihat ekspresi editornya yang terlihat kesal itu. "Yahh, akhir-akhir ini aku memang mengikuti anjurannya, (Name)-san."
"Begitu lebih baik. Apa kau ingat isi salah satu surat itu? 'Pekerjaanmu memang penting, tapi kau harus mengutamakan kesehatan'," jelas (Name).
"Benar. Dan dari situlah aku mulai menyempatkan untuk istirahat," balas Gentaro dan menenggak tehnya. "Andai aku bisa, aku ingin sekali memberikan surat balasan untuknya."
"Kau bahkan tak tahu siapa dia dan di mana dia tinggal, Yumeno." (Name) menggaruk kepalanya canggung.
"Yah, makanya aku berkata 'andai aku bisa'." Gentaro menghela napasnya berat. "Ah, ngomong-ngomong, sepertinya aku tahu siapa si bunga sakura itu."
"Hah? Memangnya, siapa itu?"
"Itu kau, (Name)-san," kata Gentaro ringan dan meletakkan cangkir tehnya.
"Ha-hah? Itu pemikiran bodoh, Yumeno. Aku ini--" Belum selesai (Name) membantah, sang novelis terlebih dulu memutus perkataan (Name).
"Uso desu yo." Gentaro mengucapkan kata favoritnya sembali tertawa tak berdosa. "Tentu saja itu pasti bukan dirimu, ya 'kan?"
"... Tentu saja itu bukan aku."
"Haaa ... Sudah kuduga." Gentaro merenggangkan otot-ototnya yang kaku. "Baiklah, aku akan melanjutkan naskahku."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Sakura Message « Yumeno Gentaro x Reader » (Hypnosis Mic)
Fanfic'Aku sangat menyukai karyamu. Semangatlah untuk karya selanjutnya dan jagalah kesehatan. Aku akan marah jika kau sampai sakit.' Untaian kalimat yang ditulis dalam sebuah surat penggemar untuk Yumeno Gentaro membuat senyum lembut tampak di wajah mani...