Entah mengapa candu itu bernama kamu. Melekat dan tak mau rehat. Bahkan lebih menakutkan dari yang bisa kubayangkan sebelumnya. Lebih hitam dari pada kegelapan dan lebih terang daripada sinar mentari. Sangat jelas dan sungguh menakutkan.
Entah apa hanya aku yang pernah mendapatkan sebuah candu bernama kamu? Atau aku yang pura-pura tidak tahu bahwa candu ini sebenarnya bernama rindu?
Tapi bukankan sama saja? Candu adalah bergantung bukan? Aku tidak ingin bergantung pada rindu. Ia tak pasti. Seperti hantu yang selalu aku takutkan.
Tapi aku sebetulnya juga tahu bahwa rindu itu pasti. Pasti menyakitkan maksudnya. Sungguh sedih dan pilu walau hanya memikirkannya. Apalagi bila merasakannya.
Sudahlah. Pada intinya aku hanya ingin kamu. Kepastian. Bukan diperlakukan seperti halnya kartu tanda panitia. Tergantung sia-sia. Dan bila sudah berakhir masanya, dibuang begitu saja.
Tak ingatkan dengan namanya perasaan?
Memang candu lebih seram dari malam. Ia hitam tapi tak memberikan setitik saja bintang layaknya malam.
Tak pernah peduli berapa jiwa yang ia kuasai. Oleh rindu, sendu, pilu, atau apapun itu yang penting tidak ingin kudengar.
Tapi, candu sangat jahat. Ia juga berhasil menguasaiku atas nama kamu. Kamu yang pernah hadir disampingku. Sekali lagi, pernah.
Seandainya aku bisa menghapuskan kata pernah dalam kalimat itu. Mungkin aku tidak akan menuliskan ini. Mungkin aku tak akan membahas tentang candu. Rindu. Dan yang pasti kamu.
Yang ada hanya tulisan tentang kita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Anglocita
PoetryJust created, don't to be insulted. Kumpulan puisi dan prosa. Isinya tentang apapun yang ada di pikiran, menuangkan curahan hati. Membuka mata dan hati kepada sesuatu dari sisi yang lain.