Ini hari pertama untuk Fania, lebih tepatnya hari pertama mengejar cintanya. Ck Fania bahkan terkekeh geli dengan kalimatnya, ini karna tantangan itu.
Jika bukan uang jajan dan tabungannya menjadi taruhan, Fania bahkan enggan melangkah menuju ke tempat keramat ini. Bahkan kakak kelas saja berasa dukun yang meminta sajen, serta anggota osis mengalahkan seramnya setan malam jum'at. Fania bilang begitu karna ia belum pernah bertemu setan sebelumnya.
Di sini mereka di depan ruang osis. Fania masih saja mengingat cara mereka untuk dapat kesini, dengan mengibulin guru mereka, ketiganya berhasil kesini. Tadi Zizi berpura pura membantu bu Suci-guru b.indonesia, dengan sok membatu membawa setumpuk kertas yang harus diberikan ke ketua osis. Bu suci yang melihat anak muridnya ingin membantunya, dengan lembut menyerahkan berkas itu.
"Inget, senyum lo harus lebar. Kalok bisa senyum lo ngalahin lebarnya danau toba" celetuk Acha membuat Fania memutarkan bola matanya, dia kira ia ini anak kecil yang baru di ajarin cinta apa.
Sedikit info tentang masa SMP Fania, sebenarnya Fania tak memiliki wajah cantik, karna wajahnya dominan biasa biasa saja. Serta tubuhnya tak setinggi model majalah, bahkan ia terbilang pendek.
Dia juga tak memiliki otak jenius, karna ia udah mentok dapet juara tiga atau dua, itu juga udah syukur. Dia juga gak dari keturunana kramat yang hartanya gak abis sampai 7 turunan, Fania hanya terlahir di keluarga sederhana. Ayahnya berkerja di salah satu perusahaan dan ibunya adalah seorang guru.
Yang membuat ia terkenal saat SMP karna mendapat julukan play girl, ia mendapat itu karna berhasil memecahkan rekor yang aneh. Pernah berpacaran dengan semua cowok di SMP nya dulu, yang menjadi alasanya. Keramahanya membuat semua orang menyukai Fania, bahkan mereka yang telah menjadi mantanya tetap berama tamah denganya.
Kembali ke topik, Fania melangkah memasuki ruang yang memang di khususkan untuk para anggota Osis. Ia melihat seorang kakak kelas tengah memeriksa berkas entah apa itu, yang pasti Fania tak mau tau tentang itu.
"Permisi kak" sapaan sopan dari Fania, membuat Kakak yang bertuliskan Sara di papan naman menatapanya.
"Cari siapa?" Tanyanya datar, terlihat wajah tidak suka di sana.
Fania menggaruk kepalanya yang tak gatal, demi supermen yang makek semvak ke balik dia lupa nama ketua osisinya.
"Itu kak nyari...mmm..ar..arga...arbi...ar..ahhh ketua osisi yang pasti kak" ucapnya dengan antusias di akhir kata, dari pada ia repot mikirin nama siketos itu mending ia nyebut gelarnya.
"Arza maksud kamu...ngapain nyariin dia" tanyanya lagi.
"Kepo deh kakak" celetuknya. Keduanya melotot dengan berbeda pikiran.
Aduh ni mulut lemes bener, ketularan Acha mah ni. Mampus lo Fan_ ujar Fania dibenaknya.
Ni adek kelas gak punya sopan satun apa, sok banget lagi gayanya. Gak tau apa gue siapa_argurmen Sara dibenaknya.
"Maaf kak. Maksud saya, saya mau nganterin kertas ini ke kak Arza" ujarnya sopan.
Dengan malas Sara mengarahkan jarinya mengarahkan Fania agar masuk, ia dalam tahap datang bulan dan kini moodnya dihancurkan telak oleh adik kelasnya ini.
Fania melangkah masuk ketika mendapat papan nama betulis ketua osis. Tanpa mengetuk ia langsung masuk dan duduk dihadapan Arza, cowok dihadapan Fania yang semula fokus dengan kertas beralih kearah Fania.
Fania memasang senyum termanisnya, "tadi bu Suci nitip kertas ini, buat dikasi kakak" ujarnya tanpa menghilangkan senyumnya.
"Keluar" satu kalimat yang menusuk untuk Fania, bahkan ia baru saja meletakan kertas entah apa isi nya. Bukannya berterima kasih ia malah diusir.
"Seharusnya kakak itu berterima kasih, udah dibawain. Bukanya ngusir" balas Fania, masih tetap duduk dengan santai.
"Thanks" ucapnya kembali. Fania langsung membalasnya, tapi setelah itu ia tak pergi keluar malahan tangannya menjajari dan sesekali memegang miniatur di meja Arza.
Saat tangan Fania hendak menyantuh miniatur berbentuk mobil, tanganya langsung ditepis kasar oleh Arza. Terkejut tentu lah, apalgi ditatap oleh Arza. Bukan perutnya dipenuhi dengan kupu kupa atau hatinya berseri seri, tapi jantungnya berdetak cepat, bukan cinta tapi takut.
Fania meringis mendapat tatapan begitu, sekemudia ia ingat dengan misinya. Mau tak mau ia memasang senyum lebarnya kembali, "maaf deh kak, tuh muka biasa aja dong kak. Gak usah datar gitu, entar aku susah ngebedain kakak ama tripleks" ujar Fania, membuat dirinya sendiri terkekeh geli.
Orang yang diajak bercanda bukanya tetawa melainkan menatapnya semangkin datar lagi. Fania yang tau akan kodisi, mencoba mencari topik pembicaraan lain.
"Maaf kak, dari pada diem diem baek mending kita kenalan. Kenalin aku Fania Anantasnya, panggil aja Fania" ucapnya sambil mengulurkan tanganya. Bukanya menyambutnya, Arza hanya menatapnya sekilas.
"Keluar" suruhnya, ucapan Arza seketika membuat Fania mengerutuk. Demi neptunus yang keluar dari lautan danau toba, ni orang songong bener yah _ gerutuk dibenak Fania.
Melihat tatapan Arza semangkin ngeri, serta filingnya yang tak enak akhirnya Fania memutuskan keluar. "Yaudah kalau gitu saya keluar, assalamualaikum" ujarnya hendak keluar tapi baru dua langka ia kembali lagi. "Cuman mau ngasi saran, jangan datar terus. Entar gak ada yang mau sama kakak, kan bahaya klok kakak jadi perjaka tua." Dan saat kalimat terakhir Fania langsung berlari keluar.
Fania melangkah kearah temanya yang tengah menunggunya. "Gimana?" Tanya Zizi.
"Gatot" balas Fania. "Tuh orang serem bener dah, ngeri gue liatnya. Mana datarnya kebangetan lagi" tambahnya.
"Tuh kan udah gue pringatin, dapetin ketos kita gak segampang dapetin cowok lain." Ucapan Acha ada benarnya juga. Tapi ia tak mau mennyerah, toh ini baru hari pertama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Metamorfosis
Teen Fiction"Cinta itu layaknya metamorfosis yang selalu bertahap, jadi gak usah heran kalok cinta lo selalu diuji" ______________________________ "Noh yang itu" tunjuk seorang cewek beramput panjang sebahu. "Kalok lo gak bisa buat si ketos jadi pacar lo, lo ha...