ZV || Dikantor Ummi

99 7 3
                                    

Tanpa sadar aku membanting pintu kantor ummi. Ummi terkejut. Begitupun Hilda yang memang sudah sedari tadi disini. Aku menatap tajam kearah Hilda. Hilda yang kutatap sedemikian rupa merasa gelisah sendiri. Sedetik kemudian ia menunduk.

"Ada apa ini, Zahra!" Ummi terlihat marah karena ia tidak tau tujuanku.

"Hilda! Aku membencimu!"

Hilda yang sedari tadi menunduk. Kini memejamkan matanya.

"Apa saja yang kau katakan pada Fahma? Berani sekali kau membuat Fahma berjalan pada jalan yang busuk! Apa kau tidak punya kerjaan lain selain membuat orang tersesat?"

Sungguh. Kata-kata itu spontan terlontar dari bibirku. Bahkan aku tidak pernah berfikir untuk berbicara demikian. Apalagi pada teman yang ku tau hatinya sangat lembut padaku.

Entah mengapa sekarang aku sangat-sangat ingin memaki Hilda. Melihat wajahnya saja sudah membuat emosiku terbakar.

"Kembalikan Fahma seperti semula atau kau akan tau apa yang akan aku lakukan padamu! Dasar teman setan! Tak tau diri! Fahma baik padamu tapi kau memperlakukan dia sebaliknya, dimana akal sehatmu..!"

"JAGA BICARAMU ZAHRA!"

Aku tersentak saat Ummi membentakku. Sedangkan Hilda masih terus menunduk. Situasi ini membuatku hilang akal. Apa yang telah aku katakan. Memaki-maki teman sendiri didalam kantor Ummi? Pastilah setelah ini aku akan mendapatkan hukuman--

"Apa yang terjadi dengan kalian? Bicara pada ummi, Zahra!"

Aku menunduk. Aku benar-benar takut memandang wajah ummi barang sedetik saja. Setelah beberapa detik berlalu, Hilda mulai bicara,

"Aku tidak bisa mengatakan ini sepenuhnya salam Fahma. Tapi ketahuilah, ia yang mendesakku untuk memberitahukan tentang gudang yang ada dibalik toilet."

Hilda masih menunduk. Sedangkan ummi mulai meresapi setiap kalimat yang terucap dari bibir tipis Hilda.

"Ini jahat Ummi.. Aku tidak tau jika akhirnya akan seperti ini. Aku hanya tidak ingin Fahma sedih karena aku tidak memberitahukan apa yang ingin dia ketahui."

Hilda mulai menangis. Disini aku benar-benar merasa bersalah. Aku tau bagaimana posisi Hilda saat ini. Pasti semua yang ia coba lakukan serba salah.

"Aku sungguh benar-benar tidak bermaksud untuk membuat Fahma salah ummi, hiks hiks,  Fahma benar-benar mendesakku dengan ancaman aku tidak akan dapat berteman dengannya lagi, hiks hiks, aku sangat tidak ingin kehilangan teman, ummi."

Tangisan Hilda kian menjadi. Dan aku semakin merasa bersalah. Terlebih saat ku tau ternyata Hilda bukan sepenuhnya menjadi penyebab keras kepalanya Fahma. Situasi semakin canggung. Hampir 5 menit kami terdiam kecuali Hilda yang masih terisak. Tiba-tiba Hilda bicara kembali,

"Fahma tadi bilang, katanya kau yang membuatnya penasaran dengan ikhwan! Terus kenapa kau salahkan aku! Kau yang sebenarnya membuat Fahma berubah!"

Aku terhenyak. Hatiku tersentak. Itu benar. Ummi menatapku nanar. Lalu beliau bicara,

"Zahra. Yang dapat mengembalikan Fahma itu hanya kamu. Sebab hanya karena kamu lah, ia rela berubah."

Ini pasti sudah terlambat. Pasti Fahma sudah sampai pada tujuannya. Tidak mungkin Fahma membuang-buang waktunya. Pasti saat aku masuk kekantor ummi, ia langsung melanjutkan rencananya.

"Ummi, apakah benar dibelakang toilet ada gudang?" tanyaku penasaran.

"Tidak."

"Loh, jadi yang dikatakan abi waktu itu gimana maksudnya?" kali ini Hilda yang bertanya.

"Abi??"

"Iya. Abi yang memberitahuku saat itu. Saat aku bertanya tentang asal usul pesantren ini."

Ummi terlihat sedang memikirkan sesuatu. Sedetik kemudian ia berseru,

"Ada sih gudang dibelakang toilet. Tapi toilet itu sudah lama tidak dipakai karena salurannya rusak."

"Terus dibelakang toilet ini ada apaan??" kali ini aku benar-benar penasaran.

"Dibelakang toilet ini sih ada ruangan. Tapi bukan gudang."

"Jadi apa ummi,?" Aku dan hilda bertanya bersamaan, setelah itu membuat kami saling tatap. Kalimat Ummi selanjutnya membuat kami terfokus kembali.

••||••
Bersambung

Pesan-TrendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang