Happy Reading..
Sore minggu, Mori tiba di rumah kediaman kedua orang tuanya. Rumah sederhana yang punya kenyamanan ekstra bagi setiap penghuninya, termasuk Mori. Ia memeluk kedua orang tua yang menyambut kedatangannya, mobil angkutan yang baru saja mengantarnya telah pergi setelah meletakkan beberapa barang bawaan Mori ke depan teras.
"Gimana perjalanannya?" tanya Mama Mori.
"Seperti biasa, tidak ada yang spesial. Mama sehat?" tanya Mori.
"Sehat...Mama sudah masak makanan kesukaan kamu, setelah istirahat kita makan ya?" Mama merangkul Mori dengan hangat.
"Ay ay captain!" Mori mengangkat tangannya, memberi hormat pada Mama seperti seorang prajurit. Mama terkekeh pelan, Mori tetaplah Mori yang ia kenal sejak 15 tahun lalu.
Setelah selesai mandi dan berganti pakaian yang lebih santai, Mori turun ke dapur. Mama Mori baru saja masuk setelah sebelumnya ke halaman belakang menyajikan teh hangat untuk Ayah Mori, ia melihat kedatangan Mori lalu tersenyum hangat.
"Udah seger anak Mama?" tanya Mama Mori.
"Udah, Ma. Ayah pasti lagi senam di halaman belakang, iya?"
Mama Mori terkekeh, "Iya..." sahutnya sembari mengangguk kecil. "Mori mau ikutan?"
"Nggak ihh...Mori cuma senam seminggu sekali aja, nggak kayak Ayah yang tiap sore." Mori mendudukkan dirinya di salah satu kursi putar di meja kitchen bar.
Mama Mori meletakkan beberapa macam kudapan serta dua cangkir teh hangat di hadapan Mori. "Masakan Mama, masih punya cita rasa yang sama nggak? Menurut kamu?"
Mori menghirup aroma teh hangatnya perlahan, lalu menyesap sedikit teh hangat yang bisa dibilang lumayan panas itu. Tangannya terlebih dahulu terangkat, ibu jari dan telunjuknya menyatu membentuk huruf 'O' sedangkan tiga jari lainnya ia biarkan terbuka. "Mantapsss jiwa! Mori nggak pernah ketemu teh lain senikmat ini, diluar sana!" pujinya lalu beralih memakan sepotong kudapan hasil karya Mamanya.
Mama Mori menunggu dengan semangat, wajahnya berbinar-binar ketika melihat Mori memejamkan matanya sembari tersenyum. "Gimana? gimana?" tanyanya tidak sabaran.
Beberapa detik setelah makanan lolos kedalam perutnya, Mori membuka mata. Sebenarnya cengiran lebar Mori sudah cukup untuk menyampaikan betapa nikmatnya kudapan buatan Mama, tapi Mori tahu Mamanya juga butuh kata-kata yang keluar dari bibir mungilnya. "Muantapsssss...huruf 'es'-nya banyak!!!" serunya riang. Mama Mori tidak kalah senang, ekspresinya seperti baru memenangkan arisan.
"Itu menu baru di cafe Mama, kalo Mori suka, pelanggan pasti juga suka!" serunya bahagia.
"Tangan Mama emang ajaib, Mama tau nggak? Selama Mori tinggal di apartemen dan kuliah, Mori belum pernah nemuin makanan yang sama enaknya kayak buatan Mama!"
"Ahh...yang bener kamu?" tanya Mama tidak percaya.
"Iya Ma...temen Mori juga punya cafe, kerja sampingan selama kuliah. Enak sih, Mori juga kadang-kadang bantuin. Makanan yang di sediakan banyak variasi tapi tetap aja...nggak ada yang sebanding sana resep Mama!" Mori tersenyum lebar. "Mama senang?" tanyanya.
"Senang dong, apalagi kalo Mori suka sama masakan Mama."
"Ma, Ramadhan itu siapa sih?" pertanyaan Mori setelah menghabiskan sepiring kudapan membuat Mama terdiam sejenak. Ia menatap Mori penuh kasih sayang, matanya mengartikan cinta yang teramat dalam untuk Mori.
"Mori mau dengar cerita Mama?" Mori mengangguk patuh.
Mama Mori membenarkan posisi duduknya, sebelumnya ia berdiri di sebrang meja. Ia ikut menyesap teh hangat yang sudah dingin. "Ramadhan itu calon suami kamu," cukup singkat kata pembukaan Mama tapi cukup banyak mempengaruhi perubahan ekspresi wajah Mori.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadhan bersama Ramadhan [Open PO]
Teen Fiction[CERITA SUDAH DITERBITKAN] Senin pagi bagi Maurika Hamzah selalu sama, bangun pagi, sarapan, dan kuliah. Siapa sangka, senin kali ini akan menjadi senin yang berbeda bagi Mori (Sapaan Maurika). Ketika tiba-tiba Ayah menghubunginya lalu mengabarkan b...