Aretha
Oleh. Neni Suheni***
"Kamu butuh uang, kan?" tanyanya seraya menyisir rambut pirangnya dengan jari tangan.
Mata bulat yang dinaungi bulu mata lentik itu tak mengedip ketika melontarkan pertanyaannya barusan.
Aku mengangguk ragu di hadapannya, "aku tahu. Kamu membutuhkannya, biaya kuliahmu, adik-adikmu dan... rumah yang kalian tinggali itu sudah jatuh tempo." Sambungnya ketika aku terlihat lebih sibuk memutar-mutar sedotan pada gelas jusku.
"Apa kau memilikinya?" suaraku nyaris bergetar, "ah... tentu saja kau memilikinya, bukan?"
"Tentu! Lihatlah! Kamu cukup menandatangani surat perjanjian itu!" serunya seraya menyodorkan sebuah amplop berwarna cokelat ke arahku.
"Tunggu dulu! Pekerjaan apa yang kau maksud?" Aku menatapnya curiga.
Dia tergelak setelah sebelumnya mengelap bibir merahnya dengan selembar tisu. Kedua matanya memicing memperhatikanku dari atas hingga bawah yang membuatku merasa jengah.
"Hmmm... setelah kupikirkan masak-masak, kurasa pekerjaan ini cocok untukmu. Bukankah selama ini kamu kerja sambilan jagain anak orang?"
"I... iya!"
"Baiklah, maka aku tidak salah ketika memilihmu. Bacalah surat perjanjian itu dan lihatlah gaji yang kutawarkan padamu!"
Dengan gerakan cepat segera kubuka amplop tersebut dan mataku terbelalak demi melihat deretan angka yang kutemukan di sana.
Dia terkekeh, "bagaimana?"
"Tunggu dulu!" sergahku, "kau belum menjelaskan jenis pekerjaannya padaku, apakah aku akan jadi foto model?"
Aku bertanya ragu yang sontak membuatnya tertawa ngakak.
"Model? Ah, ayolah, Retha. Jangan bercanda!" jari telunjuknya yang lentik menunjukku dari atas hingga ke bawah seperti orang yang sedang menilai sesuatu.
Kemudian dia menggeleng dan menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi, matanya lekat memandangiku yang semakin kikuk di hadapannya.
Claudia....
Dia temanku. Kami dekat bukan karena memiliki kesamaan. Justru kami ini sangat berbeda. Ketika dia terlahir sebagai anak orang kaya dengan paras wajah jelita dan memiliki bentuk tubuh proposional yang mengantarkannya menjadi seorang foto model.Aku hanyalah seorang gadis berwajah biasa dan memiliki orang tua yang bekerja sebagai buruh pada sebuah pabrik plastik.
Lantas, apa yang membuat kami dekat? Kurasa jawabannya hanya satu.
Dia selalu membutuhkanku untuk dimintai pertolongan. Dan itu bermula ketika kami masih duduk di bangku SMA. Cludia yang sedang merintis karirnya sebagai model dan sudah berani mengencani anak-anak konglomerat yang memiliki hobi menghabiskan uang orang tuanya.
Di sanalah aku berperan, aku akan muncul ketika Claudia membutuhkan tempat untuk kabur karena dipergoki salah seorang dari mereka saat dia jalan dengan yang lain.
Aku sering memperingatkannya untuk berhenti mempermainkan perasaan orang lain tapi dia selalu menjawabnya dengan tertawa.
"Bagaimana?" suaranya terdengar tidak sabar ketika aku masih keasyikan memutar-mutar pulpen dijariku.
Aku mendongak, "Aku tidak ingin terlibat dalam masalah!"
Dia menggeleng, "tentu saja tidak! Kau hanya perlu tinggal di sana selama aku melakukan pemotretan dan... kontrak ini hanya berlaku selama satu tahun, Retha!
"Tapi aku tidak punya pengalaman di bidang ini!"
"Ah, ayolah! Gunakan feelingmu. Lagian mau kamu cari dimana lagi... pekerjaan dengan bayaran semahal ini? Dan perlu kamu ingat, ketika kamu menandatanganinya bukan hanya kuliahmu yang terselamatkan tapi juga biaya sekolah kedua adikmu, dan rumahmu... aku akan segera meminta asistenku untuk mengurusnya." jelasnya panjang lebar seraya memanggil seseorang pada ponselnya. "Jadi... mari kita bekerjasama, Retha!"
Aku menelan ludah dan sebisa mungkin bersikap tenang, "kenapa kau memilihku?"
"Karena hanya kamu yang aku percaya dan aku yakin hanya kamu yang bisa melakukan ini!"
Aku berhenti memutar-mutar pulpen, kemudian mulai menandatangani berkas-berkas yang ada di hadapanku setelah sebelumnya menarik napas dengan berat. Sementara Claudia tersenyum senang.
"Ini! Salinannya kamu simpan! Dua hari lagi supirku akan datang menjemputmu dan ingat... rahasiakan ini dari siapapun!" Claudia memperingatkanku seraya beranjak.
Suara hak sepatunya memantul meninggalkan gema panjang. Beberapa kilatan blitz kamera ponsel dari pengunjung restoran mengikuti langkah kakinya yang berayun anggun. Tak lama setelahnya sebuah mobil mewah hitam melesat meninggalkan parkiran.
Aku masih tercenung memandangi berkas-berkas yang barusan kutandatangani. Hatiku diliputi perasaan tidak tenang. 'satu tahun, bisakah aku melakukannya?' Tapi kecemasanku sontak menghilang ketika mataku kembali menelusuri deretan angka di sana.
Iya, setidaknya satu masalah sudah selesai. Akan segera kukabarkan pada ibu untuk tidak mencemaskan masalah tunggakan rumah lagi.
***
Medan, 07 February 2019
#CatatanNeni
#ArethaPart_1
#menulisfiksi90hari
#90harifiksiseru
#90daysfiction
#infinitylovink
KAMU SEDANG MEMBACA
ARETHA
RomanceApa yang akan kau lakukan saat ada seseorang yang memberikanmu uang dalam jumlah banyak? Sementara kau sadar benar bahwa di dunia ini tidak ada yang namanya, "gratis."