Happy Reading..
Mori menatap jengah pada acara tv yang sedang tanyang, bukan karena tayangannya tidak menarik malah sangat menarik. Apa yang membuat jengah adalah Ramadhan. Brondong mesum itu selalu bertindak sesukanya saat Mori enggan berdebat panjang dan memilih membiarkan Ramadhan memonopoli dirinya.
"Mo, lo temenan sama Kak Hasna?" tanya Ramadhan menempelkan kepalanya di bahu Mori.
"Nggak suka?" jawab Mori acuh.
"Suka..." Ramadhan melingkarkqn tangannya di perut Mori.
"Lo suka Hasna?!" Mori menoleh cepat.
"Suka kalo lo temenan sama dia." Ramadhan berusaha menjawab dengan sabar sementara tanggannya memeluk Mori semakin erat.
"Terus?"
"Dia tau kalo lo udah nikah?"
"Nggak." Mori kembali mentap layar televisi.
"Katanya temenan..."
"Emang kalo temenan harus gue bilang semuanya?"
"Harusnya gitu 'kan?"
"Suka-suka gue." Ramadhan tidak lagi berkata, Mori bukan orang yang suka di paksa berbicara.
Ramadhan menautkan jari jemarinya pada jari jemari Mori. Selama Mori tidak protes garis keras, Ramadhan bisa sesuka hatinya ndusel-ndusel manja di dekat Mori. Mori risih tapi kata Mama harus sabar menghadapi suami. Setidak suka apapun Mori pada umur Ramadhan tapi Mori masih takut jadi iatri durhaka.
"Lo tau nggak kalo gue gerah?" tanya Mori tanpa niat menoleh menatap Ramadhan.
"Mau gue turunin suhu AC-nya atau mau gue ambilin air dingin?" balas Ramadhan tanpa dosa.
Mori memutar bola matanya jengah. Ramadhan beneran nggak peka atau pura-pura bego aja? Pikirnya. Akhirnya, Mori memilih sedikit bergeser -Ramadhan menegakkan badannya yang sebelumnya memeluk Mori- memiringkan badannya agar dapat duduk berhadapan dengan Ramadhan.
"Suamiku sayang..." Mori tersenyum menahan geram. "Gue gerah kalo lo tempelin terus!" sambung Mori ketus.
Ramadhan tetap Ramadhan yang tidak akan Marah pada Mori. Cengiran lebarnya cukup untuk menaikkan suhu badan Mori. "Nggak boleh galak-galak lagi puasa..." ujarnya lembut.
"Kenapa? Kurang pahalanya? Kalo lo tiap hari gangguin gue, bisa habis pahala puasa gue buat gerutuin lo!" sungut Mori membalikkan badannya, tangannya sudah terlipat didepan dada lengkap dengan wajah menekuk sempurnanya.
"Dih...gitu aja ngambek." Ramadhan bukannya menjauh tapi ia memilih menarik Mori hingga Mori sedikit terhuyung ke belakang dan punggungnya jatuh daam pelukkan Ramadhan.
"Ah...Ramadhan!" protes Mori.
Ramadhan tertawa, Mori yang marah itu menggemaskan. Ia suka melihat Mori mencak-mencak karena ulahnya.
"Peluk istri sendiri nggak bikin puasa batal 'kan? Lagian bentar lagi mau buka puasa kok."
"Nggak batal selama otak mesum lo nggak ikut campur!" ujar Mori menahan ledakkan emosinya.
"Lo tau? Lo udah kasih suntikan semangat agar otak mesum gue bekerja. Untunya gue masih bisa kontrol supaya gue nggak langsung bawa lo ke kasur."
Mori mendongak membelalakkan matanya, menatap horor pada Ramadhan dan otak mesumnya.
"Awas kalo sampe lo bikin puasa lo batal!" ancam Mori sengit.
Ramadhan mengangkat bahunya singkat, "Gue nggak bisa janji kalo lo terus-terusan bergerak rusuh kayak gini" Ramadhan berujar santai tapi efeknya sangat dahsyat untuk Mori karena setelahnya Mori diam bagai patung, memilih menyamankan diri dalam dekapan Ramadhan. Ramadhan pun tidak mau menyia-nyiakan kesempatan. Menghabiskan waktu sore sambil mendekap Mori membuat waktu terasa begitu lambat sekaligus cepat mengingat waktu berbuka akan tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ramadhan bersama Ramadhan [Open PO]
Teen Fiction[CERITA SUDAH DITERBITKAN] Senin pagi bagi Maurika Hamzah selalu sama, bangun pagi, sarapan, dan kuliah. Siapa sangka, senin kali ini akan menjadi senin yang berbeda bagi Mori (Sapaan Maurika). Ketika tiba-tiba Ayah menghubunginya lalu mengabarkan b...