ZV || Lb. 10

54 2 2
                                    

"Lalu Zahra harus gimana abi..!" Aku nangis sesegukan. Sungguh, saat ini aku benar benar bingung. Aku tidak tau lagi, apa yang harus aku lakukan.

"Biarkan saja Fahma disana."

Kalimat Abi menggelegar dipikiranku. Ini konyol! Bagaimana bisa aku membiarkan sahabatku dalam bahaya?!

"Abi! Apa maksudnya ini?!" Aku menangis tak karuan. Ummi, hilda dan mak kantin berusaha menenangkanku.

"Tenang, Zahra. Aku yakin Fahma baik baik saja." Ujar Hilda perlahan sambil mengelus bahuku.

"APANYA YANG BAIK??! KAU INI BODOH ATAU T*LOL! DISAAT SEPERTI INI KAU MENYURUHKU UNTUK TENANG??! MIKIR HILDA MIKIR! FAHMA SAHABATKU..!" Tangisku semakin menjadi dan aku membentaknya seperti orang kesetanan.

Setelah aku selesai bicara, Abi menamparku.

Plak!

"Jaga harimaumu Zahra! Jangan karena kehilangan satu teman membuatmu jadi Bodoh Juga!" Suara abi menggema diseluruh ruangan yang lumayan luas.

Aku terdiam. Tidak. Kami semua terdiam beberapa saat. Air mataku tak juga kunjung reda. Aku menunduk dan sesegukan.

Disisi lain Fahma,

"Akhirnyaaa kebuka juga nih pintu! Huh, gerah. Setelah ini aku akan mandi."

Fahma membuka pintu lapuk itu perlahan. Hingga menimbulkan bunyi "Krieett".

"Permisi..Assalamualaikum. Ada orangkah?"

Fahma membuka lebar pintu tersebut. Menampakkan kegelapan. Gelap sekali. Tapi Fahma melihat, ada tangga menuju kebawah. Sejujurnya Fahma takut dengan gelap. Tapi demi bertemu Ikhwan! Ia rela melakukannya. Tujuan yang konyol bukan? Ini yang lantas membuatku marah dengan Fahma sekarang.

"Kenapa aku gak kepikiran ya untuk bawa senter? Turun lagi gak mungkin dong, tadi aja naiknya sulit. Gimana ini coba?"

Fahma mendesah. Ia berdiri didepan pintu, menatap kearah tangga yang menuju kebawah, seraya berfikir.

Tiba tiba, Fahma melihat cahaya. Seperti cahaya senter. Sungguh, itu memang seperti cahaya senter. Fahma berfikir pasti disana ada orang. Melihat itu Fahma langsung berteriak memanggil.

"Heii permisi!! Ada orang kah disana??!"

Fahma tidak mendengar suara seseorang menjawab dan cahaya senter semakin menjauh. Fahma yang melihat itu tidak ingin tinggal diam. Ia sudah sejauh ini, sampai menyuruh Hilda untuk mengulur waktu, dan bahunya sakit selepas mendobrak pintu lusuh itu, dan ia membiarkan kesempatannya lari?

Oh tidak! Fahma kalau sudah bersemangat, sulit untuk putus asa.

"Jangan Lari...! Aku berniat baik padamu!"

Fahma berusaha mengejar cahaya senter itu. Untung saja asrama mereka terdapat banyak tangga. Jadi mudah bagi Fahma untuk turun atau naik tangga.

Fahma memasuki ruangan gelap itu dengan hanya berbekal cahaya senter yang tidak memperlihatkan siapa yang membawanya.

Dikantor Abi,

Mereka hanya terdiam. Sampai saat ini juga tidak ada yang berani untuk memulai percakapan setelah insiden Abi menamparku.

Tiba-tiba ada seseorang yang menggedor pintu kantor Abi, dari gaya bicaranya, sepertinya ia sedang terburu-buru, seperti dikejar sesuatu. Suara berat. Ya. Lelaki.

"Abii!!! Gawat Abi!! Genting ini mah!! Tolongin atuh Abi!!"

Abi yang mendengar itu lantas segera berjalan menuju pintu. Ia membuka pintu lebar lebar, menampakkan Rofi. Si satpam asrama.

"Eh ada apa ni, fi? Tenang lah. Mari masuk."

Abi merangkul punggung Rofi. Bertujuan mengajaknya masuk. Duduk bersama kami. Rofi sangat gelisah, seperti ingin cepat cepat memberitahukan sesuatu pada Abi. Setelah Abi duduk, Rofi berteriak kembali.

"Abiii!!!! Tolongin saya abi..!"

"Tenang, fi. Minum dulu minum."

Entah sejak kapan ada air putih disitu. Sepertinya tadi tidak ada apapun selain air teh. Rofi meminum dengan kasar. Setelah itu ia tarik napas dalam dalam, dan menghembuskan perlahan.

"Rilex" Suruh abi.

Kami masih diam. Kami masih memperhatikan gerak gerik Rofi. Setelah dirasa ia cukup tenang, Rofi melanjutkan bicaranya,

"Pintu diatap toilet terbuka Abi!"

Nah ini yang memang kami bicarakan dari tadi.

"Ini Gawat Abi gawat!!!" Rofi histeris.

"Kenapa Gawat?" Aku bertanya. Aku tidak takut jika harus ditampar Abi lagi.

"Loh, neng belum tau ya?" Rofi berujar sambil menunjuk diriku.

"Pintu diatap toilet itukan.."

Belum sempat Rofi melanjutkan. Abi sudah memotongnya.

"Zahra, Hilda. kalian bisa kembali kekamar masing masing."

"Abi!" Aku menatap tidak percaya pada Abi.

"Fahma sahabat Zahra Abi! Zahra harus tau itu ruangan apa!!?"

"Yang jelas bukan seperti yang kau pikirkan. Kembali lah. Tenangkan dulu dirimu."

▶▶ Next on

Pesan-TrendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang