3

37 11 2
                                    

Itu harapan yang terdengar bodoh. Kenapa gue hanya diem, harusnya tindakan lebih masuk akal bisa gue lakuin.

~Ini bangku, bukan aplikasi pencari teman!~
.
.
.


Ya seperti waktu TK, Chiko gak pernah berhenti buat ganggu gue herannya gak ada satu pun bocah yang niat buat bantu gue.

Mereka justru malah membentuk sebuah gengster yang isinya ya paling bocah ingusan kaya Chiko.

Di masa-masa anak SD pada zamannya udah berani buat geng-geng-an, entah apa untungnya yang penting terlihat keren bagi mereka.
Udah biasa si ngadepin hal-hal semacam itu.

Sampe detik itu adalah hari yang menjadi jadwal pertama masuk sekolah setelah libur panjang

Kini gue duduk di bangku kelas 4 SD, gue inget betul perasaan seneng waktu itu karena ruang kelas 4 itu letaknya di atas.

Kayanya bisa masuk ke ruang kelas atas juga menjadi kebanggaan tersendiri buat anak SD selain bikin geng gak guna!

Perlahan namun pasti gue menginjak anak tangga menuju ke ruang kelas tersebut.

Sruk
Langkah kaki seseorang yang gak gue lihat terdengar cepat kemudian dia entah dengan sengaja atau tidak menyenggol bahu gue
.
.
Gedebuk
Gue terdorong kesamping kemudian terjatuh tepat di anak tangga ke tujuh.

"Au!"

Gue yang jatuh dengan posisi terduduk merintih kesakitan memegangi dengkul gue yang berwarna merah kebiru-biruan.

Sempat gue melirik ke sepasang kaki orang yang tadi nyerempet gue.

Ia hendak melanjutkan langkahnya

'Gak! Gue gak terima!'

Batin ini menyemangati diri gue buat bangkit, gue melihat punggung seorang laki-laki yang hendak pergi begitu saja

'KURANG AJAR! DIA?!!!'

"CHIKO" panggil gue

Ia membalikkan badan dan tersenyum kepada ku seolah tak ada suatu hal yang terjadi.

'Gue gak bisa gini, gue harus kuat!'

"LO DORONG GUE?!" gue kembali membuka suara.

"Yap!, sengaja lebih tepatnya!" Ucap ia membalikkan badan hendak melanjutkan langkahnya

Langsung gue mengambil langkah panjang, mendekat ke arahnya lalu mendorongnya hingga kini ia berada tepat di pucuk tangga terakhir.

"Apaan sih?! Bahaya tau"

Mendengar ucapannya lantas saja membuat alis gue ini mengernyit
'Bego banget dia!'

"Harusnya yang marah tu gue! Yang ngomong gitu juga gue!"

'Huh tenang,tenang' gue mencoba meredam emosi gue sendiri.

Jelas aja gue emosi, dia yang mendengar gue merintih malah pergi gitu aja seenaknya padahal dia tahu betul hal itu adalah ulah yang dibuatnya.

"GUE MARAH LAH!, LO DORONG GUE SAMPE KE SINI!" Ia meninggikan nada bicaranya menunjukkan posisinya yang berada di pucuk terkahir itu.

Dan dia harusnya bukan membalas gue dengan emosi, dia harusnya berterimakasih karena gue telah membuatnya sampai tepat di atas tanpa susah payah mengangkat kan kakinya menapaki anak tangga satu per satu.

"Hei sudah-sudah ayo masuk kelas, sebentar lagi kelas akan dimulai" seorang bapak-bapak berkumis menghampiri kami seperti berusaha menengahi perdebatan di antara kami.

Gue dan Chiko berjalan beriringan disamping bapak-bapak berkumis tadi sambil tertatih-tatih.

Sampai di kelas untung saja ada dua kursi sisa yang posisinya berjauhan, jadi gue gak usah ngelihat wajahnya lagi ketika gue membalikkan badan seperti waktu kelas 1-3 SD.

"Pagi anak-anak, kalian tampak sudah nyaman diposisinya masing-masing. Tapi maaf, di kelas 4 ini Bapak akan mengatur tempat duduk kalian" beliau mengawali kegiatan di kelas.

'Tapi maaf, di kelas 4 ini Bapak akan mengatur tempat duduk kalian'

Kata-kata dari mulut berkumis beliau membuat jantung gue dag dig dug dag dig dug ser gak karuan.

Gue menundukkan kepala gue sambil terus berdzikir semoga hal yang gak gue inginkan gak terjadi.

Rasanya hari itu adalah doa terkhusyuk yang pernah gue lakuin sampai-sampai gue gak sadar kalau sedari tadi beliau (Si bapak berkumis) sudah mulai membacakan daftar nama beserta tempat duduknya.

Beberapa nama sudah ia bacakan, sekarang giliran..

"Karina Navia" ucapnya lantang

Gue hanya mengangkat kepala gue sambil terus berkomat-kamit dzikir kepada-Nya

"Duduk dengan Fernando Chiko Wibowo di kursi nomor 6,7" beliau menunjukkan bangku yang dimaksud

Mata gue terbelalak, nafas gue seperti dulu sempat terhenti selama dua detik.

"Pak saya boleh minta tolong ulangi?"

"KA RI NA NA VI A, DE NGAN FER NAN DO CHI KO WI BO WO DU DUK DI BANG KU NO MOR 6,7. SEBELAHAN! GITU AJA GAK NGERTI" beliau mengejanya pelan walau nadanya terdengar meninggi.

'NAMA GUE?!!, ITU BENERAN NAMA GUE!!'

"Astaghfirullah" ucap gue pelan sambil mengelus dada gue yang rata.

Kebahagiaan gue selama 15 menit karena bisa tak berdekatan dengannya seketika langsung 'bruk pyar' hancur berkeping-keping.

Emang sih gue gak usah ngelihat wajahnya ketika gue membalikkan badan, tapi gue sekarang bisa melihat wajahnya tanpa membalikkan badan.

Ruang kelas 4 yang lebih luas dari kelas yang pernah gue jajal sebelumnya malah terasa lebih sempit, lebih sesak.

~~~~

HOLA!! Selamat malam kawan cantik, tampan.

Terimakasih sudah baca ceritanya ya🖤

Jangan lupa beri jejak berupa vote dan comment, dan nantikan terus kelanjutan ceritanya..

Terimakasih..

DADAAAAHHH!!











Sahabat Doang(?)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang