Jejas

6 0 0
                                    

Kristalisasi Jejas

Kala luka tergores duka
Menyesakkan jiwa terbungkus raga
Bunga pilu tumbuh menganga
Mempersempit rongga dada

Yang dipercaya akhirnya mengkhianati
Berkali-kali
Tuli?
Tidak!
Berharap masih tersisa kebaikan hati

Namun, lelah pun menderu
Saatnya merajut asa baru
Mengurai gumpalan rasa haru biru
Jejas-jejas bebas tersapu

(Ariesa Apriliyan)

      Itulah sebuah puisi yang tengah dibaca oleh Mentari. Sekali-kali ia mengamati sekitarnya, sepi. Hanya ada 3 penumpang dan 1 supir. Jelas saja, sedikit orang yang berpergian di hari kerja.

      Sekarang ia berada di dalam mobil travel jurusan Jakarta-Semarang. Ia duduk di kursi paling depan dekat dengan supir.

      "Sekolah di semarang Mbak?" tanya Pak Ahmad sang pengemudi mobil. "Nggak, saya mau main ke saudara." jawab Tari.
"Oh... Pasti di sekolah dapet rangking terus ya mbak?"
"Hehe biasa aja Pak."
"Yah ndak mungkin biasa aja, wong dari tadi baca buku terus owg. Saya tuh jarang lihat remaja kayak mbak nya, baca buku, seringnya main game atau nonton drama korea."
"Haha mungkin bapak nggak lihat pas mereka baca buku."
"Hehe iya kali ya."
      Pak Ahmad pun kembali fokus menyetir karena lampu hijau sudah menyala. Sedangkan Tari menutup buku kumpulan puisi yang baru saja ia baca. Kemudian, ia memejamkan mata. Berharap ketika membuka nanti, ia sudah sampai ke kota yang paling ingin dikunjungi, Semarang.

Kaktus BerbungaWhere stories live. Discover now