Fania mengerucutkan bibirnya, ia tak suka akan hal ini. Hari ini adalah hari kedua untuk Fania mengejar cinta dari seorang Arza. Yang membuat Fania kesal adalah kedua sahabatnya lebih semangat dari padanya, bahkan mereka sudah mencatat cara cara buat naklukin si kutup es itu.
Seperti saat ini, ketiga sahab itu ingin memulai aksinya. Dengan terpaksa Fania melangkah mendekati Arza, "hai kak, mau aku bantu?" Ujarnya dengan kedua sudut bibir masih melengkung sempurna.
Tadi Acha dan Zizi menyurhnya untuk membantu Arza, karna terlihat Arza tengah memegang buku yang banyaknya naujubilah.
Arza menatap Fania dengan pandangan datarnya, sedetik kemudia seluruh buku telah berpindah ke tangan Fania. Fania menganga melihat Arza pergi meninggalkannya, dia memang niat membantu, tapi bukan berarti semua buku dibawak olehnya. Fania menatap kearah dimana temanya bersembunyi, ia menatap tajam mereka seolah meraka adalah mangsa untuknya. Sedangkan yang ditatap hanya cengengesan gak genah.
Fania melangkah mengikuti Arza, dari tadi ia menggerutuk dari belakang. Tanganya terasa pegal saat ini. Entah sejak kapan Arza memberhentikan langkahnya, membuat Fania yang tak melihatnya menabraknya. Seketika buku buku yang dibawaknya berhaburan jatuh.
Arza menatap sinis kearahnya, jelas Arza marah padanya. "Lo niat bantu gue gak sih, kalok gak niat lebih baik lo gak usah bantu." Ucapan Arza membuat Fania membeku, bukan merasa sakit hati dengan perkataan yang dilontarkan Arza tapi ia tersenyum dalam kebekuannya. Akhirnya ni ketub es sedikit cair, baru kali ini gue denger dia ngomong panjang. Eh ralat kedua kalinya deh, dia kan pas tu pidato _ucapnya dibenaknya.
"Kenapa diem, beresin" bentak Arza dengan wajah datarnya. Segera mungkin Fania mengambil buku yang jatuh.
"Pergi" ucapan itu keluar dari mulut pedas Arza, "maaf yah kak"udah buat kakak cair sekarang lanjutnya di hatinya. Biar dia dikira gila, yang penting mangsanya sekarang bisa mengeluarkan kata kata yah lumayan lah.
Ia segera pergi dari hadapan Arza, dia harus berjuang lebih keras lagi. Presenta ia dimaki maki oleh Arza, itu lebih baik dari pada berhadapan dengan wajah datar milik Arza.
Fania tersenyum saat tiba ditempat persembunyian temanya, "gimana" tanya Acha.
"Dia ngomong 15 kata" serunya. "Wah ada peningkatan" ujar Zizi, yang diangguki oleh Fania.
"Lo harus pepet terus, jangan sampe lepas Fan". Ucap Acha menyemangati sahabatnya ini. Proritas mereka bertiga sekarang bukan permainan true or dare lagi, tapi bagaimana Fina bisa menaklukan si kutub es itu.
______________________
Fania melangkah kearah halte bis, hari ini ia pulang sendiri karna Rangga sedang latihan basket. Selain anggota osis, kakanya itu juga mengikuti kegiatan basket, ia memang tak menjadi kaptenya tapi permainya bisa dibilang cukup baik.Tadinya Kakanya itu menyuruhnya mengendari motor miliknya, tapi langsung ditolak mentah mentah oleh Fania. Tentu dia masih sayang nyawa, karna ia sama sekali tak bisa mengendarai roda dua itu.
Pernah waktu SMP ia belajar mengendarainya, alih alih berjalan lurus lempeng eh malah nabrak tukang sate. Kan ia harus ganti rugi, dan sejak itu Fania gak mau sama sekali mengendarai motor.
Teman temannya telah pulang terlebih dulu tadi, dan bodohnya ia malah sok nolak tawaran dari Zizi untuk mengajaknya bareng. Sekarang ia malah terjebak sendirian di halte, para siswa yang lain ada yang pulang dan pasti ada yang menonton latiah basket. Niatnya tadi mau menonton juga, tapi rasa penat belajarnya malah memilihnya untuk pulang.
Dipandangnya kiri kanan, mana tau kan ada ojek lewat. Alih alih mendapat ojek, matanya malah refleks mangara ke grombolan siswa. Ketakutan menghantuinya, terlihat jelas kalau mereka cowok berandalan. Panampilan mereka saja terlihat bad boy.
Fania dengan cepat mengalihkan pandangnya saat salah satu dari cowok itu menatapnya, dengan masih melihat mereka dari ujung matanya, ia berdoa dalam hatinya. Tapi doanya tak manjur saat ini, dilihat mereka melangkah mendekat.
Satu
Dua
Tiga
Fania menghitung setiap langkah mereka, ia tadi berfikir positif, kalau mereka tak akan datang kearahnya. Tapi pikiranya salah akan hal itu, saat melihat orang itu terus melangkah, Fania langsung berjalan pelan kembali ke sekolah. Agar tak bergelagat aneh, Fania melangka seolah olah tak ada yang mengikutinya.
Tubuhnya semangkin gemetar saat mereka hampir dekat denganya, refleks Fania berlari saat itu. Fania sesekali melirik kearah belakang, dan semangkin gemetar saat meraka ikut berlari mengejarnya.
Fania agak bersyukur saat memasuki gerbang sekolah, tapi larinya tak ia berhentikan saat grombolan itu ikut masuk kesekolah. Ia refleks menoleh ke belakang saat dari mereka ada yang berteriak, Fania bahkan tak tau jika di depanya sudah ada penghalangnya.
Bruuuk
Fania terjatuh, ia berpikir apaan yang ia tabrak sampe jatuh begini. Ia menatap apa yang ia tabrak, nafasnya tercekal saat melihat yang ia tabrak. Didepanya berdiri si kutub es dengan wajah datarnya, sedikit pun Arza tak bergerak.
Keterlejutanya hilang saat Fania mengingat ia masih di kajar oleh gerombolan aneh itu. Dengan cepat Fania mengikuti langkah Arza, "kak tolongin saya, saya lagi dikejar orang jahat" ucapnya.
Sia sia
Itu yang pantas untuknya, seharusnya i tak meminta tolong kutub es ini. Tapi bagaiman lagi, cuman ada dia disini. Saat Arza telah menaiki motornya, secepat mungkin Fania ikut menaikinya. Presenta ia kenak marah atau membuat Arza benci padanya, sekarang yang lebih penting adalah lolos dari berandalan itu.
Arza tak memperdulikan Fania yang tengah duduk juga di motornya, degan santai ia mengendarai motornya keluar. Tentu Arza melihat gerombolan itu, tapi mereka tak berani denganya.
Fania bernafas lega saat ia sudah jauh dari sekolahnya, entah mengapa rasanya ia ingin menguliti kakanya itu. Coba saja ia tak latihan basket, pasti takan kejadian begini.
Saat Fania bergelut dengan pikiranya, tanpa disuruh Arza memberhentikan motornya. Tentu Fania langsung mengajukan pertanyaan "kok berhenti kak?"
"Turun" bukanya menjawab ia malah menyuruh Fania segerah turun. "Ah kak, rumah saya deket kok dari sisni. Sekalian anterin napa dah kak" protes Fania, Ya kali ia di turuni di pinggir jalan.
"Turun" ucapnya tak terbantahkan lagi, dengan pasrah Fania turun dari motor Arza.
Fania hanya mampu berdecak sat melihat motor Arza pergi begitu saja, "ck tu orang selain dingin, juga gak berperasaan" dacaknya.
"Sekarang panggilan buat dia bukan kutub es lagi tapi beruang kutub, kan beruang kutub ganas tuh cocok buat dia. Beruang kutub, dingin tapi ganas" tambahnya, jika ada yang melihatnya pasti mereka akan menganggap Fania gila karna berbicara sendiri.
Fania mungkin kesal akan hal itu, tapi ada yang menggajal dihatinya. Refleks matanya melotot saat tau akan keganjalanya, "tuh motor bukanya abang ojek pas itu" teriaknya. Tentu kalian masih ingat waktu dimana ia terlambat ke sekolah.
"Ck pantas saja ia tega bener ama gue, rang pertemuaan pertama aja udah gak enak. Bego banget dah gue, seharusnya gue sadar dia pakek seragam sekolah." Ujarnya. Kayanknya ia harus berjuang lebih besar lagi untuk menaklukan si beruang kutub itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Metamorfosis
Fiksi Remaja"Cinta itu layaknya metamorfosis yang selalu bertahap, jadi gak usah heran kalok cinta lo selalu diuji" ______________________________ "Noh yang itu" tunjuk seorang cewek beramput panjang sebahu. "Kalok lo gak bisa buat si ketos jadi pacar lo, lo ha...