° One °

607 110 10
                                    

Gadis dengan rambut kebiruan itu menatap pemuda yang tengah menuliskan untaian kata di kertasnya. Raut wajah pemuda tersebut terlihat sangat serius.

"Araa araa. Kira-kira, bagaimana melanjutkan cerita ini ... ." Tangannya berhenti menggerakan pena, kemudian pemuda itu meletakkan penanya di meja. "(Name)-san ... Bolehkah aku istirahat sejenak?"

"Tentu saja, Yumeno." Gadis bernama (Name) itu mengambil cangkir berisi teh hijau yang dibuat oleh Gentaro dan meneguknya sedikit. "Kau tak perlu memaksakan dirimu untuk menyelesaikan naskahmu hari ini."

"Yah, sebisa mungkin aku akan menyelesaikannya dengan cepat, (Name)-san." Gentaro tertawa kecil sembari menatap (Name) lembut. "Aku merasa sungkan jika membuatmu menunggu terlalu lama. Yah, walau terkadang aku stress memikirkan cara melanjutkan ceritaku ini."

"Sebagai editormu, aku khawatir akan kesehatanmu, kau tahu? Kau tak perlu memaksakan diri." (Name) menghela napasnya pelan. "Ini merupakan bentuk terima kasih dariku karena kau sering membantu si bodoh Daisu itu."

"Itu bukan masalah besar, (Name)-san. Sebagai temannya, tentu aku mau membantunya," jawab Gentaro. "Lalu, karena sifatmu yang berbeda 180° dari Daisu, aku terkadang lupa kalau kau ini kakaknya."

"Si bodoh itu ya ... Terkadang sifatnya memang begitu. Lalu, dia jarang minta tolong padaku dan memilih minta tolong padamu," kata (Name), mengutarakan pikirannya. "Dan karena itulah aku merasa tak enak padamu."

"Sou ka ... ."

"Oh, ya. Sembari kau beristirahat, bagaimana kalau kau membaca surat penggemarmu?" (Name) mengambil tasnya dan mengeluarkan setumpuk surat penggemar dan memberikannya pada Gentaro. "Ada lumayan banyak. Mungkin saja surat dari penggemarmu ini bisa membuatmu rileks sejenak."

"Boleh juga." Gentaro menerima surat tersebut dari tangan (Name). Matanya mencari-cari surat apa yang akan dia buka duluan. "Hmm ... Aku akan baca yang ini dulu."

Gentaro membuka surat pertamanya. Matanya melihat dari atas ke bawah, membacanya dengan sangat cepat. "Huh, (Name)-san? Apa kau salah memberikan surat ini padaku?"

"Huh? Apa maksudmu, Yumeno?" tanya (Name) panik. (Name) khawatir kalau seandainya dia menuliskan nama di surat tersebut.

(Name) memang menyelipkan suratnya di antara surat penggemar tersebut. Itu sengaja dia lakukan agar perasaannya tersampaikan pada Gentaro.

"Ini surat hutang yang ditujukan untukmu, (Name)-san."

"Hah?! Benarkah?!" (Name) menatap Gentaro panik. Seingatnya, dia tak pernah memiliki surat hutang seperti itu. Apakah itu hutang Daisu tapi menggunakan nama (Name)? Dirinya segera meminta surat itu. "Aku ingin lihat!"

Gentaro tersenyum tipis dan menunjukkan surat tersebut pada (Name). "Uso desu yo. Ini hanya surat biasa."

"Yumeno ... ." (Name) berusaha mengendalikan emosinya untuk tidak menampar wajah mulus Gentaro.

"Oke okee ... Akan kulanjutkan ke surat berikutnya." Gentaro mengabaikan perkataan (Name) dan mengambil sepucuk surat yang menarik perhatiannya. Surat kecil dengan motif sakura di sebelah kanan bawah. "Wah wah. Surat ini isinya singkat sekali."

"Benarkah?" tanya (Name). Tentu sebenarnya dia tahu isi surat tersebut sangat singkat, karena dia yang menuliskannya. "Bacakan untukku."

"Isinya hanya beberapa kalimat. 'Aku sangat menyukai karyamu. Semangatlah untuk karya selanjutnya dan jagalah kesehatan. Aku akan marah jika kau sampai sakit.' Manis sekali, bukan?" kata Gentaro sembari tertawa kecil membacanya. Senyuman tipis terlukis di wajahnya.

(Name) tertawa pelan. "Ahaha, kau benar."

"Semoga dia mengirim surat lagi padaku." Gentaro tersenyum dan menyimpan surat itu ke dalam amplopnya.

***

Sakura Message « Yumeno Gentaro x Reader » (Hypnosis Mic)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang