MPDS 4

73 10 0
                                    

Darwish, itulah sebutan untuk seseorang yang mengenakan jubah hitam (yang kemudian dilepas sebelum gerakan berputar dimulai), gamis panjang dengan bagian bawah yang lebar (seringnya berwarna putih), serta kopyah bundar panjang yang terbuat dari bulu domba (Torbush), itulah kostum yang ia kenakan untuk melakukan tarian berputar ala shufi yang diiringi dengan Qashidah. Qashidah yang kupilih malam ini adalah "Al-Madad" versi Burdah Ensemble, salah satu grup Nasyid Shufi yang berdomisili di Kanada. Al-Madad Al-Madad Ya Rasulallah... Qashidah itu mulai menggema di bibir pantai Mukalla. Perlahan aku berdiri di bawah sinar Purnama. Di dekat api unggun yang menyala-nyala. Dan, dikelilinggi oleh teman-teman yang sedikit menahan tawa. Berdiri, menundukkan badan, lantas berputar mengikuti irama Al-Madad Al-Madad yang disenandungkan oleh seorang Vokalis Shalawat.

 Berdiri, menundukkan badan, lantas berputar mengikuti irama Al-Madad Al-Madad yang disenandungkan oleh seorang Vokalis Shalawat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Secara perlahan aku menggerakkan kaki kananku dan meumpukan berat padan pada pijakan kaki kiri. Berputar seperti orang yang melaksanakan Thowaf, ke arah kiri. Berputar tenggelam dalam Dzikir kepada Tuhan. Membentangkan kedua tangan, dan terus terhanyut dalam alunan Qashidah Al-Madad. Hanya saja, putaranku kali ini tak bertahan lama seperti dua tahun sebelumnya yang sampai menghabiskan satu Qashidah yang berdurasi 10 menit. Putaranku kali ini hanya menginjak angka ke-10, lantas tubuhku terjatuh ke pasir putih yang lembut bagai eskrim. Putaranku sudah tak seimbang, terlebih tekstur pasir yang tak rata yang turut membuat oleng tubuhku. Sayang sekali, tarian itu selesai sebelum senandung Al-Madad selesai digemakan.

Tapi, setidaknya Purnama yang nampak gagah di langit Mukalla itu amat mengasyikkan dipandang. Seperti mutiara raksasa yang diletakkan dihamparan luas sutra berwarna hitam yang ujung-ujung sutra itu tenggelam dalam perasan anggur berwarna hitam kebiru-biruan, yah itulah anggur Laut Mukalla.

Mantra PurnamaMenghidupkan gairah rinduMenerangi jiwa-jiwa yang piluMembisikkan nyanyian-nyanyian senduBertahta di di kegelapan langit biruMenutupi cahaya bintang yang semuItulah mantra Purnama yang kutungguUntuk sekedar mengenangmu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mantra Purnama
Menghidupkan gairah rindu
Menerangi jiwa-jiwa yang pilu
Membisikkan nyanyian-nyanyian sendu
Bertahta di di kegelapan langit biru
Menutupi cahaya bintang yang semu
Itulah mantra Purnama yang kutunggu
Untuk sekedar mengenangmu

Setelah api unggun mulai meredup, dan suara-suara penyenandung Qashidah mulai digantikan teriakan perut yang meletup-letup. Saat itulah
upacara makan malam di tepi pantai membuat lidah menjadi gugup. Dengan menu spesial sate kambing khas Madura acara malam ini kami tutup.

Semua rindu ini akhirnya bermuara pada kamu, Indonesiaku. Di mana orang-orang tercintaku berada dalam pelukanmu. Di mana kuliner-kuliner yang selalu terbang dalam angkasa lamunanku ada di dapur-dapur pangkuanmu. Semua rindu ini tentang kamu, Indonesiaku. Rindu seorang anak rantau pada Ibu Pertiwi yang begitu menggebu-gebu.

MANTRA PURNAMA & DRAMA SENJA Kota MukallaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang