Ada bagian dari diriku yang menginginkanmu, namun sisanya menolak. Aku sangat sadar jika kita tidak akan pernah menjadi 'kita'. Sampai kapan aku dan kamu akan menghitung waktu? Menunggu salah satu dari kita akan mengalah? Senja di matamu adalah fajar di hadapanku. Apa yang kamu yakini benar adalah mutlak salah dalam keimananku.
"Mbak, ibu kapan pulang? Lama bener umrohnya." kata sang adik bungsu, Harun Firdaus.
"Tau ah, perasaan kemarin nanyanya gitu juga." kata Zukhruf sambil mengiris bawang merah.
"Nggak bisa dicepetin apa?" saut Harun.
"Berisik ah, jauh-jauh gih!" jawab Zukhruf.
"Ah... Sampai kapan aku harus makan nasi goreng, aku kan pengen yang lain."
"Subhanalloh Harun, istighfar, banyakin syukur masih bisa makan, lihat tuh yang di jalur Gaza. Cemen banget jadi cowok."
"Ye... Mbak zukhruf tuh yang harus banyak istighfar biar nggak jomblo mulu, jomblo sejak embrio, hahaha." Mendengar hal itu, Zukhruf langsung menangkupkan kedua tangannya yang bekas mengiris bawang ke mata Harun.
"Aw.. Pedes mbak, astagfirulloh, maaf mbak maaf, udah tho udah, pedes banget iki."
"Coba tadi bilang apa? Ulangi coba kalo berani?" masih dalam posisi tangan yang masih menutupi mata Harun.
"Nggak beneran, sungguh, maaf maaf please.", akhirnya zukhruf pun menyudahi hal itu.
"Aduh perih, Mbak Zukhruf nih nggak berubah, makin galak aja, sakit tau, kan aku cuma bercanda" kata Harun sambil membilas matanya dengan air kran.
"Ya kali... Emangnya mbak pokemon. Mbak juga bercanda, kalo mbak serius, mah nanggung kalo pake tangan bekas bawang merah, pake air keras sekalian tuh kayak yang di TV. ", ujar Zukhuruf sambil melanjutkan mengiris cabai.
"Idih ngomongnya, btw disini nggak ada air KERAS mbak, adanya air KERAN. Kalo disiram pake ini sih nggak papa mbak, itung-itung mandi."
"Ngeles mulu kayak bajaj." kata Zukhruf.
"Di semarang nggak ada bajaj mbak, adanya becak."
"Haruuun... Berisik! Mau mbak raupin cabe!"
Harun pun dengan sigap kabur masuk ke dalam kamarnya.
YOU ARE READING
Kaktus Berbunga
Fiksi UmumMemang ada segelintir orang yang sangat susah berdamai dengan masa lalu. Mereka terjebak dalam kubangan pemikiran kuno. Mereka menciptakan duri-duri perisai yang diyakini mampu melindungi mereka. Tidak takutkah mereka kalau duri itu bisa saja menusu...